tirto.id - Sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait proyek Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dan dugaan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf batal digelar. Hal ini dikarenakan, ada miskomunikasi antara jaksa penuntut umum dan saksi.
"Sebenarnya hari ini pemeriksaan saksi, kami ada miskomunikasi dengan saksi," kata jaksa penuntut umum kepada hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (18/2/2019).
Rencananya, hari ini Jaksa KPK memanggil Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan pada Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti sebagai saksi.
Selain itu, jaksa pun berencana menghadirkan Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah pada Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto untuk bersaksi. Alhasil hakim menetapkan sidang digelar kembali pekan depan, Senin (25/2/2019).
Jaksa KPK mendakwa Irwandi telah menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi sebesar Rp1,05 miliar.
Uang itu diberikan agar Irwandi menyerahkan proyek-proyek di Kabupaten Bener Meriah yang dibiayai Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) ke pengusaha-pengusaha asal Bener Meriah.
Jaksa juga mengatakan Irwandi telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022 sebesar Rp8,71 miliar.
Jaksa pun mendakwa Irwandi karena telah menerima gratifikasi dari Board of Management PT Nindya Sejati sebesar Rp32,45 miliar.
Atas gratifikasi tersebut, Irwandi didakwa telah melanggar pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara atas tindakan suap yang ia lakukan, jaksa mendakwa Irwandi dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali