tirto.id - Ketua DPR Setya Novanto mengatakan bahwa dirinya mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut tuntas kasus dugaan pengadaan KTP Elektronik atau E-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2 triliun lebih itu. Meski demikian, Novanto meminta agar pengusutan ini tidak menimbulkan kegaduhan politik.
"Saya sebagai Ketua DPR mendukung supremasi hukum dan ini bisa diusut tuntas, itu yang kita harapkan. Saya sampaikan juga ke KPK agar tidak ada kegaduhan politik," kata Setya Novanto di Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Selain itu, Novanto juga mengakui telah melihat dakwaan yang bocor dan beredar di kalangan media. Di dalamnya juga menyeret namanya, namun Novanto tetap menyerahkan sepenuhnya kasus itu pada proses hukum yang berjalan di persidangan.
Kendati demikian, Novanto menepis bahwa dirinya melakukan pertemuan dengan Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan Andi Narogong terkait proyek E-KTP. Ia juga mengaku telah mengklarifikasi hal tersebut kepada KPK.
"Saya tidak pernah menerima apa pun dari proyek KTP-E. Dan semua sudah disampaikan di KPK dan saya klarifikasi sejelas-jelasnya," ujar Novanto yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar itu.
Ia mengakui pernah bertemu Andi Narogong namun hanya dalam agenda jual beli kaos, saat itu dirinya masih menjabat Bendahara Umum Partai Golkar.
Novanto juga membantah terlibat dalam proses penganggaran proyek tersebut saat dirinya menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) di DPR dan tidak ada komunikasi dengan Andi terkait hal tersebut.
"Saya sebagai pimpinan Fraksi ketika itu hanya menerima laporan-laporan yang dilakukan ketua komisi dari Fraksi Golkar secara lisan. Hal itu disampaikan dalam pleno fraksi yang dilakukan sebulan sekali," kata dia dikutip dari Antara.
Selain itu, Novanto menjelaskan, terkait masalah anggaran mekanismenya ada di panitia anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR dan di Komisi II DPR saat itu.
Untuk itu, ia membantah dirinya terlibat soal anggaran KTP-E pada saat dirinya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar karena dalam memutuskan sesuatu tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi perlu persetujuan dari anggota lain.
"FPG dalam memutuskan persetujuan sebuah proyek tidak bisa sendiri namun harus dengan persetujuan fraksi-fraksi lain. Anggota FPG saat itu 101 orang di DPR," ujar dia.
Dia juga mengatakan tidak tahu anggota DPR mana saja yang menerima aliran dana dari proyek yang potensi kerugian negaranya mencapai Rp2 triliun lebih itu. Namun, Novanto menyerahkan sepenuhnya pada proses pengadilan yang segera berlangsung agar terungkap fakta yang sebenarnya.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto