tirto.id - Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno akan menghapuskan sistem alih daya alias outsourcing jika nanti terpilih sebagai Presiden-Wakil Presiden RI 2019-2024. Hal ini secara spesifik akan dijabarkan Sandiaga dalam debat ketiga yang digelar Ahad, 17 Maret nanti.
"Kami ingin sampaikan bahwa outsourcingInsya Allah akan kami hapuskan," ujar Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2019) lalu.
Prabowo sendiri sempat mengucapkan janji itu kala menghadiri peringatan Hari Buruh Sedunia (May Day) yang digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), 1 Mei tahun lalu. Sebelumnya KSPI memang meminta penghapusan outsourcing dalam kontrak politik dengan Prabowo.
Janji inilah, kata Andre, yang akan tetap dipegang oleh Prabowo-Sandiaga dan akan dilakukan secara secara bertahap ketika terpilih. Janji ini pula tercatat dalam “Buku Biru” yang berisi visi misi mereka.
"Menghentikan kebijakan outsourcing yang merugikan pekerja, serta mengutamakan tenaga kerja lokal dibanding tenaga kerja asing dalam pembukaan lapangan pekerjaan baru," demikian tertulis dalam buku itu.
Tapi janji ini diragukan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI). Sekjen KPBI Damar Panca Mulya bilang “kami tak percaya mereka akan menghapusnya” karena pada dasarnya Prabowo-Sandi berasal dari dan berpihak kepada pemilik modal.
"Berat merealisasikannya. Siapa pun presidennya," kata Damar kepada reporter Tirto, Jumat (15/3/2019).
Damar mengatakan itu berat karena sistem alihdaya memang selama ini legal lewat UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Menghapus outsourcing artinya kudu mengubah aturan tersebut, dan dengan begitu kubu Prabowo harus bisa menguasai atau mempengaruhi mayoritas parlemen.
Outsourcing juga merupakan poin penting dalam skema neoliberalisme. Mencoba menghapus outsourcing, dengan demikian, akan ditentang keras oleh mereka yang diuntungkan dari sistem itu: pengusaha.
Hal ini sempat dikatakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Direktur Eksekusif Apindo Danang Girindrawardana bilang justru outsourcing akan semakin dibutuhkan di era industri 4.0 seperti saat ini. Dia juga menyebut justru sistem outsourcing akan terus jadi kecenderungan global.
Kendati demikian, Damar menilai bahwa tuntutan KSPI wajar belaka sebagai organisasi yang menyuarakan hak-hak pekerja di Indonesia.
Hal serupa sempat diungkapkan Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos. Dia bilang apa yang dikatakan Prabowo-Sandi dan timnya hanya sekadar janji manis.
“Namanya kampanye, mereka akan selalu mencari lumbung suara,” katanya.
Keraguan juga datang dari Juru bicara tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Irma Suryani Chaniago. Dia mengatakan janji Prabowo-Sandiaga harusnya bisa lebih realistis dan tak sekedar populis.
Memang, kata dia, pelaksanaan outsourcing saat ini masih belum ideal. Banyak bidang yang tak seharusnya dialihdaya tapi ternyata tetap diberikan ke pihak ketiga. Namun bukan berarti yang dihapus adalah sistemnya itu sendiri. Lagipula, proses pengubahan aturan juga tak semudah membalikkan telapak tangan lantaran harus disetujui oleh banyak fraksi di parlemen.
"Yang realistis sajalah. Kalau Presiden ingin ubah sendiri Undang-Undang tanpa persetujuan parlemen, ya otoriter namanya," ujar Irma.
Selain itu, penghapusan sistem outsourcing juga akan mengganggu iklim usaha di Indonesia lantaran membuat para pengusaha terbebani.
"Yang harus kita bicarakan sekarang kan bagaimana usaha-usaha itu tetap eksis dan tidak mengganggu iklim usaha tapi pekerja tetap terlindungi hak-hak dan terjamin kesejahteraannya," ucap kader partai Nasdem tersebut.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino