Menuju konten utama

Sejarah Tradisi Nyadran, Tujuan, & Kegiatannya

Nyadran adalah tradisi turun temurun di Jawa yang diadakan saban tahun menjelang bulan Ramadan. Simak arti, makna, tujuan, hingga tata cara nyadran di sini.

Sejarah Tradisi Nyadran, Tujuan, & Kegiatannya
Sejumlah warga mengusung tenong berisi berbagai macam makanan saat tradisi Nyadran Ngropoh di komplek makam Desa Ngropoh, Kranggan, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (11/10/2019). Nyadran adalah tradisi turun temurun di Jawa yang diadakan menjelang bulan Ramadan. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/foc.

tirto.id - Nyadran adalah tradisi turun temurun di Jawa yang diadakan saban tahun. Meskipun kental akan kebudayaan Jawa, tradisi nyadran memuat amalan sunah yang dianjurkan Rasulullah.

Lantas, apa itu tradisi nyadran? Kapan tradisi nyadran dilakukan masyarakat Jawa? Apa saja makna tradisi nyadran?

Ada banyak tradisi hasil akulturasi kebudayaan Islam dan setempat yang berkembang di Indonesia. Salah satu yang populer dan masih ajeng diadakan masyarakat khususnya di Jawa adalah nyadran.

Apa yang Dimaksud dengan Tradisi Nyadran?

Tradisi nyadran berasal dari daerah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Tradisi ini dipercaya sudah berlangsung selama ratusan tahun dan diturunkan dari generasi ke generasi.

Nyadran atau sadranan berasal dari kata "sraddha" yang artinya keyakinan. Kata ini diambil dari akulturasi budaya Jawa dan Islam yang berasal dari Timur Tengah.

Tujuan tradisi nyadran adalah sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur sekaligus ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Kegiatan nyadran di sejumlah wilayah dikenal dengan nama yang beragam. Di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Kabupaten Kulon Progo tradisi nyadran dikenal sebagai kenduri massal yang bermanfaat untuk mempererat tali persaudaraan.

Di wilayah Jawa Tengah, seperti di Boyolali dan Temanggung tradisi nyadran juga dikenal dengan sebutan sadranan. Sementara, wilayah Jawa Timur seperti Bojonegoro tradisi nyadran juga sering disebut dengan manganan atau sedekah bumi.

Terlepas dari itu, Tradisi nyadran tidak hanya diadakan di Jawa. Tradisi ini juga rutin dilaksanakan oleh komunitas Jawa yang tinggal di luar pulau Jawa. Salah satu contohnya adalah komunitas masyarakat Jawa yang bertempat tinggal di Desa Triharjo Kabupaten Lampung Selatan.

Mengapa Tradisi Nyadran Dilaksanakan Menjelang bulan Ramadhan?

Tradisi nyadran rutin diadakan masyarakat Jawa menjelang bulan Ramadan atau bulan Ruwah dalam kalender Jawa, tepatnya pada 15, 20, dan 23 Ruwah.

Tidak diketahui secara jelas, alasan nyadran dilakukan menjelang bulan Ramadan. Namun, satu hal yang pasti, nyadran adalah bentuk syukur karena telah diberikan kesempatan oleh Allah Swt. untuk kembali menemui bulan Ramadan.

Dalam rasa syukur itu, orang Jawa tidak pernah diajarkan untuk lupa kepada orang tua maupun leluhur yang telah memberikan kasih sayang untuk mendidik dan sebagainya. Oleh sebab itu, sebagai bentuk berbakti, masyarakat Jawa datang ke makam untuk membersihkan sekaligus mendoakan arwah mereka.

Di sisi lain, nyadran sebetulnya tidak hanya diselenggarakan pada bulan Ramadan saja. Masyarakat juga melaksanakan tradisi ini untuk menyambut musim panen sebagai rasa syukur terhadap hasil bumi yang diperoleh.

Kegiatan Apa Saja yang Dilakukan saat Nyadran?

Tata cara nyadran berbeda-beda di setiap wilayah. Namun, secara umum tradisi ini memuat kegiatan berupa bersih-bersih desa dan makam, ziarah, sedekah bumi, hingga selamatan dan makan bersama.

Berikut ini penjelasan mengenai sejumlah kegiatan yang dilaksanakan dalam tradisi nyadran:

1. Bersih-bersih dan ziarah makam

Kegiatan bersih-bersih dan ziarah dilakukan di makam terdekat maupun makam leluhur. Sembari makam dibersihkan, masyarakat membawa sejumlah hasil bumi untuk ditinggalkan di area pemakaman. Setelah itu, masyarakat akan meninggalkan uang untuk biaya pengelolaan makam.

2. Doa bersama

Kegiatan berdoa bersama umumnya dilakukan setelah pembersihan makam selesai. Kegiatan ini bisa dilaksanakan di hari yang sama atau satu hari setelah bersih-bersih makam.

Doa bersama bertujuan untuk memanjatkan puji syukur kepada Sang Pencipta sekaligus mendoakan para leluhur. Momen ini juga sering dimanfaatkan untuk bermaaf-maafan sebelum melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.

3. Makan bersama

Makan bersama biasanya dilaksanakan setelah melakukan doa bersama. Kegiatan ini paling dinanti oleh masyarakat dalam tradisi nyadran. Seluruh warga masyarakat setempat diundang untuk mengikuti prosesi ini. Tujuannya memperkuat tali persaudaraan dan persatuan.

Makanan yang dihidangkan saat nyadran berbeda-beda tergantung kemampuan masyarakat dan hasil bumi di wilayah setempat. Umumnya masyarakat akan menyembelih hewan ternak seperti kambing dan ayam untuk prosesi ini. Daging kambing dan ayam yang sudah dimasak nantinya dibagi-bagikan kepada masyarakat atau dihidangkan saat makan bersama.

4. Perayaan atau kenduri

Kenduri yang diselenggarakan ketika nyadran di setiap masyarakat berbeda-beda, bisa ada ataupun tidak. Perayaan saat nyadran umumnya diisi dengan kegiatan kebudayaan atau keagamaan, seperti pertunjukkan wayang kulit atau lantunan selawat.

Bagaimana Nyadran Menurut Islam?

Inti dari acara nyadran adalah ziarah kubur. Dengan ini jelas, nyadran dalam Islam diperbolehkan, bahkan dianjurkan untuk dilaksanakan. Dalam sebuah riwayat hadis, Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut:

"Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi [sekarang] berziarahlah kalian, sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan [air] mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk [pada saat ziarah]," (HR Hakim).

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2025 atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Edusains
Penulis: Yonada Nancy
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif