tirto.id - Pemerintah Arab Saudi akhirnya mengeluarkan kebijakan penangguhan umrah -- ibadah seperti haji yang dapat dilakukan sepanjang tahun -- menyusul kekhawatiran penyebaran COVID-19 di negara Timur Tengah, Rabu (4/3/2020).
Dikutip dari Channel News Asia, tak hanya pelaksanaan umrah di Mekkah, jemaah juga dilarang berkunjung ke Masjid Nabawi di Madinah. Penangguhan ini berlaku bagi seluruh warga negara Arab Saudi dan jemaah asing setelah pada minggu sebelumnya Saudi melakukan penangguhan kepada jemaah di 23 negara, termasuk Indonesia.
Pihak Kerajaan Saudi mengatakan penangguhan berlaku sementara hingga batas waktu yang belum ditentukan.
“Pencegahan ini merupakan upaya kerajaan untuk membatasi penyebaran COVID-19 dan mencegahnya masuk ke dua masjid suci umat Islam– Masjidil Haram dan Masjid Nabawi – di mana kedua masjid itu merupakan tempat bertemu dan berkumpulnya para jemaah dari seluruh dunia,” ujar Menteri Dalam Negeri Saudi melalui rilis resmi Saudi Press Agency.
Dalam video unggahan Saudi Gazette, situasi Masjidil Haram bahkan mulai dikosongkan untuk dilakukan sterilisasi. Sebuah pemandangan langka, mengingat masjid suci umat Islam ini tak pernah sepi dari kunjungan jemaah sepanjang tahun bahkan sepanjang waktu baik pagi, siang, sore dan malam.
#VIDEO: The circling area around Holy Kaaba at the Holy Mosque in #Makkah was emptied of people temporarily in order to clean and sterilize it, due to #Coronavirus fears and to insure the safety of pilgrims. pic.twitter.com/8CivSYbS29
— Saudi Gazette (@Saudi_Gazette) March 5, 2020
Perkembangan terakhir per pukul 7 malam waktu setempat, melalui akun resmi Twitternya, Menteri Kesehatan Arab Saudi mengumumkan tiga kasus baru COVID-19. Dua di antaranya merupakan pasangan suami istri. Sang suami baru saja berpergian dari Iran dan kembali melalui Kuwait lantas menularkan pada istrinya. Kasus kelima adalah seorang warga negara Saudi yang berada di kendaraan yang sama dengan dua kasus pertama saat pulang dari Iran.
Keputusan Besar Saudi
Kendati berlaku sementara, keputusan menghentikan sepenuhnya kegiatan umrah merupakan sebuah langkah besar yang tak pernah dilakukan Kerajaan Saudi sebelumnya selama 1.400 tahun sepanjang sejarah Islam. Hal yang tidak dilakukan Saudi saat wabah Middle East Resoiratory Syndrome (MERS) melanda pada 2014.
Namun, mengingat ibadah umrah menarik jutaan jemaah tiap tahunnya, keputusan ini memiliki dampak yang sangat besar pula. Terlebih, dilakukan mendekati bulan Ramadan, periode favorit jemaah untuk umrah.
Selama puluhan tahun sumber pemasukan Arab Saudi bergantung pada migas di posisi pertama dan pelaksanaan haji dan umrah di posisi kedua. Namun, sejak 2016 menyusul kejatuhan harga minyak, Saudi mengubah arah kebijakan ekonominya dengan bergantung pada pelaksanaan haji dan umrah.
Dalam setahun, negara itu menerima hingga 18,3 juta jemaah yang datang untuk melakukan umrah dan sekitar dua juta jemaah haji. Pada 2020, prediksinya bahkan meningkat hingga 2,7 juta jemaah.
Hal ini semakin dipertegas melalui Visi 2030 Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman yang menargetkan kedatangan 30 juta jemaah pada 2030.
Menurut perhitungan pengamat ekonomi yang dikutip dari RT.com, pelaksanaan haji dan umrah memiliki potensi signifikan untuk meningkatkan perekonomian dan menciptakan banyak lapangan kerja bagi anak muda Saudi.
Bidang pariwisata berkontribusi sekitar 85 miliar riyal atau 22,6 miliar dolar AS untuk GDP Saudi. Dari angka itu, haji dan umrah berkontribusi sekitar 12 miliar dolar AS.
Pakar Ekonomi Abdullah Katib memperkirakan pendapatan tahunan dari pelaksanaan haji mencapai 20 hingga 23 miliar riyal atau 5,3-6,1 miliar dolar AS. Artinya, pendapatan Saudi dari pelaksanaan umrah -- yang dilaksanakan sepanjang tahun dan hanya dilakukan di kota Mekkah -- hampir sama dengan pendapatan dari pelaksanaan haji.
"Ini langkah pencegahan yang sangat besar dan konsekuensinya berdampak pada ekonomi Saudi," ujar Karen Young akademisi dari American Enterprise Institute, seperti dilansir AFP.
Menurut Young, ini merupakan tahun yang berat menyusul harga minyak dunia yang juga jatuh dan Saudi hanya memiliki sedikit pendongkrak fiskal. Berdasarkan data pemerintah Saudi, dua per tiga dari 18,3 juta Jemaah umrah pada 2018 merupakan warga negara Saudi.
Hingga kini belum diketahui apakah penangguhan umrah akan berpengaruh pada pelaksanaan haji 2020 yang akan jatuh pada Juli mendatang. Jika Saudi sudah tak bergantung lagi pada penjualan migas dan menangguhkan umrah, lantas Saudi bisa apa?
Editor: Gilang Ramadhan