Menuju konten utama

Apakah Pegawai Magang Dapat THR 2023, Termasuk Outsourcing?

Apakah pegawai outsourcing dapat THR dan bagaimana ketentuannya?

Apakah Pegawai Magang Dapat THR 2023, Termasuk Outsourcing?
ilustrasi uang. FOTO/iStockphoto

tirto.id - THR 2023 bagi pekerja dengan status outsourcing (alih daya), kontrak (PKWT) ataupun pekerja tetap (PKWTT) berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan. Sementara THR 2023 untuk pegawai magang tidak ada.

Pembayaran THR 2023 diatur dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2023/. Dimana, SE tersebut menerangkan bahwa pengusaha wajib untuk memberikan THR Keagamaan kepada pekerja.

Pekerja yang berhak menerima THR tahun 2023, salah satunya adalah pekerja outsourcing. Dengan catatan, terikat kontrak secara terus menerus, setidaknya selama sebulan penuh.

Adapun dalam mendapatkan THR, pekerja outsourcing akan menerimanya secara penuh. Bagi pengusaha, dalam memberikan THR tidak boleh dengan dicicil dan harus diberikan paling lambat H-7 Lebaran.

Ketentuan Pemberian THR 2023 untuk Pegawai Outsourcing

Aturan THR lebaran 2023, menurut Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2023/ Aturan tersebut menjelaskan tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan bagi pegawai outsourcing 2023. Adapun isi dari aturan tersebut, adalah:

1. THR Keagamaan diberikan kepada:

  • Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
  • Pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu tidak tertentu (PKWTT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
2. Besaran THR Keagamaan diberikan sebagai berikut:
  • Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.
  • Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan: masa kerja x 1 (satu) bulan upah.
3. Bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan dihitung sebagai berikut:

  • Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rala-rala upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
  • Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
4. Bagi pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil. Maka upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan upah rata-rala 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

5. Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR Keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana nomor 2 di atas. Maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan.

6. Bagi perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, maka upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR keagamaan bagi pekerja/buruh menggunakan nilai upah terakhir sebelum penyesuaian upah berdasarkan kesepakatan.

7. THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Sulthoni

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Sulthoni
Penulis: Sulthoni
Editor: Dipna Videlia Putsanra