tirto.id - Ikhwana, perempuan 47 tahun tengah berdagang nasi ayam panggang, kue, jus kurma, pudding, dan bebek woku khas Manado, dua pekan lalu, Jumat (28/9/2018) sore. Lapak dagangan Ikhwana terletak di seberang Kantor Samsat Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Dia memburu keuntungan dari keramaian Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018.
Perempuan paruh baya itu pulang untuk mengambil barang dagangan ke rumahnya di Desa Lolu, Biromaru, Sigi, Sulteng, sekitar pukul 17.00 WITA. Jaraknya sekitar 10 kilometer dari lapak dagangannya. Saat itu, dia meninggalkan dua anaknya: Rizky Ananda, 23 tahun dan Ahmad Ardiansyah yang akrab disapa Iyas, 6 tahun. Lapak dan anaknya itu dititipkan Ikhwana pada adik perempuannya, Satriana, 26 tahun.
"Saya pulang sendirian dari Pantai Talise. Si kecil [Iyas] enggak mau ikut. Mau sama tante [Satriana] sama kakaknya [Rizky] saja katanya," kata Ikhwana kepada saya saat ditemui di tenda pengungsian tak jauh dari rumahnya, Senin (8/10/2018).
Petang itu, pukul 17.02 WIB (18.02 WITA) gempa berkekuatan 7,4 skala Richer mengguncang Donggala, Sulteng. Saat itu Ikhwana sudah sampai rumah. Ia merasakan peningnya diaduk rambatan getaran gempa itu. Ikhwana melihat orang-orang berhamburan keluar rumah menjauh dari bangunan-bangunan yang dirobek gempa.
Menyusul kemudian pesisir Palu dihantam gelombang tsunami. Badan Meterorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, tsunami terjadi pada pukul 17.22 WIB (18.22 WITA). Temuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ketinggian tsunami mencapai enam meter di Palu dan Donggala.
Tsunami yang bergemuruh itu mendobrak dinding Kantor Samsat Palu. Kantor itu luluh lantak dan digenangi air laut. Mobil, motor, pohon tumbang, sampah, hingga meja saling menumpuk di pelataran kantor itu.
Rumah Ikhwana hancur. Dia sibuk menyelamatkan anak kedua dan ketiganya: Fresky Pratam Putra atau yang akrab disapa Aco, 20 tahun dan Dzaki. Sedangkan anak sulung, anak bungsu, dan adik perempuannya yang menjaga lapak dagangan di seberang Kantor Samsat Palu, tak jelas kabarnya.
Tak Kunjung Menemukan Iyas
Suami Ikhwana, Hasrat, 47 tahun, mulai mencari Iyas sekitar pukul 21.00 WITA. Perlahan ia menyusuri ruas jalan di sekitar Kantor Samsat Palu hingga Jembatan Ponulele atau Jembatan Kuning. Jembatan yang menjadi ikon Kota Palu itu roboh disapu tsunami.
"Saya sempat mengecek juga beberapa mayat, termasuk anak-anak kecil, saya balik dan saya lihat, tapi bukan Iyas," kata Hasrat kepada saya. Lelaki itu terus mencari anak bungsunya hingga pukul dua keesokan harinya, Sabtu (29/9/2018).
Sedangkan Ikhwana saat itu sudah berada di Posko Kesehatan Batalyon Infanteri 711/Raksatama Kima dan Kiban milik TNI AD. Dia menemani anak pertama dan adiknya yang dirawat, Rizky dan Satriana yang berhasil ditemukan terlebih dahulu.
"Adik [Iyas] mungkin sudah tidak hidup, tsunami besar di sana, bergelimpangan mayat di sana. Saya juga sempat tolong beberapa orang di sana," kata Ikhwana menirukan apa yang diucapkan Rizky saat itu.
Rizky menjelaskan kepada Ikhwana, saat tsunami mereda, ia mencari adiknya di antara genangan air dan reruntuhan bangunan. Rizky bertemu dengan seseorang yang mengaku menemukan korban tsunami yang ciri fisiknya mirip dengan Iyas. Orang itu menuturkan bahwa sempat menyelamatkan bocah itu dengan membawanya ke tempat yang aman. Namun setelahnya Iyas sudah tak ada di tempat itu lagi.
Hari terus berganti, hingga Minggu (30/9/2018), Iyas tak jelas rimbanya. Ikhwana dan Hasrat belum juga berhenti mencari anaknya. Mereka sudah mendatangi seluruh rumah sakit di Kota Palu, namun hasilnya nihil.
Ikhwana hanya bisa tegar dan tidak panik. Dia sudah pasrah jika sewaktu-waktu mendapat kabar anak bungsunya sudah tak bernyawa. Terlebih, Ikhwana mendengar kabar 18 jenazah tanpa identitas yang dimakamkan massal di TPU Poboya Indah, Palu. Hari-hari setelahnya puluhan jenazah lain juga di makamkan di situ.
"Mendengar berita [pemakaman massal] itu, saya sudah tidak percaya diri lagi," keluh Ikhwana.
Iyas Diterbangkan ke Makassar
Kapolsek Palu Selatan Kompol Malsukri M. Raja mendatangi kantornya, Sabtu (29/9/2018) pagi. Dia memeriksa kerusakan kantornya dan mencari tahu apa ada anggotanya yang menjadi korban tsunami dan gempa.
Sekitar pukul 10.00 WITA, sepasang suami istri mendatangi Kantor Polsek Palu Selatan. Mereka menggendong seorang bocah lelaki berumur enam tahun dengan keadaan yang buruk: bajunya dekil terpapar lumpur yang mengering, tatapan wajahnya kosong, dan di bagian belakang kepala terdapat luka sobek.
Suami istri tersebut mengaku menemukan anak lelaki itu di sekitar Pantai Talise yang jaraknya sekitar 5 kilometer dari Polsek Palu Selatan. Malsukri langsung memutuskan membawa si anak bocah laki-laki tersebut ke RS Bhayangkara di Jalan A R Saleh, untuk meminta diobati lukanya.
"Ada tiga jahitan di kepalanya. Awalnya mau dibawa ke pengungsian saja tapi khawatir kalau si anak akan terlantar lagi nanti. Akhirnya saya bawa pulang ke rumah untuk dirawat," kata Malsukri saat saya temui di kantornya, Senin (8/10/2018) pagi.
Bocah yang ditemukan itu dirawat di rumah Malsukri hingga sepekan berikutnya, Selasa (2/10/2018). Setelah itu Malsukri membawa bocah tersebut, ikut bersama istri dan ketiga anaknya ke Makassar. Mereka berusaha mengamankan diri dari ratusan gempa susulan yang masih menerjang Palu.
Sejak hari pertama menemukan bocah itu, Malsukri juga mengunggah informasi anak hilang di grup Facebook "Info Kota Palu". Selain informasi dari Malsukri, banyak juga informasi orang hilang dan akibat bencana yang saling menumpuk di grup Facebook itu.
Rabu (3/10/2018) sore, tiba-tiba saja ada yang menghubungi Malsukri.
Pelukan dan Ciuman Menyambut Iyas
Anak kedua Ikhwana, Fresky atau yang akrab disapa Aco, sore itu (8/10/2018) memburu informasi korban gempa dan tsunami Palu melalui Facebook. Aco mendapati informasi, ada bocah lelaki yang ditemukan Kapolsek Palu Selatan Kompol Malsukri M Raja. Ciri-ciri fisik bocah itu mirip dengan Iyas.
Aco bergegas mengabarkan pada Ikhwana. "Belum lihat lama foto-fotonya, handphone si anak kedua [Aco] tiba-tiba mati. Kami panik dan bingung mencari handphone yang lain. Apa benar itu Iyas atau bukan," cemas Ikhwana.
Bukan hanya susah mencari orang yang memiliki gawai, saat itu sinyal di Palu nyaris mati. Ikhwana mengaku tak ingin terburu-buru menyimpulkan bahwa bocah lekaki itu adalah Iyas.
"Saya tidak mau kecewa, saya tidak mau berharap kalau itu beneran Iyas, siapa tahu hanya mirip," katanya.
Ikhwana langsung menuju Polsek Palu Selatan untuk menemui Malsukri. Namun, bocah lelaki yang mereka cari sudah berada di Makassar.
"Saya langsung hubungi istri saya yang ada di Makassar. Kami langsung video call," kata Malsukri.
Haru dan bahagia mengerubungi keluarga yang sudah lama cemas menanti kabar Iyas itu. Mereka akhirnya bisa memastikan bahwa bocah laki-laki itu adalah Iyas.
Namun saat video call berlangsung, Ikhwana menuturkan, Iyas hanya diam. Bocah itu canggung pada kedua orangtuanya sendiri.
"Kalau Iyas sudah lupa dan tidak mau pulang lagi, saya sudah ikhlas, dan yang penting, Iyas selamat dan masih hidup. Kami bisa jenguk dan nengok dia kapan pun," kata Ikhwana.
Malsukri memutuskan untuk membawa Iyas kembali dari Makassar ke Sigi, untuk bertemu dengan orangtuanya pada, Minggu (7/10/2018) sore.
Iyas langsung dipeluk dan dicium Ikhwana dan Hasrat di depan tenda pengungsian yang tak jauh dari rumahnya. Setelah sembilan hari pencarian, Iyas telah kembali ke orangtuanya.
"Iyas tadi pagi sudah bermain dan tertawa bersama teman-temannya," kata Ikhwana kepada saya di dalam tenda pengungsian, siang itu.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Dieqy Hasbi Widhana