Menuju konten utama

Senjata Pindad Dipakai Kombatan ISIS Marawi

Bagaimana SS1, senapan standar TNI & Polri, bisa pindah tangan begitu jauh dan dipakai milisi ISIS di Marawi dan Sultan Kudarat?

Senjata Pindad Dipakai Kombatan ISIS Marawi
Senjata yang berhasil diamankan dari perang di kota Marawi, salah satunya adalah senjata serbu SS1 buatan Pindad. FOTO/Facebook Harold Cabunoc (8/6/2017)

tirto.id - Letkol Harold Magallanes Cabunoc cukup populer di Filipina. Meski pangkatnya bukan jenderal, ia dikenal sebagai perwira merangkap blogger. Nama blognya, Ranger Cabunzky's. Di Facebook, Cabunoc memilik Fanpage yang disukai lebih dari 82 ribu akun.

Ulasan alumni Eisenhower Fellowships 2013 ini soal dunia kemiliteran Filipina sering dipuji. Contohnya soal senjata sniper Barrett yang sangat dibanggakan kelompok pemberontak di Mindanao.

Baca juga: Jejak Sniper yang Mengubah Jalan Perang di Marawi

Sejak Februari 2017, Cabunoc menjabat komandan Batalion Infanteri Makabayan ke-33. Wilayahnya mencakup dua provinsi: Sultan Kudarat dan Maguindanao. Meski jauh dari Marawi, 149 kilometer ke arah selatan, dua provinsi ini tetap mengerikan.

Saban seminggu sekali, Pejuang Kemerdekaan Islam Bangsamoro (BIFF)—yang terafiliasi dengan ISIS—kerap melancarkan aksi teror: menyerang polisi atau tentara. Itu tentu beban berat bagi Cabunoc untuk menjaga anak buahnya tetap aman.

Pada 8 Juni lalu, Cabunoc mengunggah foto senjata-senjata milik milisi ISIS sitaan anak buahnya. Sayang, ia tak memberi info detail di mana senjata itu didapatkan. Yang menarik dari tujuh senjata serbu itu—2 buah M16, 3 buah Karabin M4, 1 buah CAR-15—adalah satu di antaranya tampak seperti SS1 milik PT Pindad (Persero), perusahaan negara Indonesia berpusat di Bandung dan Malang yang memproduksi alat tempur militer.

Foto ini seketika memancing perdebatan. Topik diskusi seputar apakah senjata yang mirip Senapan Serbu 1 itu benar senapan bikinan PT Pindad atau FN-FNC (Fabrique Nationale Carabine) buatan Belgia?

Mundur jauh ke belakang, pada 1982, Indonesia membeli 10.000 pucuk senjata FN-FNC dan dua tahun kemudian PT Pindad membeli lisensinya untuk memproduksi dan menduplikasi senjata tersebut guna dijadikan senapan standar TNI/Polri. Karena itulah kenapa prototipe SS1 dan FN-FNC amat begitu mirip.

Seiring waktu, modifikasi-modifikasi kecil dilakukan. Dari sanalah kita bisa melihat perbedaan mencolok antara SS1 dan FN-FNC, khususnya pada front grip (pegangan muka pelatuk). Pada FN-FNC, alur lade (pelindung laras) horizontal searah laras. Sedangkan alur lade pada SS1 berbentuk vertikal mirip seperti pagar.

Menilik foto Cabunoc, front grip pada satu senjata serbu itu memang terlihat mirip SS1. Konfirmasi bahwa itu SS1 diutarakan langsung oleh Cabunoc.

Ketika dihubungi lewat pesan singkat, ia membenarkan senjata yang disita anak buahnya adalah SS1.

"Senjata SS1 yang disita itu kini sudah disimpan oleh Pasukan Operasi Gabungan Marawi. Silakan Anda berkoordinasi dengan Kantor Urusan Publik AFP (Militer Filipina) jika ingin tahu detail soal itu,” ucap Cabunoc kepada saya.

Ketika di Marawi, 22 Juli lalu—perjalanan 18 hari saya di selatan Filipina—saya sempat berdiskusi masalah SS1 dengan juru bicara Pasukan Operasi Gabungan Marawi, Letkol Jo-Ar Hererra, di pusat komando Capitol Hill, Provinsi Lanao del Sur.

Saya minta izin kepada Hererra agar diberi akses ke gudang tempat menyimpan senjata sitaan. Logikanya, dengan memegang senjata itu secara langsung, saya bisa melihat cap resmi PT Pindad dan nomor rangkanya.

“Sebelum Anda ke sana, saya harus menghubungi petugas di sana dan mencarikannya untuk Anda,” kata Hererra.

Namun, setelah menunggu lebih dari dua hari, izin itu tak kunjung diberikan.

“Senjata yang Anda minta dan disita oleh Cabunoc tidak ada di sini. Pasukan Cabunoc tidak beroperasi di Marawi tapi di Sultan Kudarat. Jika menyita senjata, mereka sendiri yang akan menyimpannya, tidak akan mungkin dibawa ke Marawi" kata Kapten Mike Malacad, staf humas AFP di Marawi.

Untuk bisa membuktikan ada sepucuk senjata SS1 disita di Marawi, rekan jurnalis Filipina membantu saya dengan menyodorkan banyak puluhan foto dan video saat proses rilis senjata sitaan dilakukan AFP. Beberapa hari sebelum kedatangan saya—dan sejumlah wartawan lain—Presiden Filipina Rodrigo Duterte berkunjung ke Marawi. Namun, hasilnya tetap nihil.

Potongan gambar SS1 itu akhirnya bisa dilihat lewat video yang dirilis Mocha Uson di Facebook. Mocha adalah penyanyi dan model cantik terkenal di Filipina. Ia dikenal sebagai propagandis Duterte dan diperkerjakan di Biro Kehumasan Istana Malacanang. Di video itu, Mocha disambut hangat oleh pasukan Filipina yang mengerubunginya.

Mata kamera lantas mengarah ke deretan senjata yang ditumpuk berjejer pada meja yang disusun melingkar. Kamera bergerak lamban mengambil gambar satu per satu senjata itu. Pada detik 1.17, terlihatlah senjata SS1. Terlihat kontras karena SS1 ditumpuk dengan senapan-senapan lawas yang masih berpopor kayu.

Tapi, berbeda dari SS1 di foto Cabunoc yang terlihat SS1-V2 atau berlaras lebih pendek, laras SS1 di video Mocha Uson lebih panjang seperti SS1-V1.

Aib Pindad di Captain Ufuk

Kemunculan SS1-V1 dipakai kelompok pemberontak Filipina bisa dilacak dari insiden penangkapan Kapal kargo M.V. Captain Ufuk pada 2009 di Pelabuhan Batangas, Filipina bagian utara.

Penangkapan Captain Ufuk jadi heboh karena belakangan diketahui bahwa kapal ini membawa senjata serbu milik Pindad sebanyak 20 boks kayu. Setiap kotak berisi lima pucuk SS1-V1 kaliber 5,56 lengkap dengan 15 magasin, lima bayonet, dan lima tali sandang.

Namun, yang lebih ramai, dari 100 pucuk senjata jenis SS1-V1 itu, hampir separuhnya raib entah kemana. Alhasil, yang disita Polisi Filipina hanya 50 pucuk SS1-V1. Tudingan bahwa sisa senjata jatuh ke tangan pemberontak pun muncul.

Mengutip Philstar, aparat penjaga pantai Filipina sebelumnya mengakui telah terjadi pergantian kapten kapal Captain Ufuk. Kapten kapal asal Inggris Bruce Jones diganti oleh John Lawrence Burne.

Jones kabur meninggalkan kapal dengan menumpang perahu kecil. Senjata kiriman yang raib telah dipindahkan ke perahu kecil yang datang dari Subic Bay Yacht Club dan terindikasi dibawa ke Filipina selatan.

Di Indonesia, keterlibatan PT Pindad membikin DPR buka suara. Yang paling vokal menyuarakan isu tersebut saat itu adalah Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, Yusron Ihza Mahendra.

“Oh, iya, saya ingat kasus itu cukup heboh,” kata Yusron saat saya bertanya dan mengingatkan kasus tersebut, baru-baru ini. “Setahu saya, Pindad memang tidak salah. Salah itu di Filipina,” ucapnya, lagi.

Majalah Tempo pernah menurunkan isu ini dalam laporan mendalam berjudul “Pesanan Bodong dari Manila” pada edisi 7 September 2009. Kepada redaksi Tempo, PT Pindad menyatakan pesanan dari Filipina hanyalah pembelian pistol P2, sementara senjata laras panjang tipe SS1-V1 adalah pesanan dari pemerintah Mali, Afrika Barat.

Meski begitu, agen pembelian tetap dipegang seseorang yang mengaku bernama William Nestor del Rosario dari perusahaan agen senjata Red White Blue (RWB) Arms Incorporated, yang berkantor di kawasan bisnis Makati, Manila. Semua proses pemesanan dilakukan secara legal dan menyertakan izin dari Kepolisian Filipina dan Departemen Keamanan Dalam Negeri Republik Mali.

Dalam kontrak itu, Rosario meminta pengiriman senjata menggunakan sistem FOB alias free on board. Artinya, Pindad hanya bertanggung jawab mengurus pengiriman dari pabrik mereka di Bandung hingga Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

“Artinya, jika terjadi sesuatu di laut lepas, setelah keluar dari Tanjung Priok, itu bukan kewenangan kami,” kata Sekretaris perusahaan Pindad Ahmad Jaelani kepada Tempo.

Teka-teki kemana puluhan pucuk SS1-V1 di Captain Ufuk hampir saja terbongkar pada 2010. Saat itu, setelah setahun menghilang, Kapten Bruce Jones akhirnya muncul ke media. Kepada Bulletin, ia bersedia menjadi justice collaborator—saksi pelaku yang mau bekerja sama demi memecahkan sebuah kasus—asalkan aparat memberinya perlindungan keamanan dan jaminan hukum.

Namun, beberapa pekan setelah ia berbicara ke media, Bruce tewas ditembak oleh pengendara motor tak dikenal. Dugaan kuat, Bruce ditembak oleh sindikat internasional perdagangan senjata ilegal.

Alhasil, misteri kemana sisa SS1-V1 yang hilang sampai sekarang belum terpecahkan. Teori saya, kemungkinan salah satu senjata itu berasal dari peristiwa 2009, bagian kecil dari puluhan senjata sitaan milik ISIS di Marawi.

Infografik HL Indepth Marawi

Apa Mungkin SS1 dibuat oleh Pabrik Rumahan, atau Justru Diselundupkan?

Bagaimana dengan SS1-V2 laras pendek yang disita oleh pasukan Cabunoc?

Varian ini tak masuk dalam paket yang dikirim dari Bandung ke Filipina pada 2009 .

Filipina dikenal sebagai surga kulakan senjata. Selain senjata standar bikinan produsen resmi, banyak pula senjata dibikin dan dimodifikasi secara rumahan. Bengkel senjata rumahan ini lazim disebut paltik. Banyak paltik-paltik terbaik bukan berasal dari Mindanao, melainkan Cebu—salah satu provinsi paling maju di Filipina.

Saya sempat mendatangi sebuah paltik di Datu Odin Sinsuat, Maguindanao, salah satu provinsi di Region Otonomi Muslim Mindanao.

Darurat Militer yang diterapkan Duterte di seluruh Pulau Mindanao sejak konflik Marawi meletus pada Mei 2017 membuat paltik yang saya temui untuk sementara waktu tidak beroperasi.

Kata sang pemilik, Archie, ia bisa kapan saja digerebek dan diperas oleh polisi dan militer jika tetap nekat memproduksi senjata.

“Akan lebih berbahaya. Kami hanya pembuat senjata. Kami bukan teroris,” katanya.

Ia menuturkan sudah berpengalaman membikin senjata selama lebih dari 15 tahun. Selain revolver, ia biasa membuat dan memodifikasi M-16, AR-15, atau Karabin M4.

Namun, ketika ditanya apakah mungkin ia bisa membuat dan memproduksi SS1, ia menggelengkan kepala.

“FNC? Saya tidak bisa,” ujarnya, menyebut model senjata buatan Belgia yang diduplikasi oleh Pindad sebagai SS1. “Untuk menduplikasi senjata tidaklah mudah. Butuh waktu trial and error yang lama.”

“Kami tidak ada waktu melakukan itu. Lagi pula, senjata itu tidak begitu laku di sini. Lebih baik membuat senjata yang diminati banyak orang,” katanya.

Berbeda dari Filipina, di Indonesia, varian senapan serbu yang dipakai pemberontak bukanlah hal tabu.

Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, menjadikan SS2 sebagai senjata favoritnya. Di Papua, gerilyawan OPM sering terlihat menenteng SS1. Saat konflik Aceh, banyak tokoh GAM membawa senapan serbu ini.

Tidak menutup kemungkinan SS1-V2 yang ditemukan di Sultan Kudarat dibawa langsung dari Indonesia dan berpindah-pindah tangan hingga akhirnya tiba di sana. Apalagi, saat konflik Poso dan Ambon, banyak senjata SS1 pindah tangan dan berakhir ke tangan para kombatan yang hilir mudik ke Mindanao lewat Bitung-Gensan.

Anda bisa mendengar kisah penyelundupan senjata dari Mustajo Taguere Mediang, tetua Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) yang paling dihormati di General Santos.

Mediang kini sudah tua dan berkata lelah untuk terus berperang. Ia memilih mendekat ke pemerintah. Saat berjumpa dengan saya, ia begitu membanggakan cucunya yang kini jadi anggota Marinir Filipina—kesatuan elite dalam tubuh pasukan militer Filipina.

Semula Mediang dikenal perompak dan penyelundup senjata. Ia pernah ditangkap dan ditahan di Manado selama beberapa pekan. Koneksinya yang luas membuat ia kembali bebas. Berkaca dari pengalamannya, kata Mediang, tidaklah sulit menyeludupkan senjata di perbatasan Filipina-Indonesia.

“Dalam beberapa kasus, biasanya senjata dimasukkan ke dalam karung beras atau ditumpuk bersama ikan di storage. Namun, itu adalah cara yang amatir,” ucap Mediang di kediamannya di Calumpang, Gensan.

“Apakah Anda tahu ada seribu cara untuk melakukan itu. Ini jadi pekerjaan sulit bagi pemerintah saya dan Anda,” tambahnya.

Respons dari Pindad

Soal temuan SS1 yang dipakai di Filipina Selatan, saya coba klarifikasi ke pihak Pindad.

Sejak Selasa pekan lalu, 15 Agustus, saya mengirimkan surat permohonan wawancara kepada humas untuk menemui Ade Bagdja, direktur teknologi dan pengembangan PT Pindad. Sampai laporan ini dilansir, surat tersebut belum direspons.

Saya bertanya kepada sekretaris perusahaan, Bayu A. Fiantoro, dan ia menjawab bahwa informasi soal ini baru ia dengar.

“Terus terang, kok saya baru dengar berita ini. Jadi agak sulit mengonfirmasi," kata Bayu.

“Kita agak sulit mengonfirmasi karena semua peredaran senjata organik sepengetahuan TNI. Oleh karena itu, kita sangat terbuka jika dari pihak TNI maupun Kemenhan (Kementerian Pertahanan) meminta kita untuk menyelidiki lebih lanjut.”

Baca juga 6 seri laporan Tirto, 9 Agustus lalu: Selamat Datang di Marawi, 'Kota Hantu' Penuh Peluru

============

Keterangan foto: Senjata yang berhasil diamankan dari krisis di Kota Marawi, salah satunya Senapan Serbu 1 buatan Pindad. FOTO/Facebook Harold Cabunoc (8/6/2017)

Baca juga artikel terkait MARAWI atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Politik
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam