tirto.id -
Direktur Hukum dan Advokasi TKN, Ade Irfan Pulungan mengaku, TKN hanya mendesak Ratna mengungkap fakta dalam persidangan.
Ratna jadi tersangka kasus dugaan penyebaran kabar bohong dengan mengaku dianiaya oleh seseorang.
Hal itu terungkap setelah polisi menyelidiki pengakuan. Kemudian, Ratna mengakui perbuatannya. Irfan juga menyatakan, paling penting persidangan berjalan sesuai aturannya.
"Kita tidak mencari keuntungan dengan masalah kasus ini. Biarkan masyarakat menilai mengenai masalah ini. Kami nggak mau ini kami ekploitasi untuk kepentingan elektoral [pemilu]," ucap Irfan kepada Tirto, Rabu (27/2/2019).
Irfan menegaskan masyarakat akan menilai seiring berjalannya sidang. Dia menilai masyarakat sudah mampu melihat dengan cerdas terkait kasus Ratna dan kaitannya dengan pilpres 2019.
"Biarkan saja mengalir ini. Kami menghargai proses-proses di pengadilan," ucap dia.
Dalam kasus ini, Ratna dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 14 dan Pasal 15 Undang Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman mansimal 10 tahun penjara dan Pasal 28 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Sebelum kebohongan Ratna terungkap, beberapa pendukung Prabowo-Sandiaga sebenarnya sudah menemui Ratna untuk mengecek kondisinya dan mengecam pelaku pengeroyokan. Beberapa di antaranya adalah Prabowo, Fadli Zon, dan Hanum Salsabiella Rais.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali