Menuju konten utama
Momen Reflektif Idulfitri

Seni Memaafkan Diri Sendiri

Be gentle to yourself. Kita adalah insan yang bertumbuh. Maafkan dirimu yang lalu, ayo berlatih jadi pribadi yang lebih welas asih.

Seni Memaafkan Diri Sendiri
Header diajeng Memaafkan Diri Sendiri. tirto.id/Quita

tirto.id - Perayaan Idulfitri mustahil dipisahkan dari tradisi silahturahim dan saling memaafkan, baik itu dengan keluarga atau orang-orang di sekitar kita.

Di tengah kesibukan berkunjung ke rumah sanak saudara atau berkirim pesan untuk mengucapkan selamat hari Lebaran, pernahkah terlintas di benakmu: kesalahan orang lain saja kamu maafkan, bagaimana dengan kesalahan atau penyesalan pada dirimu sendiri?

Atau jangan-jangan pertanyaan itu juga malah baru bikin kamu tersadar?

Realitanya, memaafkan diri sendiri sering luput dari perhatian cukup banyak orang.

"Proses melihat ke dalam diri sendiri sering terlupakan, orang-orang malah cenderung sibuk melihat ke luar (orang lain)," kata Rina Eko Widarsih, M.Psi., Psikolog dari RSJ Grhasia, Yogyakarta.

Tak kepikiran untuk memaafkan diri sendiri bukannya tanpa sebab. Rina membeberkan, hal itu terjadi karena memaafkan diri sendiri bukanlah sebuah proses mudah yang bisa dilalui oleh setiap orang.

Bagaimana tidak sulit? Proses memaafkan diri sendiri melibatkan upaya untuk mengalahkan ego karena melibatkan pengakuan atas kesalahan termasuk pengakuan bahwa kamu juga perlu berubah.

Proses ini berpotensi lebih menantang karena bisa jadi seseorang belum siap. Akibatnya, ketidaksiapan itu justru semakin menimbulkan perasaan bersalah, penyesalan, atau lebih buruk lagi: membenci diri sendiri.

"Lalu dalam prosesnya pun, seseorang perlu untuk hening dan diam untuk bisa memaafkan diri sendiri, yang itu lebih susah dibandingkan memaafkan atau meminta maaf pada orang lain," papar Rina.

Tantangan lain dalam memaafkan diri sendiri adalah tidak semua orang mampu mengenali emosi mereka.

Hal tersebut sering dialami seseorang karena semasa kecil, orang tua atau lingkungan terdekat kurang memberikan latihan untuk mengenali emosi. Oleh karena itu, semua emosi terbiasa hanya dipendam.

Padahal, mengenali emosi sendiri itu sendiri menurut Rina dapat menjadi pintu masuk yang akan mempermudah proses memaafkan diri sendiri.

Sebagaimana pernah disampaikan dalam hasil riset di Emotion Review (2018), mengidentifikasi dan memberi label pada emosi dapat membantu mengurangi dan mengatur emosi dengan lebih baik, termasuk emosi yang terkait dengan perasaan bersalah dan malu.

"Untuk memaafkan diri sendiri perlu jujur dengan diri sendiri dan menyadari emosi, apakah itu bahagia, sakit hati, sedih, dan lain sebagainya," ungkap Rina.

Rina meneruskan, "Makin spesifik emosi yang disadari itu makin bagus karena makin mendekatkan dengan proses memaafkan diri sendiri."

Diajeng Memaafkan Diri Sendiri

Ilustrasi Wanita duduk di bawah pohon. FOTO/iStockphoto

Kalaupun kamu masih kesulitan mendefinisikan emosi yang sedang dirasakan dengan kata-kata, yang paling penting adalah kamu menyadari perasaan tersebut.

Barulah setelah proses tersebut bisa dilalui, kamu dapat melangkah ke fase selanjutnya: mengakui emosi dan menerima emosi tersebut. Misalnya, “Oh, iya aku sedang terluka, sedih, dan tidak baik-baik saja.” Seiring itu, proses memaafkan pun cenderung menjadi lebih mudah.

"Dengan menerima emosi, seseorang menerima kenyataan yang terjadi sehingga bisa melepaskan emosi yang menghambat diri dan kemudian secara perlahan mampu memunculkan keberdayaan dirinya," papar Rina.

Menariknya, bukan hanya manfaat itu saja yang bakal kamu rasakan.

Menurut Rina, dengan memaafkan diri sendiri, kita dapat berlatih untuk welas asih terhadap diri sendiri sehingga lebih bisa bersikap lembut dan tidak selalu menilai diri dengan buruk.

Terkadang, atau lebih seringnya, kita tanpa sadar sudah terlalu keras terhadap diri sendiri.

Sampai-sampai ada ungkapan yang bisa menggambarkan situasi tersebut: we are our own worst critic-kita adalah pengkritik terhebat untuk diri sendiri.

Dikutip dari situs Everyday Health, memaafkan diri sendiri juga membantu kamu mengelola stres.

Riset menunjukkan, berapa pun usianya, seseorang yang mampu memaafkan mengalami penurunan persepsi terhadap stresnya sendiri—yang juga menyebabkan penurunan gejala kesehatan mental. Sebaliknya, membiarkan stres dalam diri justru menimbulkan efek negatif pada sistem di seluruh tubuh.

Peneliti menemukan pula, perempuan dengan kadar kortisol tinggi dari waktu ke waktu memiliki daya ingat yang lebih buruk. Kortisol—hormon yang dilepaskan ketika sedang stres—yang dapat mengecilkan ukuran otak, termasuk hipokampus yang bertanggung jawab mengubah pengalaman menjadi kenangan.

Terkait hubungan stres-kortisol, Everett L. Worthington Jr., PhD di Virginia Commonwealth University menyampaikan, ketidakmampuan memaafkan dan melepaskan stres berpotensi memengaruhi ingatan.

Kortisol juga menimbulkan kekacauan di bagian lain tubuh dan dapat memengaruhi sistem kekebalan pada tingkat sel. Akibatnya, bukan tidak mungkin timbul kerusakan luas pada seluruh bagian tubuh yang terkoneksi dengan sistem kekebalan, mulai dari sistem seksual dan reproduksi, sistem pencernaan, hingga kemampuan melawan penyakit.

Masih berkaitan dengan manfaat memaafkan, Worthington mengatakan itu pun bisa mengaktifkan sistem saraf parasimpatis yang dapat berpengaruh pada fungsi kardiovaskular. Itu terjadi ketika pernapasan dan detak jantung melambat serta meningkatkan pencernaan.

Diajeng Memaafkan Diri Sendiri

Ilustrai Menyentuh lavender. FOTO/iStockphoto

Nah, kapan waktu yang tepat untuk mulai belajar memaafkan diri sendiri?

Sebenarnya, memaafkan diri sendiri dapat dilakukan kapan saja. Meski begitu, menurut Rina, momen Lebaran mungkin adalah waktu yang paling tepat untuk memulai.

"Ibarat semesta mendukung, momen Idulfitri ini sebelumnya didahului dengan ibadah puasa di mana kita diajak untuk menahan diri sehingga energinya saat itu sebenarnya dapat digunakan untuk berpikir, lebih tenang, dan berkontempelasi. Jadi harapannya momen tersebut juga bisa digunakan untuk fokus terhadap diri sendiri," paparnya.

Ya, Lebaran dapat menjadi momen pengingat dan titik balik untuk move on dari kesalahan yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

Ingat, setiap orang menjalani proses bertumbuh, termasuk dirimu. Dengan memahami hal tersebut, kamu dapat menerima pula bahwa semua keputusan, termasuk kesalahan di masa lalu, juga dilakukan berdasarkan dengan kemampuan pemahaman atau wawasan yang kamu punya saat itu.

Saat sudah bisa menerima kenyataan tersebut, berdamai dengan pikiran-pikiran penuh penyesalan atas masa lalu seperti, “Ah, coba dulu aku tidak boros,”, “Seandainya saja aku lebih berusaha”, ‘Kalau saja aku tidak resign,’ akan terasa lebih mudah.

"Dan saat sudah bisa lebih welas asih terhadap diri sendiri itu menjadi sebuah tanda bahwa kamu sudah berhasil memaafkan diri sendiri,” kata Rina.

Tentu, memaafkan diri sendiri tergolong proses yang sulit dilakukan. Namun, dengan mengupayakannya, kamu akan menerima sederet manfaat fisik maupun mental.

Di tengah hiruk-pikuk dunia, tak ada salahnya bukan untuk mulai mencoba merangkul dan memberikan kedamaian pada diri sendiri?

Baca juga artikel terkait DIAJENG atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Diajeng
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih