Menuju konten utama

Setnov Tersangka, Tifatul Minta Kursi Ketua DPR Tak Kosong

Menurut Tifatul, para pimpinan di DPR harus berkumpul untuk mencari solusi agar bangku pimpinan DPR tetap terisi dan moral DPR tetap terjaga.

Setnov Tersangka, Tifatul Minta Kursi Ketua DPR Tak Kosong
Tifatul Sembiring [foto/prasetya.ub.ac.id]

tirto.id - Penetapan status tersangka kepada Ketua DPR RI, Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP, membuat anggota Fraksi PKS Tifaul Sembiring cemas. Menurutnya, para pimpinan di DPR harus berkumpul untuk mencari solusi agar bangku pimpinan DPR tetap terisi dan moral DPR tetap terjaga.

“Yah, ini yang genting,” kata Tifatul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Anggota Komisi III DPR RI mengatakan dalam kasus ini, Setya Novanto telah mencoreng nama DPR. “Pimpinan itu sebagai simbol. Dengan ditetapkannya [tersangka] Pak Setya Novanto ini kan mencoreng nama DPR juga dalam tanda kutip,” kata mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini.

Namun demikian, Tifatul tidak juga menginginkan Setya Novanto harus diganti, tapi menurutnya, secara definitif, Novanto perlu mempertimbangkan untuk turun dari jabatannya agar tidak menjadi pertanyaan di masyarakat.

Menurut Tifatul, sebuah fakta bahwa ada beberapa oknum di DPR yang memang sudah terbukti terlibat dalam kasus korupsi e-KTP, tapi tidak seharusnya gara-gara penetapan Novanto ini membuat masyarakat menilai seluruh anggota DPR melakukan korupsi.

“Jadi pandangan negatif juga menurut saya juga harus diklarifikasi dan juga kepemimpinan DPR,” jelas politisi PKS ini.

Sementara itu, anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Muhammad Syafi’i mengaku bahwa pihaknya sudah mengadakan rapat untuk membahas tentang penetapan status tersangka terhadap Setya Novanto. Rapat ini sejatinya tidak diadakan, tetapi karena desakan publik yang begitu kuat, 14 orang MKD telah menggelar rapat pada Selasa (18/7). Menurut pria yang kerap disapa Romo ini, ada dua hasil dari rapat kemarin.

“Pelanggaran yang dilakukan oleh Setya Novanto itu tindak pidana, itu satu. Poin yang kedua, MKD belum akan memproses lebih lanjut status tersangka dari Setya Novanto,” terangnya.

Berdasarkan keterangan Romo, dalam UU MD3 Pasal 244, seseorang baru bisa diproses atau dinonaktifkan sebagai Ketua DPR RI apabila memang sudah berstatus sebagai terdakwa. Dalam kasus ini, Setya Novanto memang masih berstatus sebagai tersangka.

“Alasan logisnya karena dia (Novanto) masih punya hak untuk praperadilan. Alasan logis yang kedua, penyidik masih membutuhkan kelengkapan alat bukti untuk bisa dilimpahkan ke dalam tahap penuntutan untuk bisa menyebabkan dia (Novanto) berubah posisi sebagai terdakwa,” terangnya.

“Sebelum itu terpenuhi MKD tidak bisa berbuat apa-apa,” kata dia.

Menurut Romo, pemberhentian Setya Novanto tanpa aduan dan dengan aduan baru bisa dilakukan apabila ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan bahwa Novanto sudah menerima surat resmi penetapan tersangka dari KPK. Sesuai dengan apa yang dikatakan Idrus kemarin dalam rapat pleno bersama fraksi Partai Golkar, ia akan meminta Ketua Bidang Hukum dan HAM Golkar untuk bersama-sama membentuk tim advokasi dalam mengkaji surat penetapan tersebut.

“Satu-dua hari ini tentu kami akan melaporkan kembali hasil kajian dan melakukan langkah-langkah yang berdasar hukum memang kita lakukan,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto