Menuju konten utama

Sidang Kesembilan Ahok Hadirkan Tiga Saksi dari JPU

Sidang lanjutan kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hari ini akan menghadirkan dua saksi fakta nelayan Pulau Panggang dan satu saksi ahli dari Komisi Fatwa MUI.

Sidang Kesembilan Ahok Hadirkan Tiga Saksi dari JPU
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1). Persidangan digelar dengan agenda mendengarkan keterangan lima saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). ANTARA FOTO/Pool/Isra Triansyah.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dijadwalkan menghadirkan tiga saksi dalam lanjutan sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

"Jaenudin alias Panel bin Adim, Sahbudin alias Deni, dan Hamdan Rasyid," kata Fifi Lety Indra, anggota tim kuasa hukum Ahok saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (7/2/2017), seperti dikutip dari Antara.

Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni adalah dua saksi fakta yang bekerja sebagai nelayan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.

Dalam sidang sebelumnya, pada Selasa (31/1/2017) keduanya tidak hadir sehingga dijadwalkan pemanggilan ulang pada hari ini.

Sementara Hamdan Rasyid dipanggil sebagai saksi ahli yang merupakan anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan juga dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sidang kesembilan Ahok ini dijadwalkan dimulai pukul 09.00 WIB.

Sementara arus lalu lintas di depan Gedung Kementerian Pertanian Jakarta tepatnya di Jalan RM Harsono yang mengarah ke Ragunan sudah ditutup pihak kepolisian baik jalur umum maupun jalur Bus Transjakarta.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri