tirto.id - Keragaman budaya di Indonesia begitu melimpah, salah satunya budaya lompat batu yang ada di Suku Nias, Sumatera Utara.
Mulanya, budaya lompat batu adalah strategi dalam menyerang benteng pertahanan musuh.
Peperangan antarsuku di Nias mengharuskan desa-desa dibangun benteng untuk menghalau lawan yang akan menyerang.
Dari hal itu, kemudian dibuatlah strategi dalam menghancurkan benteng pertahanan musuh, dan orang-orang Nias mesti mempunyai skill melompat batu.
Tradisi lompat batu terus dirawat sampai hari ini, bukan lagi untuk peperangan. Tujuannya pun berubah seiring perkembangan zaman.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Daerah Pemilihan II Sumatera Utara Iskan Qolba Lubis menyatakan, lompat batu bukan lagi untuk menghancurkan benteng-benteng pertahanan lawan.
Tapi lompat batu, dijadikan sebagai ritual perayaan seseorang laki-laki yang menginjak dewasa serta hiburan untuk orang-orang yang sedang menjelajah di Nias, Sumatera Utara.
“Tradisi ini hanya dilakukan oleh anak laki-laki atau pemuda untuk menyatakan kedewasaannya. Dalam tradisi ini, anak laki-laki yang dapat melompati batu setinggi 2 meter akan diakui bahwa ia sudah dewasa,” ujarnya seperti diwartakan situs resmi DPR.
Karena suku-suku di Nias mempunyai sejarah panjang soal melakukan pertahanan dengan membangun benteng pertahanan di desa-desa, maka fasilitas untuk melakukan lompat batu sangat mudah ditemui.
Selain itu, benteng-benteng yang sudah ada sejak dulu. Kini keberadaannya dimanfaatkan untuk ritual dan hiburan.
Mengakarnya budaya lompat batu ini membuat anak laki-laki di Nias memiliki antusiasme dalam melatih skill melakukan lompat batu.
Di Nias, seperti dikutip situs Warisan Budaya Kemdikbud, anak laki-laki sejar umur 7 tahun sudah sering berlatih dalam mengasah lompatannya.
Sebab, dalam budaya Nias, laki-laki yang menginjak usia 10 tahun harus bisa melakukan lompat batu sebagai tanda bahwa dirinya menginjak umur dewasa.
Laman Indonesia.go.id menyebutkan, cara melatih skill melompat batu ini pun variatif dan kreatif, anak-anak di Nias biasanya saling kerja sama untuk membangun tembok dari batu bata yang ditumpuk, yang kemudian secara bergantian akan melompati tumpukan batu bata itu.
Selain itu, ada pula yang memakai cara dengan memutar karet yang dipegang oleh dua orang, agar skill melompatnya terasah.
Pasalnya, ketika sudah menginjak umur 10 tahun atau sudah merasa dewasa, anak laki-laki di Nias akan mengikuti ritual yang sebenarnya dalam melakukan lompat batu. Keberhasilannya bukan saja untuk dirinya sendiri, tapi juga keluarganya.
Orang-orang Nias dalam merayakan keberhasilan anak-anaknya dalam melakukan lompat batu, akan membuat perayaan besar-besaran, seperti menyembelih beberapa ekor ternak sebagai bentuk kebanggaan anak-anaknya telah menjadi seseorang yang dewasa.
Lompat batu, selain sebagai tradisi lokal sebagai identitas sukunya, kini, dijadikan sebagai hiburan untuk wisatawan lokal dan mancanegara.
Biasanya, wisatawan akan dikenakan tarif sesuai yang telah ditentukan untuk menyaksikan dua pemuda melompat batu, yang masing-masing pemuda melakukan satu lompatan.
Adalah desa Adat Bawomataluo, yang sampai hari ini masih kental dengan tradisi lompat batu.
Bawomataluo yang mempunyai arti Bukit Matahari ini berada di dataran tinggi Nias Selatan. Di Bawomataluo pula, atraksi-atraksi lompat jauh, baik sebagai ritual maupun hiburan masih sering dilaksanakan.
Penulis: Sulthoni
Editor: Dhita Koesno