tirto.id - Leonardo DiCaprio adalah aktor kenamaan berdarah Italia-Jerman yang peduli dengan lingkungan. Itu ia tunjukkan lewat berbagai unggahan di Instagramnya, @leonardodicaprio.
Salah satu yang ia soroti baru-baru ini adalah Bantar Gebang, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) yang terletak di Kota Bekasi, Jawa Barat, yang dianggap "tempat sampah terbesar di dunia". Unggahannya 'dibanjiri' komentar dan like.
TPST Bantar Gebang juga disinggung National Geographic, salah satu media internasional yang fokus memublikasikan isu lingkungan. Barangkali Leo tahu lokasi ini dari Natgeo, mengingat unggahan Natgeo satu hari lebih dulu ketimbang unggahan Leo.
Bantar Gebang ramai dibahas kembali. Kini bukan hanya oleh orang Indonesia, tapi publik internasional.
Meski ada di Bekasi, penyumbang terbesar sampah Bantar Gebang adalah DKI Jakarta. Ibu kota Indonesia ini mengirim 8.000-an ton sampah per hari, berasal dari sampah rumah tangga (60 persen), hingga sampah perkantoran atau restoran.
Dengan volume sampah yang diprediksi terus bertambah, Bantar Gebang barangkali tidak akan lagi mampu menampung sampah pada 2021. Bukan hanya dari Jakarta, tapi juga tempat lain.
Tidak ada kebijakan khusus setelah status Bantar Gebang jadi 'internasional' karena unggahan Leo dan Natgeo. Pemprov DKI sudah berupaya sekurang-kurangnya mengurangi sampah.
Salah satunya menjalankan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak Maret lalu. Pemprov DKI juga tengah membangun Intermediate Treatment Facility (ITF), yang mekanismenya serupa PLTSa. Fasilitas ini akan rampung 2021 dan baru beroperasi satu tahun setelahnya.
Mengurangi Sampah
Selain mengandalkan PLTSa dan ITF, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga menelurkan Samtama, singkatan dari 'sampah tanggung jawab bersama', yang tujuannya agar masyarakat turut serta mengurangi dan mengolah sampahnya sendiri.
"Samtama melalui RW-RW percontohan, pengurangan sampah sejak di sumber sampah yang nantinya diduplikasi di RW se-Jakarta. Ada juga pengembangan bank sampah, pengembangan TPS 3R (Recycle Center), hingga kampanye dan menyusun regulasi pembatasan penggunaan plastik sekali pakai," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih lewat pesan tertulis yang diterima reporter Tirto, Senin (9/9/2019) pagi.
Samtama didukung UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah yang, menurut Warih, memang dirancang dengan 'paradigma baru': mengurangi sampah sejak dari hulu.
"Kami kembangkan dengan berkolaborasi bersama masyarakat. Sehingga sampah yang dihasilkan berkurang dan minim yang harus diangkut ke TPA untuk diolah," katanya.
Warih lalu mengatakan jumlah sampah memang terus bertambah. Pada 2014, sampah Jakarta mencapai 6.500 ton per hari, dan tahun ini sudah mencapai 8.400 ton per hari. Itulah yang DKI 'setor' ke Bekasi setiap hari.
Perlu Lebih
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Ahmad mengatakan solusi pengelolaan sampah dari Pemprov DKI rentan memunculkan masalah baru.
"ITF itu bukanlah solusi," kata Tubagus kepada reporter Tirto. ITF justru berpotensi memperparah udara Jakarta karena "bahan bakunya adalah sampah, bikin udara kotor."
Sebaiknya yang perlu difokuskan Pemprov DKI Jakarta adalah memastikan para produsen sampah seperti ritel membatasi produksi plastik sekali pakai. "Sedangkan di tingkat [pemerintah] pusat, kebijakan akan tanggung jawab produsen harus segera dikeluarkan."
Tanggung jawab dan kewajiban produsen yang dimaksud Ahmad sudah tertera di PP Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Dalam PP tersebut, terdapat kewajiban produsen untuk mendaur ulang sampah. Di antaranya: "menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang," dan/atau "menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang."
"Namun untuk peraturan itu, dibutuhkan peraturan teknisnya yang diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Permen. Isi Permen-nya mengatur teknis PP tadi. Ini yang sampai sekarang belum dikeluarkan," katanya.
"Yang perlu dilakukan adalah memperbaiki tata kelola persampahan hulu-hilir," pungkasnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri