tirto.id - Ahli hukum pidana Mahmud Mulyadi menilai, KPK berhak merencanakan operasi tangkap tangan.
"Rencana itu menurut saya jangan diartikan dipahami tertangkap tangan itu bukan hak dia [Romahuruziy], spontanitas. Bisa saja spontan tapi juga dapat direncanakan," kata Mahmud dalam sidang praperadilan tersangka jual beli jabatan Romahurmuziy, di PN Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Mahmud juga mengatakan, penyelidik punya kewenangan untuk mencari bukti tindak pidana berupa dokumen dan keterangan saksi yang dianggap tidak kuat, sehingga perlu ditindaklanjuti operasi tangkap tangan.
Romahurmuziy terjaring OTT KPK, Rabu, 27 Maret 2019, bersama sejumlah pejabat Kementerian Agama di Jawa Timur. Romi ditetapkan tersangka oleh KPK, lalu menggugatnya lewat praperadilan.
Mahmud mengemukakan, bukti permulaan bisa diperkuat dengan operasi tangkap tangan, sehingga bisa memenuhi syarat untuk diproses ke tahap penyidikan, sesuai Pasal 18 KUHAP. OTT dinilai sah dan memiliki landasan hukum.
"Berarti sebelum tertangkap tangan itu bukti permulaan belum sempurna. Pasti kan tertangkap tangan, maka dia memenuhi syarat dibawa kepada penyidik untuk mengakumulasi, menilai mengidentifikasi barang bukti alat bukti terpenuhi atau tidak," kata Mahmud.
Dalam sidang praperadilan lainnya, kuasa hukum Romi mempertanyakan penyidik KPK melampaui aturan hukum, karena telah melakukan penyadapan tanpa menunjukkan identitas pelaku dan materi penyadakan.
Penyidik KPK dipersepsikan tidak punya wewenang sesuai Pasal 11 UU KPK. Kemudian, KPK juga dianggap tidak berwenang melakukan operasi tangkap tangan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali