Menuju konten utama

Seruan #DeleteFacebook Muncul Usai Geger Data Cambridge Analytica

Pendiri WhatsApp Brian Acton menyerukan pada sekitar 21.000 pengikutnya untuk menghapus dan memboikot Facebook.

Seruan #DeleteFacebook Muncul Usai Geger Data Cambridge Analytica
Ilustrasi orang menggunakan Facebook. Getty Images/iStock Editorial

tirto.id - Orang-orang di media sosial mulai ramai mendesak agar para pengguna melakukan #DeleteFacebook atau #BoycottFacebook sebagai respons soal Cambridge Analytica.

Firma yang ditunjuk Donald Trump untuk mengurusi kampanye pada pemilihan lalu itu terindikasi kuat telah melakukan pengambilan data pribadi pengguna Facebook secara ilegal.

Seruan mengejutkan itu semakin menjadi-jadi karena diikuti pula oleh pendiri WhatsApp Brian Acton. Ia meminta pada sekitar 21.000 pengikutnya untuk menghapus atau menutup akun Facebook.

Seperti dilansir BBC, tiga tahun setelah Facebook membeli WhatsApp seharga $19 miliar, Acton meninggalkan perusahaan pada tahun 2017. Ia mulai mendirikan The Signal Foundation. Sementara pendiri WhatsApp lainnya, Jan Koum, masih memimpin perusahaan dan duduk di dewan Facebook.

"Sudah waktunya," Acton menulis lewat akun Twitter-nya, menambahkan hashtag #DeleteFacebook. "Kita semua telah pindah dari MySpace, kita juga bisa pindah dari Facebook."

#DeleteFacebook semakin mendapatkan daya tarik setelah satu pengguna Twitter mengutip sebuah wawancara dengan Theresa Wong tentang Cambridge Analytica dari BBC Stories tahun 2017.

Kutipan itu menyimpulkan bahwa Facebook berperan dalam kemenangan Donald Trump pada pada pilpres AS 2016. "Facebook adalah mitra kami," dan "Tanpa Facebook kami tidak akan menang," demikian tulis kutipan itu diserta hashtag #DeleteFacebook, sebagaimana diwartakan BBC.

Acton bukanlah mantan eksekutif Facebook pertama yang mengekspresikan kegelisahan tentang perusahaan itu setelah meninggalkannya.

Tahun lalu, mantan Head of Growth Facebook Chamath Palihapitiya memunculkan pernyataan provokatif.

"Kami telah menciptakan alat yang merobek struktur sosial dari bagaimana masyarakat bekerja," katanya seperti dikutip The Verge.

Facebook sudah mengetahui tentang kebocoran data pada tahun 2015. Namun, publik mulai memusatkan perhatian setelah muncul laporan tentang Cambridge Analytica di New York Times dan Observer selama akhir pekan lalu.

Cambridge Analytica didanai sebagian oleh Robert Mercer, yang menyumbangkan uang untuk kampanye pemilihan Presiden Trump. Firma ini juga membantu kampanye Trump menargetkan iklan politik di Facebook.

Meski begitu, Cambridge Analytica membantah telah menggunakan data pengguna Facebook yang didapat dalam insiden ini untuk kampanye Trump.

Hingga saat ini, CEO Facebook Mark Zuckerberg dan COO Sheryl Sandberg tetap diam sejak skandal ini mencuat. Sikap itu mengundang kritik lebih dari analis dan investor.

"Mark, Sheryl, dan tim mereka bekerja sepanjang waktu untuk mendapatkan semua fakta dan mengambil tindakan yang tepat untuk bergerak maju, karena mereka memahami keseriusan masalah ini," kata juru bicara Facebook, mengutip laporan The Guardian.

"Seluruh perusahaan sangat marah karena tertipu. Kami berkomitmen untuk menegakkan kebijakan kami dengan kuat guna melindungi informasi orang-orang dan akan mengambil langkah apa pun yang diperlukan untuk mengatasi kejadian ini."

Baca juga artikel terkait FACEBOOK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Teknologi
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari