tirto.id - Waktu pencoblosan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tinggal tiga minggu lagi. Kedua pasangan yang bertarung, Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat dan Anies Rasyid Baswedan - Sandiaga Uno giat beradu strategi agar publik Jakarta memilih mereka pada 19 April mendatang. Pada putaran kedua ini, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi memilih pendekatan kampanye yang berbeda.
Semenjak tiga minggu pertama cuti kampanye, Ahok selaku calon gubernur hanya melakukan kunjungan ke warga sakit di berbagai daerah Jakarta secara diam-diam, atau sering dikatakan sebagai kampanye senyap.
Ahok secara terang-terangan menegaskan menolak untuk diliput oleh media massa terkait kunjungannya tersebut. Ia bahkan tidak memberitahukannya kepada Bawaslu. Kondisi ini berbanding terbalik saat putaran pertama lalu. Saat berkampanye, Ahok pasti mengajak para wartawan yang menungguinya di Rumah Lembang.
Terkait dengan hal ini, Ahok membela diri. Apa yang dilakukannya bukan untuk kali pertama terjadi pada putaran kedua ini saja. Kata dia, tindakannya bukan bagian dari kampanye. "Aku enggak pernah ngajak orang milih aku kalau ke lapangan, enggak pernah tuh,” sanggahnya hari Senin (20/3/2017) terkait teguran dari Bawaslu.
Menurut tim pemenangan Ahok-Djarot, gaya berkampanye Ahok ini sudah dipikirkan matang-matang, bukan berarti abai memanfaatkan momentum kampanye di putaran kedua. Popularitas Ahok dinilai sudah terbilang baik, sehingga fokus pendekatannya dicari yang lebih aman ketimbang mengambil risiko.
Saat melakukan kampanye terbuka, banyak pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi untuk melakukan penghadangan ataupun menurunkan popularitas Ahok. Oleh sebab itu, Ahok memilih berkampanye senyap.
Tensi pilkada DKI Jakarta putaran II ini memang meningkat. Muncul penolakan-penolakan yang jika terus terjadi bisa membahayakan elektabilitas. Peristiwa terakhir adalah penolakan terhadap Djarot datang ke HAUL Soeharto di masjid At-Tin dan berkampanye di Kramat Lontar, Senen pada pekan lalu.
“Kampanye kan tidak harus beliau (Ahok) keliling Jakarta dan blusukan secara terbuka,” ujar sekretaris tim pemenangan Ahok-Djarot, Tubagus Ace Hassan Syadzily pada Jumat (24/3).
Tim pemenangan Ahok-Djarot juga lebih membebaskan Ahok pada kampanye kali ini. Banyak agenda pribadi yang tidak masuk dalam jadwal tim pemenangan yang digarap oleh Ahok. Kunjungan Ahok ke Omi Komaria Madjid (Istri Nurcholis Madjid) menjadi salah satu contohnya.
“Itu beliau sendiri yang mengusulkan. Apa hanya dengan jenguk Ibu Omi itu kemudian memengaruhi suara? Mudah-mudahan iya,” kata Raja Juli Antoni selaku juru bicara Ahok-Djarot.
Beda Ahok, beda pula Djarot. Jika Ahok memilih bergerak secara senyap, Djarot tetap berkampanye blusukan ke tengah masyarakat. Ia memilih canvassing ke daerah-daerah yang sudah dimenangkannya demi mempertahankan suara.
Dalam blusukan hari Kamis (23/3/2017) contohnya, Djarot melakukan pendekatan ke warga Pademangan Timur dan daerah Senen di mana keduanya merupakan mayoritas pendukung Ahok-Djarot.
Kendati demikian, tim pemenangan Ahok tidak menutup banyak tindakan door-to-door atau home-to-home oleh relawan dan tim sukses kepada para warga di daerah pendukung Anies-Sandi juga Agus-Sylvi. Menjalankan strategi ini tidaklah mudah. Raja Antoni menjelaskan memang banyak daerah yang masih sulit untuk dijamah oleh Djarot secara pribadi.
Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan konsolidasi dengan partai-partai pengusung Agus Yudhoyono - Sylviana Murni yakni PPP, PKB, dan Demokrat. Raja Antoni mengklaim upaya lobi-lobi para elit ini sudah dilakukan.
Lalu bagaimana dengan strategi Anies-Sandi?
Pola kampanye pasangan Anies-Sandi masih tetap sama seperti putaran pertama, giat bergerilya di lapangan. Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi, Mardani Ali Sera menuturkan titik lokasi jadi fokus mereka adalah Jakarta Timur.
“Yang sekarang ini Jakarta Timur. Pertimbangannya karena di tempat kami menang harus didatangi karena menjaga suara itu penting,” katanya. ”Yang kedua, di tempatnya (pendukung) mas Agus kita datangin," katanya kepada Tirto, Jumat lalu (24/3/2017).
Jakarta Timur memang jadi basis masa Anies-Sandi, pada putaran pertama lalu mereka menang dengan raihan 41,76 persen suara. Di daerah ini juga perolehan suara Agus-Sylvi jadi yang tertinggi dibandingkan Jakarta Pusat, Selatan, Barat atau Utara. Jika di daerah lain Agus-Sylvi hanya bisa meraup 16 persen, di Jakarta timur suara mereka mencapai 19,42 persen.
Di internal, Ali menuturkan terjadi pembagian tiga tugas. Anies dan Sandi berkutat pada urusan yang terkait dengan paslon nomor 2 dalam membangun komunikasi, debat, atau bahkan adu program dan saling sikut. Sedangkan grup yang dipimpin oleh Ali yang isinya adalah para elit politik akan mengarahkan tim sukses dan menjalin relasi. Sedangkan para relawan akan sibuk menggaet relawan pendukung Agus-Sylvi. “Kita pakai total football. Semuanya (turun),” jelas Ali.
Selain itu, pemantapan program andalan Anies-Sandi, yakni OK-OCE tetap akan menjadi menu utama yang disajikan oleh kandidat paslon nomor 3. Selain itu, program KJP Plus juga akan terus disosialisasikan kepada masyarakat. Dan yang ketiga program adanya DP 0 rupiah yang sempat menjadi perdebatan.
Banyaknya isu kriminalisasi yang dilancarkan pada pasangan Anies-Sandi bulan Maret ini merupakan salah satu halangan yang dianggap Ali sebagai persaingan tidak sehat. Ia lebih senang melihat pasangan Anies-Sandi mengadu program dengan Ahok-Djarot dalam hajatannya untuk memimpin Jakarta.
“Ini kejadian bukan yang sehari dua hari yang lalu, itu kejadian tahun-tahunan yang lalu. Kenapa tidak tahun-tahun yang lalu (dilaporkan)?” tegasnya. “Biar fair, lebih enak pasangan nomor 3 adu debat, adu karya, adu karakter kepemimpinan. Jangan ada embel-embel kriminalisasi.”
Adu Kuat Media Sosial
Tidak hanya di permukaan, pasangan calon kepala daerah DKI Jakarta juga saling unjuk gigi di media sosial. Akhir-akhir ini misalnya, Ahok menggunakan acara ‘Ahok Show’ sebagai program andalan. Isinya antara lain untuk menunjukkan bahwa ada sisi lain Ahok yang juga humoris dan perhatian dalam mengelola Jakarta.
Tentunya target yang disasar adalah para pemilih muda yang kebanyakan adalah masyarakat generasi millennial. Selain itu kampanye gencar juga dilakukan akun-akun lain, seperti seword.com atau buzzer dari pribadi yang bernama Denny Siregar.
“Enggak bisa diukur ya apakah itu seberapa besar (pengaruhnya terhadap dukungan masyarakat), tapi pasti seword, Denni Siregar atau situs-situs yang independen yang tetap menjaga kredibilitas dan tidak menyebarkan gosip, pasti berkontribusi terhadap pemilihan Pak Ahok,” ucap Raja Antoni.
Jika Ahok-Djarot memakai dunia maya untuk berkampanye, maka Anies-Sandi lebih memilih dunia maya untuk mengklarifikasi. Banyaknya isu-isu miring yang dihembuskan oleh akun buzzer kompetitor membuat tim sukses memutuskan untuk membuat situs bernama JakartaMajuBersama.com.
Mardani Ali Sera menegaskan bahwa keterangan resmi dari pihak Anies-Sandi akan dipaparkan pada situs tersebut. Hal ini merupakan bentuk antisipasi, karena Ali yakin bahwa dari awal akan ada banyak isu-isu tidak benar yang beredar di masyarakat. “Kita buat klarifikasi isu. Kita taruh di website kita!” kata Ali terkait dengan cara menangkal isu-isu hoax yang merajalela di Pilkada Jakarta.
Berdasarkan riset lembaga Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dengan pada tanggal 27 Februari sampai 3 Maret 2017, menemukan bahwa hampir 58,90 persen responden aktif mencari informasi terkait pilkada di medsos. "Pengaruh media sosial terasa semakin kuat karena pengguna ini mengaku bahwa mayoritas mereka tetap mengikuti perkembangan pilkada meski di hari tenang menjelang pencoblosan," kata Peneliti LSI, Rully Akbar di kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (21/3/2017)
Dari beberapa medsos yang LSI kaji, Facebook merupakan medsos yang paling populer dan paling banyak digunakan. Responden yang mengaku memiliki akun Facebook sebesar 57,80 persen. Di bawahnya ada Instagram dengan 39,30 persen dan Twitter di urutan ketiga dengan angka 17,20 persen.
Dari dua platform media sosial yang meraup massa terbanyak yaitu Facebook dan Instagram, persentase pendukung nomor urut tiga Anies Baswedan - Sandiaga Uno ternyata lebih banyak ketimbang pendukung Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saeful Hidayat.
Pada pemilih yang menggunakan Facebook, 47.58 di antaranya memilih Anies-Sandiaga. Sedangkan di Instagram, margin selisih Anies-Sandi dan Ahok-Djarot cukup besar mencapai 9,26 persen. Pendukung Anies-Sandiaga mencapai 49,99 persen sedang Ahok-Djarot hanya 40,73 persen. Platform Twitter jadi satu-satunya andalan Ahok-Djarot di media sosial, mereka menang 53,34 persen berbanding 39,33 persen.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan