tirto.id - Ravio Patra, peneliti independen kebijakan publik, ditangkap paksa oleh polisi Indonesia. Beberapa saat sebelum itu, ia mengabarkan kepada Koordinator Safenet Damar Juniarto bahwa ponselnya diretas.
Dugaan peretasan, kata Damar, diketahui dari notifikasi: You've registered your phone number on another phone. Damar akhirnya meminta Ravio untuk mengadukan terkait hal ini kepada pihak WhatsApp.
"Akhirnya oleh Head of Security WhatsApp dikatakan memang ada pembobolan" kata Damar melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/4/2020).
Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok) mengecam penangkapan Ravio. Damar Juniarto, termasuk dalam Koalisi, menduga penangkapan Ravio berkaitan dengan gencarnya kritik Ravio kepada pemerintahan Jokowi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus membenarkan penangkapan Ravio Patra pada Rabu malam di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Yusri menuding Ravio telah menyiarkan berita onar atau menghasut orang untuk berbuat kekerasan dan ujaran kebencian.
"Sementara yang bersangkutan masih dilakukan pendalaman pemeriksaan oleh Tim Krimum Polda Metro Jaya. Kita tunggu hasil pemeriksaan karena ini diduga menyebarkan berita onar melalui media sosial," sambungnya.
Ravio, lewat akun Twitter-nya, mengkritisi banyak hal. Mulai dari kejanggalan penunjukan mitra program Prakerja, conflict of interest para stafsus Jokowi, industri buzzer, hingga pasal karet UU ITE. (Hari ini Tirto menayangkan opini Ravio mengenai penyajian data rasio kematian COVID-19 oleh BNPB.)
Pekan lalu, Jumat (17/4/2020), Ravio menjadi salah satu pembicara dalam diskusi daring yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW). Tema diskusinya menyoal konflik kepentingan dalam mengelola program dan anggaran negara.
Ravio lulusan hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran angkatan 2011 dan lulus pada 2015 dengan predikat cum laude. Ia menjadi presiden klub yang memenangkan lomba debat yang digelar Universitas Islam Indonesia. Selain itu, meraih juara dua debat nasional politik yang digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Sejak mahasiswa, Ravio aktif dalam diskusi dan penelitian ilmiah. Dia menjadi asisten pengajar sarjana: memfasilitasi diskusi kelompok hingga memberikan perkuliahan. Dia juga memimpin redaksi jurnal mahasiswa hubungan internasional, Esensi. Salah satu makalahnya berjudul "Agenda Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015 dalam Semangat Egalitarianisme Global."
Ravio pernah menjadi pemakalah terbaik saat mewakili Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpad dalam pertemuan nasional mahasiswa hubungan internasional ke-24 di Universitas Gajah Mada (UGM) pada 2012. Judul makalah Ravio adalah "Prinsip Nonintervensi dalam Resolusi Krisis Kemanusiaan Rohingya: Kajian terhadap Keamanan Manusia dan Urgensi Legitimasi Badan HAM ASEAN."
"Kami sendiri mengajukan usul bahwa penyelesaian masalah kemanusiaan di suatu negara Asia Tenggara perlu diselesaikan dengan ada satu keberadaan negara HAM di Asia Tenggara,” kata Ravio pada 2012, dikutip dari situs resmi Unpad.
Setahun setelahnya, ia mengikuti prosiding nasional mahasiswa hubungan internasional di Universitas Andalas. Karya ilmiahnya bertajuk "Gerakan Separatis sebagai Tantangan bagi Diplomasi Indonesia di Era Paradox of Plenty."
Ravio terlibat dalam Youth Network on Violence Against Children pada 2016 hingga 2018. Organisasi para pemuda melawan kekerasan terhadap anak ini adalah mitra United Nations Children's Fund (UNICEF).
Dia juga sempat bekerja selama setahun di The Jakarta Post di bagian strategi eksekutif. Selain itu, dia menulis untuk Magdalene, media independen berfokus pada isu gender dan perempuan. Di antara tulisannya mengkritik kemenangan Trump dan gerakan feminis.
Ravio pernah bekerja untuk Open Government Partnership (OGP) pada akhir 2017. Lembaga ini bertujuan mendorong implementasi forum kepemimpinan Asia-Pasifik mengenai pemerintahan terbuka untuk pembangunan inklusif. Secara bertahap, ia bertugas sebagai konsultan hingga peneliti di Independent Reporting Mechanism (IRM).
Keseharian Ravio adalah melakukan riset pustaka, wawancara perwakilan pemerintah dan non-pemerintah, menghimpun informasi kredibel dari organisasi lain, jurnalis, hingga akademisi. Salah satu temuan yang diteliti Ravio, sepanjang 2016 hingga 2017, adalah tata kelola data di berbagai tingkatan pemerintah Indonesia yang buruk. Melalui analisis mendalam, ia menyampaikan beragam solusi untuk merinci aturan baku dan bekerja sama dengan berbagai institusi maupun organisasi, salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam