tirto.id - Saban datang mengunjungi Indonesia, Emanuel Shahaf biasanya memberi tahu saya. Bahkan pada 2015, dalam satu kesempatan, ia mengundang saya ke sebuah acara yang dihadiri pengusaha Israel, Jonathan Medved. Orang yang disebut terakhir datang menjadi pembicara dalam bedah buku Start-up Nation: Kisah Keajaiban Ekonomi dan Inovasi Israel (2015) karangan Dan Senor dan Saul Singer di sebuah tempat di Jakarta.
Senor, mantan pejabat kebijakan luar negeri di pemerintahan Amerika Serikat, dan Singer, mantan editor harian The Jerusalem Post, mengisahkan dalam buku itu bagaimana Israel, yang dikeliling para musuh dan tanpa sumberdaya alam, menghasilkan jumlah perusahaan rintisan (start-up) terbesar kedua di dunia sesudah Amerika Serikat, mencapai pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Jon Medved ialah pendiri sekaligus direktur utama OurCrowd, perusahaan ekuitas yang dibuat sekelompok investor untuk menyediakan modal bagi perusahaan-perusahaan rintisan tahap awal. Business Insider pernah menulis bahwa OurCrowd salah satu dari 27 perusahaan rintisan di Israel. Perusahaan ini didirikan Medved bersama Steven Blumgart pada Februari 2013. OurCrowd berkantor pusat di Yerusalem dan memiliki cabang di San Diego, New York, dan Sydney.
Sekitar November 2016 lalu, direktur komunikasi OurCrowd, Leah Stern, mengontak saya melalui pesan WhatsApp: “Jon Medved akan ke Indonesia, bisakah kamu memberikan alamat emailmu?” Ini adalah lawatan kedua bagi Medved ke Indonesia dan saya memang berencana melakukan wawancara khusus dengan Jon Medved. Melalui Leah, saya meminta bantuan agar wawancara itu terlaksana. Namun, tak ada kabar lanjutan soal kedatangan bosnya ke Jakarta. Leah pun tak mengabari saya.
Sejatinya, kunjungan para pengusaha Israel ke Jakarta untuk urusan dagang bukan hal baru.
Emanuel Shahaf, salah satunya. Ia ke Indonesia dalam beberapa kali kesempatan. Meski tak pernah mengungkapkan tujuannya kepada saya, Emanuel—CEO Technology Asia Consulting Ltd—pernah berujar kepada saya soal hubungan dagang antara Indonesia dan Israel. Banyak pertukaran komoditas perdagangan kedua negara tersebut.
“Indonesia mengekspor komoditas seperti furnitur, bahan makanan ke Israel, dan Israel mengekspor barang-barang berteknologi tinggi,” ujarnya.
Indonesia memang mengirim bahan makanan ke Israel. Salah satu produk makanan kacang menggunakan bahasa Ibrani dan bertuliskan nama Indonesia dengan gambar patung Buddha dijual di Israel. Hubungan dagang Indonesia dan Israel itu memang nyata, tapi sampai saat ini tak pernah terbuka.
“Israel selalu mempunyai ketertarikan tersendiri untuk menjalani hubungan perdagangan dengan Indonesia,” kata Emanuel.
Diam-diam Menguntungkan
Hubungan dagang Indonesia dan Israel berlangsung diam-diam sepanjang waktu. Tidak ada hubungan diplomatik kedua negara menjadi faktor pengusaha Indonesia maupun Israel melakukan perdagangan secara sembunyi-sembunyi. Lewat negara ketiga lah mereka melakukan kontak dagang dan saling bertukar komoditas.
Catatan data Kementerian Perdagangan menyebutkan hubungan dagang kedua negara ini. Neraca perdagangan kurun lima tahun memperlihatkan pasang surut hubungan dagang kedua negara. Pada 2011, misalnya, total perdagangan Indonesia-Israel mencapai 170,62 juta dolar AS dengan total nilai ekspor 159,61 juta dan impor 11,01 juta.
Hubungan dagang ini menurun pada 2014 dengan nilai total perdagangan 152,77 juta dolar AS. Namun, pada 2015, angkanya naik signifikan. Pada tahun itu, total perdagangan Indonesia-Israel mencapai 194,43 juta atau setara Rp2,5 triliun. Jumlah itu terdiri nilai ekspor 116,70 juta dolar AS dan impor 77,73 juta.
Hubungan dagang keduanya tak hanya dalam sektor migas dan non-migas. Dalam data Kementerian Perindustrian, Indonesia juga menerima impor alat olahraga, musik, pendidikan, dan mainan asal Israel. Pada 2012, misalnya, nilai impor untuk item itu mencapai 3,4 juta dolar AS. Ia menurun pada 2013 ($857 ribu) dan 2015 ($554 ribu).
Emanuel mengatakan, perdagangan Indonesia dan Israel mencapai puncak pada 2008. Pada tahun itu nilai perdagangan kedua negara mencapai 900 juta dolar AS dengan rincian nilai ekspor Indonesia 800 juta dan ekspor Israel 100 juta. “Untuk sekarang nilainya mengecil,” ujar Emanuel.
Di Asia, sejatinya bukan hanya Indonesia melakukan hubungan dagang dengan Israel. Data yang diperoleh menunjukkan ada 20 negara di Asia lain melakukan hubungan dagang dengan Israel. Mereka adalah Armenia, Azerbaijan, Cina, Filipina, Georgia, Hong Kong, India, Jepang, Kazakhstan, Korea Selatan, Malaysia, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, Turkmenistan, Uzbekistan, Vietnam, dan Yordania. Dalam data itu, pada 2016, ekspor Indonesia ke Israel mencapai 4,7 juta dolar AS. Sementara nilai impor barang Israel sebesar 0,8 juta dolar AS. Kode negara hubungan dagang Indonesia-Israel adalah 303.
Ketika meminta konfirmasi ke juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Christiawan Nasir, soal data neraca perdagangan dan hubungan dagang Indonesia-Israel itu, jawaban yang saya peroleh via pesan WhatsApp: “Yang mengetahui jumlah perdagangan dan produknya Kementerian Perdagangan.”
“Apakah hubungan dagang itu resmi?”
“Maksudnya resmi?” tanya Arrmanatha balik.
Saya menjelaskan, setelah terbit pencabutan surat larangan dagang dengan Israel di bawah Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, setahu saya tidak pernah ada lagi larangan dagang dengan Israel. (Surat larangan dagang dengan Israel dicabut melalui SK 26/MPP/Kep/11/2000 bertanggal 1 Februari 2000.)
Arrmanatha tidak menjawab pertanyaan tersebut.
Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Emmanuel Nahshon menolak berkomentar mengenai hubungan dagang Israel-Indonesia. Alasannya? “Karena kita tidak memiliki hubungan diplomatik,” ujarnya, Selasa (10/01/17).
Saling Menemukan “Kecocokan”
Ada sejumlah faktor yang bikin Israel melakukan hubungan bisnis dengan Indonesia. Alasan utama Israel, sebagaimana diungkapkan Emanuel Shahaf, negeri kita berpenduduk 255 juta jiwa (2016). Ini pangsa pasar yang besar terutama bagi Israel untuk menjual produk berteknologi tinggi.
Dengan penduduk 8,6 juta jiwa (cuma 3,4 persen dari total populasi Indonesia), ekspor utama Israel termasuk elektronik, perangkat lunak, sistem yang terkomputerisasi, teknologi komunikasi, peralatan kesehatan, buah-buahan, bahan kimia, dan teknologi militer, yang nilainya pada 2012 mencapai 64,74 miliar.
“Kedua bangsa memiliki kecocokan ekonomi,” ujar Emanuel. “Kami memiliki apa saja yang dibutuhkan oleh Indonesia, begitu pula sebaliknya.”
Akhir Maret 2016 lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Ungkapan itu dinyatakan Bibi, panggilan Netanyahu, ketika ia menerima kunjungan lima wartawan Indonesia.
“Kita punya banyak peluang untuk kerjasama bilateral, khususnya di bidang teknologi air dan teknologi canggih,” katanya, dikutip dari The Times of Israel.
Meski kerap menyandang tuduhan dan kecaman sebagai negara rasialis, diskriminatif, dan kolonialis lantaran terus-menerus memblokade warga Palestina dan menyusutkan teritori Palestina lewat politik segregasi, kerjasama dagang perusahaan dari Israel dengan negara lain, termasuk Indonesia, terus diupayakan, kendati tiada hubungan diplomatik.
Baca rangkuman Tirto soal sejarah dan ketegangan Israel-Palestina: Kisah Sedih, Perang, dan Musuh yang Diciptakan
Soal hubungan dagang ini, pada 2004, berdiri sebuah lembaga bernama Indolink, beralamat di Jalan 17 Rabi Akiva, Kota Holon, Tel Aviv. Lembaga ini bertujuan membantu para pengusaha Indonesia yang ingin berbinis dengan Israel. Dalam lamannya, lembaga ini "memberikan layanan menyeluruh bagi para importir dan distributor Indonesia" yang tertarik bekerja sama dengan pemasok dari Israel, dari penjajakan produk hingga transaksi pembelian dan perjanjian distribusi. Fokus lembaga ini menyuplai “produk dan teknologi unggulan dari Israel.”
Sebagaimana ungkapan bahwa uang tak melihat suatu hubungan tapi mampu menelisik peluang, maka pelbagai hambatan diplomatik dan sentimen anti-Yahudi di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini sangat mungkin bisa dilewati.
“Selalu ada hal menarik dari Israel. Sepanjang waktu,” kata jubir Kemenlu Israel Emmanuel Nahshon kepada saya dalam satu perbincangan.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam