Menuju konten utama

SHI Suarakan Ketiadaan Jaminan Keselamatan untuk Para Hakim

Padahal, hakim kerap kali dihadapkan pada berbagai ancaman dalam penuntasan sebuah perkara.

SHI Suarakan Ketiadaan Jaminan Keselamatan untuk Para Hakim
Pertemuan perwakilan Solidaritas Hakim Indonesia dengan guru besar hukum tata negara, Jimly Assidiqie di Jimlly Assidiqie School, Jakarta Pusat, Selasa (8/10/2024). tirto.id/Ayu Mumpuni

tirto.id - Perwakilan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menemui pakarhukum tata negara, Jimly Asshidiqie, untuk menyuarakan berbagai keluhan para hakim se-Indonesia selama menjalankan tugas. Salah satu yang dirasakan para hakim tersebut adalah tidak adanya jaminan keamanan.

Juru Bicara SHI, Camila Bani Alawiya, menyatakan bahwa negara tidak memberikan jaminan keselamatan khusus kepada para hakim. Padahal, hakim kerap kali dihadapkan pada berbagai ancaman dalam penuntasan sebuah perkara.

"Belum lagi jika ada perkara-perkara yang mengancam jiwa ya. Seperti misalnya saya menangani perkara konflik antarwarga, yang di mana antarwarga itu tension-nya sangat tinggi. Itu sangat mengancam hakim," kata Camila di Jimly School of Law and Government, Jakarta Pusat, Selasa (8/10/2024).

Camila menceritakan bahwa di angkatannya, sudah ada hakim yang meninggal dunia karena ancaman dari pihak berperkara. Dua minggu sebelum hakim itu meninggal dunia, dia diteror darah oleh pihak yang tak puas dengan putusannya.

"Salah satu hakim perempuan angkatan kami yang sampai meninggal dunia karena teror. Itu dia memiliki penyakit autoimun. Dua minggu sebelum dia meninggal itu, dia diteror darah berkali-kali di rumahnya. Akhirnya, dengan kondisi dia yang stress, autoimunnya meningkat dan akhirnya dia meninggal dalam kondisi menjalankan tugas konstitusi negara," ungkap Camila.

Hakim Pengadilan Negeri Muaro Bungo itu pun menerangkan bahwa para hakim se-Indonesia tengah menggelar gerakan cuti bersama selama lima hari (7-11 Oktober 2024). Aksi itu dilatarbelakangi tidak adanya peningkatan kesejahteraan bagi hakim selama bertahun-tahun. Bahkan, gaji yang mereka dapat, hanya berbeda puluhan ribu dengan panitera.

Sejauh ini, para hakim tingkat satu menerima pendapatan setiap bulannya Rp12 juta-Rp14 juta. Mereka juga mendapatkan bantuan uang sewa rumah karena ketidaktersediaan rumah dinas sekitar Rp9 juta yang keluar setiap satu semester atau enam bulan sekali.

Sekitar 12 hakim yang bertandang ke Jimly School of Law and Government pun menyampaikan bahwa mereka tidak menerima uang perkara seperti hakim Mahkamah Konstitusi dan Mahakamah Agung. Padahal, satu hakim di pengadilan tingkat satu bisa menangani sekitar 40 perkara setiap hari.

"Kami sudah berjuang dari 12 tahun lalu. Tidak mungkin juga kami datang ke pengadilan, ke kantor sendiri menggugat gitu kan," ujar Juru Bicara SHI lainnya, Bagus Sujatmiko, yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Ralantuka.

Bagus menyebut bahwa mereka sebagai hakim muda terus berupaya menjaga integritasnya dan berkomitmen memenuhi hak mereka kepada negara, bukan pihak berperkara. Oleh karenanya, diharapkan gerakan ini bisa menuai hasil yang adil bagi para hakim.

Baca juga artikel terkait JIMLY ASSHIDDIQIE atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Hukum
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fadrik Aziz Firdausi