Menuju konten utama

Siapa Dewi Kencana yang Patungnya Ditolak di Bogor? Ini Kisahnya

Sosok Dewi Kencana yang patungnya ditolak warga Bogor dipercaya sebagai pemimpin Kerajaan Majapahit bernama Ratu Kencanawungu alias Dyah Suhita.

Siapa Dewi Kencana yang Patungnya Ditolak di Bogor? Ini Kisahnya
Ilustrasi Dyah Suhita. tirto.id/Gery

tirto.id - Sejumlah warga di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor menolak keberadaan sebuah patung Dewi Kencana. Penolakan ini datang dari beberapa warga yang mengaku santri dan ulama.

Mereka menuntut Dinas Pariwisata setempat untuk membongkar patung tersebut. Alasannya karena patung Dewi Kencana yang berdiri di kawasan Wisata Pakis Hills, Cisarua itu dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan lokal.

Tuntutan pembongkaran Patung Dewi Kencana menuai beragam respons dari publik, khususnya di media sosial. Banyak orang meminta agar patung yang terletak di kawasan wisata Puncak itu dipertahankan.

Hal ini karena sosok Dewi Kencana itu merupakan tokoh bersejarah di Nusantara. Sementara itu, perwakilan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor menyebut bahwa patung akan segera dibongkar sesuai kesepakatan dengan warga.

Lantas, siapa sebenarnya Dewi Kencana yang patungnya ditolak di Bogor?

Mengenal Dewi Kencana yang Patungnya Ditolak Warga Bogor

Sosok Dewi Kencana yang patungnya ditolak warga Bogor dipercaya sebagai pemimpin Kerajaan Majapahit bernama Ratu Kencanawungu. Ratu Kencanawungu adalah orang yang sama dengan Dyah Suhita.

Ada beberapa teori mengenai siapa sebenarnya sosok Dyah Suhita ini. Menurut buku Girīndrawarddhana: Beberapa Masalah Majapahit Akhir (1978), Dyah Suhita adalah anak dari Bhre Wirabhumi.

Bhre Wirabumi adalah anak Prabu Hayam Wuruk yang merupakan raja Majapahit ketika memasuki masa kejayaaannya. Namun, pada Kitab Pararaton, Dyah Suhita disebut sebagai cucu Bhre Wirabumi alias cicit dari Hayam Wuruk.

Berdasarkan tafsir Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (2005), Dyah Suhita merupakan anak dari Wikramawardhana dengan Kusumawardhani.

Wikramawardhana adalah keponakan sekaligus menantu Hayam Wuruk. Ia juga menjadi salah satu Raja Majapahit sepeninggal Hayam Wuruk dan memiliki hubungan yang buruk dengan Bhre Wirabumi karena perebutan tahta.

Keduanya bahkan terlibat perang saudara, yaitu Perang Paregreg yang menjadi salah satu penyebab mundurnya Majapahit. Wikramawardhana memperistri anak Bhre Wirabumi, yaitu Kusumawardhani. Dari pernikahan ini lahirlah Dyah Suhita.

Dyah Suhita alias Dewi Kencana menjadi wanita kedua yang memimpin Kerajaan Majapahit. Ratu Majapahit pertama adalah Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnu Wardhani, putri dari Raden Wijaya dan ibu dari Hayam Wuruk.

Dyah Suhita naik tahta pada 1427 melanjutkan kepemimpinan ayah dan kakek buyutnya. Meskipun lahir sebagai anak Wikramawardhana, hubungan Dyah Suhita kurang akrab dengan ayahnya.

Ia justru banyak berpihak pada sang kakek sekaligus musuh sang ayah, Bhre Wirabumi. Kedekatan Dyah Suhita dengan kakek ini diduga terkait dengan status sang ibu yang hanya sebagai selir akibat diperistri paksa oleh Wikramawardhana.

Setelah naik tahta, Dyah Suhita mendapat julukan sebagai Ratu Kencanawungu yang juga dikenal sebagai Dewi Kencana. Ia menikah dengan Aji Ratnapangkaja yang merupakan keponakan dari Wikramawardhana.

Pernikahan Dyah Suhita dengan Aji Ratnapangkaja dinilai sebagai pernikahan politik lantaran untuk meredam perang saudara. Setelah menikah, Ratu Kencanawungu memerintah Majapahit bersama dengan sang suami.

Selama memimpin, Ratu Kencanawungu membangun banyak tempat pemujaan dan candi di lereng-lereng gunung. Beberapa bangunan yang didirikan di masa pemerintahan Ratu Kencanawungu berlokasi di Gunung Penanggungan, Gunung Lawu, dan sebagainya.

Ratu Kencanawungu wafat pada 1447 atau 10 tahun setelah meninggalnya sang suami. Ia dan Aji Ratnapangkaja tidak dikaruniai anak sehingga tahta Majapahit selanjutnya diberikan kepada adik bungsu Dyah Suhita, yaitu Kertawijaya.

Baca juga artikel terkait KERAJAAN MAJAPAHIT atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya