Menuju konten utama
Seni Budaya

Sejarah Tradisi "Apitan" dan Makna Filosofi Sedekah Bumi

Tradisi Apitan berasal dari daerah Demak, Jawa Tengah yang dikenal juga dengan istilah sedekah Bumi.

Sejarah Tradisi
Warga mengikuti kirab Boyong Menoreh saat tradisi Ruwat Bumi Parakan di Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (9/11/2022). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/nz

tirto.id - Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam kebudayaan, suku, ras, etnis, agama, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, Indonesia juga memiliki berbagai macam tradisi-tradisi yang unik dan khas dari berbagai wilayah atau daerah tertentu.

Salah satu tradisi unik yang ada di Indonesia merupakan Tradisi Apitan yang berasal dari daerah Demak.

Menurut laman Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, tradisi Apitan merupakan sebuah tradisi yang biasa juga dikenal dengan istilah sedekah bumi.

Tradisi ini dilakukan di bulan Apit dalam kalender aboge atau bulan Dzulqo’dah dalam kalender hijriyah.

Dikutip dari situs Manyaran Kota Semarang, Apit sendiri merupakan nama bulan sebelum Bulan Besar dalam penanggalan Jawa.

Oleh karena itu, tradisi Apitan mengambil namanya dari nama bulan ini yaitu Apit. Tradisi Apitan juga biasa disebut dengan istilah bersih desa.

Tradisi ini diperkirakan dimulai pada masa penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa oleh Wali Songo pada sekitar 500 tahun yang lalu.

Tradisi ini mengintegrasikan dan memodifikasi tradisi Hindu yang telah ada dan dicampurkan dengan unsur keislaman.

Tradisi Apitan atau sedekah bumi bermakna sebagai wujud ungkapan rasa syukur warga terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan makna filosofis bahwa manusia tercipta dari tanah, yang merupakan unsur bumi, lalu hidup di atas bumi dan mengonsumsi serta memanfaatkan segala hal yang dihasilkan oleh bumi, kelak manusia akan mati dan kembali ke bumi.

Tradisi Apitan di Kabupaten Demak pada umumnya diisi dengan Khataman Al-Qur’an, pagelaran wayang kulit, pagelaran ketoprak, dan kesenian daerah lainnya.

Tradisi Apitan juga kerap diramaikan oleh jajanan-jajanan tradisional seperti jagung bakar, gablek, kacang godog, gele godog, mlinjo godog, dan telur asin.

Prosesi dalam pelaksanaan tradisi Apitan dimulai dari pembukaan, sambutan, doa Apitan yang dimulai dengan tiga kali takbir, dilanjutkan dengan membaca ayat suci, shalawat nabi, tahlil, serta doa bersama yang dipandu oleh pemuka agama.

Kemudian dilanjutkan dengan agenda makan bersama, pertunjukan wayang dan kesenian, serta penutupan.

Menurut Nikmah (2020) dalam jurnal “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Apitan di Desa Serangan, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak” tradisi Apitan juga berfungsi untuk mengajarkan nilai-nilai edukasi bagi masyarakat terutama anak-anak.

Nilai-nilai tersebut antara lain adalah nilai religiusitas, kejujuran, kedisipllinan, cinta tanah air, toleransi, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan rasa tanggung jawab.

Tradisi Apitan juga menunjukkan teladan bagi generasi muda untuk bisa menjadikan tradisi Apitan sebagai warisan budaya leluhur bangsa Indonesia yang harus terus dijaga dan dilestarikan.

Baca juga artikel terkait APITAN atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal Iskandar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Muhammad Iqbal Iskandar
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Dhita Koesno