tirto.id - Erdian Aji Prihartanto atau Anji, seorang youtuber yang namanya melejit lewat grup band Drive, kembali membuat gaduh, lagi-lagi karena kontennya tentang COVID-19, virus yang sampai sekarang sudah membunuh banyak orang dan obat penyembuhnya belum ditemukan.
Pada pertengahan Juli lalu, Anji mempertanyakan kesahihan foto jenazah pasien COVID-19 yang diunggah seorang jurnalis foto. Bahkan ia menyamakan kinerja jurnalis dengan pendengung atau buzzer. 13 Juli lalu, melalui akun Youtube Dunia Manji, ia mewawancarai seseorang bernama Hadi Pranoto sekitar 30 menit.
Dalam wawancara yang diunggah dalam video berjudul 'Bisa Kembali Normal? Obat COVID-19 Sudah Ditemukan' itu Hadi disebut sebagai seorang "pakar mikrobiologi" lengkap dengan gelar profesor. Sejak awal wawancara Anji selalu menyebut Hadi dengan "profesor" atau "prof". Beberapa kali pula ia menyapa Hadi dengan sebutan "dokter".
"Saya lagi ada di Pulau Tegal, Lampung. Secara tidak sengaja saya bertemu orang yang mungkin paling dicari-cari seluruh dunia saat ini. Profesor Hadi Pranoto," ujar Anji saat memulai wawancara.
Bak seorang profesor pada umumnya, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Anji dijawab secara serius oleh Hadi.
Ia juga mengeluarkan pernyataan-pernyataan seperti seorang profesor. Misalnya, mengaku telah menciptakan obat COVID-19. "Obat untuk COVID-19. Bisa menyembuhkan dan mencegah," kata Hadi. Hadi menjelaskan obat buatannya ini berjenis herbal. Ia bisa membunuh virus COVID-19 hanya dalam waktu 2-3 hari.
Ia tak mau obatnya ini disamakan dengan vaksin COVID-19 yang masih diuji klinis beberapa instansi. Menurutnya, "kalau vaksin disuntikkan, kalau ini diminum."
"Pola kerja herbal yang kami buat ini beda. Setelah meminum, antibodi ini jadi piranti keamanan tubuh kita sendiri. Apabila ada virus COVID-19 yang masuk melalui oksigen itu akan dimakan oleh bakteri dalam tubuh kita," katanya.
Siapakah 'Profesor' Hadi Pranoto?
Setelah video tayang, warganet banyak yang mempertanyakan kredibilitas Hadi Pranoto, termasuk gelar profesornya.
Beberapa sumber memperkuat itu. Dalam laman SINTA milik Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), sebuah portal yang difungsikan sebagai tempat menampung hasil penelitian, terdapat dua nama 'Hadi Pranoto'. Dua-duanya bukan Hadi yang diwawancara Anji, yang mengklaim ahli di bidang mikrobiologi.
"Kalau dia profesor, minimal ada penelitiannya dan mudah dicari di sumber terbuka," ujar anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Ditjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Supriadi Rustad, kepada reporter Tirto, Minggu (2/8/2020).
Ini selaras dengan pengertian profesor menurut UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di sana disebutkan seorang profesor mempunyai kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
Karena data tak ditemukan, pernyataan Hadi mengenai obat Corona patut dipertanyakan kesahihannya. Oleh karena itu, kata Supriadi, pernyataan Hadi "secara keilmuan meragukan."
Masih menurut UU Sisdiknas, seorang dapat diangkat dalam jabatan akademik profesor adalah dosen yang memiliki kualifikasi doktor. Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
Nama 'Hadi Pranoto' sebagai pengajar yang ahli di bidang mikrobiologi tidak terdapat dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Di sana memang terdapat beberapa dosen bernama 'Hadi Pranoto', namun tak ada satu pun yang merujuk ke orang yang diwawancarai Anji.
"Di pangkalan data Dikti, tidak ada Hadi Pranoto di dalam video itu bergelar profesor. Dia profesor dari kampus mana, laboratoriumnya di mana, dan tim peneliti obat COVID-19 siapa saja, itu tidak jelas. Jadi klaim gelar profesornya sangat diragukan," Supriadi menyimpulkan.
Sebelum dengan Anji, nama 'Profesor Hadi Pranoto' pernah muncul di media massa. Bukan soal penelitian atau hal-hal terkait, tetapi soal permintaan maafnya atas nama keluarga karena telah mengundang pedangdut Rhoma Irama ke acara khitanan di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat akhir Juni 2020.
Acaraya bikin ramai dan mengundang kerumunan, alias sama sekali tidak mematuhi protokol kesehatan COVID-19.
Editor: Rio Apinino