tirto.id -
Sebab, untuk beberapa sektor pekerjaan, sistem outsourcing memang diperlukan bagi perusahaan. Misalnya, petugas keamanan yang membutuhkan pelatihan khusus dari penyedia tenaga kerja yang menyalurkan.
Perbaikan pada sistem outsourcing atau alih daya, menurut Huda, memang dibutuhkan namun hal tersebut harus dilihat dari akar persoalannya, yakni out put barang dan jasanya.
Karena itu, Indef menilai, janji yang diumbar Prabowo karena telah meneken kontrak politik dengan para buruh tersebut tak realistis.
"Maka dari itu, praktik ini harus dimulai dari akarnya. Bukan di penguatan serikat pekerja namun lebih kepada perbaikan di pasar output-nya. Hal ini dapat membuat daya tawar tenaga kerja lebih baik," ujar Nailul kepada reporter Tirto, Jumat (15/3/2019).
Saat ini, jelas Nailul, pasar tenaga di Indonesia kerja sangat tergantung dari bentuk di pasar output-nya. Jika pasar output-nya berbentuk oligopoli atau monopoli, maka biasanya permintaan tenaga kerjanya akan lebih rendah dari seharusnya.
Dengan kondisi tersebut, yang terjadi selanjutnya adalah daya tawar tenaga kerja akan rendah. Hal ini terjadi di Indonesia di mana rata-rata pasar output-nya berbentuk oligopoli atau beberapa perusahaan bekerja sama untuk menghasilkan tenaga kerja sendiri.
Jika sudah demikian, upah para pekerja akan selalu ditekan oleh perusahaan untuk meminimalkan ongkos operasional dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
"Daya tawar tenaga kerja kita sangat rendah. Salah satu cara perusahaan untuk terus menekan harga adalah mencari pekerja dengan sistem outsourcing. Bahkan beberapa perusahaan mempunyai perusahaan outsourcing sendiri untuk memperkuat daya tawar perusahaan ke pekerjanya," tuturnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH