Menuju konten utama

Sejarah Portugis Mengkristenkan Kerajaan Manado Tua

Kisah kerajaan di Sulawesi Utara yang belajar Kristen kepada Portugis dan runtuh di masa kejayaan VOC.

Sejarah Portugis Mengkristenkan Kerajaan Manado Tua
Ilustrasi kapal laut. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Di Sulawesi Utara pernah terdapat Kerajaan Kristen Katolik yang bernama Manado Tua. Letaknya bukan di Kota Manado sekarang, bukan pula di pedalaman Sulawesi Utara, melainkan di sebuah pulau yang bernama Pulau Manado Tua--kadang ditulis Manadotua.

Wilayah kerajaan ini, seturut buku Sejarah Daerah Sulawesi Utara (1977:45), meliputi Manado Tua, Siladen, Bunaken, Mantehage, Nain, Talise, Bangka, dan Lembe. Nama lokal untuk kerajaan yang disebut oleh orang luar sebagai Manado Tua ini adalah Bowontehu atau Babontehu.

Jessy Wenas dalam Sejarah dan Kebudayaan Minahasa (2007:5) menyebutkan bahwa berdasarkan cerita rakyat, mulanya pulau itu bernama Kima dan jadi Manado Tua setelah kedatangan orang-orang Eropa. Simao d’Abreu dari Portugis dianggap orang Eropa pertama yang singgah ke kerajaan ini pada tahun 1523.

Ada keterkaitan antara Kerajaan Manado Tua dengan kerajaan lain yang juga di Sulawesi Utara, yakni kerajaan Siau. Alex John Ulaen dalam Nusa Utara: Dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan (2003:62) menyebut kerajaan Siau berakar dari Bawontehu alias Manado Tua, dan Manado Tua berakar dari Medellu, pendatang dari selatan Filipina. Keturunan Medellu sangat dipengaruhi oleh kehadiran bangsa Portugis dan Spanyol. Dari dua bangsa itulah orang-orang Manado Tua dan Siau belajar agama Kristen.

Pada bulan Mei 1563, rombongan kapal Portugis tiba di Manado Tua. Dalam rombongan itu terdapat seorang misionaris Katolik Pater Diego de Magelhaes. Menurut Jessy Wenas dalam Sejarah dan Kebudayaan Minahasa (2007:42), Manado Tua dijadikan salah satu pos operasi niaga Portugis. Pater Diego de Magelhaes sengaja ditempatkan di sana. Rohaniawan yang baru tiba dari Ternate ini disambut hangat oleh Raja Manado Tua.

“Penduduk ingin sekali menerima agama orang-orang Portugis. Pater Magelhaes mempergunakan waktu dua minggu mengajar mereka tentang pokok-pokok agama Kristen,” catat Th van den End dalam Ragi Carita I (1987:80).

Pater Magelhaes tentu berusaha menyesuaikan pengajarannya dengan bahasa setempat. Saat padri Portugis pembawa ajaran Katolik itu datang ke Manado Tua, kebetulan penguasa Siau, Raja Posuma, juga tengah berada di Manado Tua. Maka Raja Siau ikut dibaptis seperti juga Raja Manado Tua yang bernama Kinalang Damopolii beserta 1.500 orang lainnya. Selain dua raja itu, Raja Kolongan juga ingin dibaptis.

Kinalang Damopolii sempat menyambangi daerah Minahasa daratan dan kawin dengan wanita dari daerah tersebut. Ketika Manado Tua dan Siau sudah menganut Kristen dan mengenal huruf latin, Menurut Jessy Wenas (2007:42), para pemuka di Minahasa daratan, pedalaman Sulawesi Utara masih menganut ajaran agama lokal—yang oleh orang Belanda disebut Alifuru. Kala itu, daerah pedalaman Minahasa berada di luar pengaruh raja-raja Manado Tua.

Raja Manado Tua yang terkenal adalah Don Fernando yang bertakhta sejak tahun 1644, dan raja terakhirnya yang bernama Laloda Makoagauw yang bertakhta dari 1664 hingga 1670. Kerajaan ini tak hancur oleh kelaparan yang pernah merundung, tapi karena perang dengan Bolaang Mangondow.

Infografik Portugis Mengkristenkan Manado tua

Infografik Portugis Mengkristenkan Manado tua. tirto.id/Fuad

Di Kota Manado atau Manado yang baru, Belanda membangun benteng untuk keperluan militer dan perdagangan. Kota ini, seperti disebut dalam buku Sejarah Kota Manado, 1945-1979 (1986:6), dibentuk oleh Gubernur Ternate Robertus Padtbrugge pada tahun 1677 untuk menghimpun bekas rakyat Kerajaan Manado Tua yang runtuh sekitar tahun 1670.

Dari bekas pusat kerajaan di Pulau Manado Tua, mereka pindah ke daratan Minahasa tepatnya di sebelah utara Benteng Amsterdam. Sang gubernur juga mengadopsi sistem walak dari Minahasa untuk dipakai di Manado.

Manado Tua kini hanya nama sebuah pulau di Teluk Manado. Nono S. A. Sumampouw dalam Menjadi Manado: Torang Samua Basudara, Sabla Aer, dan Pembentukan Identitas Sosial (2018:36) menyebutkan bahwa secara asosiatif Manado Tua adalah sebutan untuk orang-orang Manado awal.

Orang-orang Manado Tua punya bahasa yang tidak jauh dari Melayu. Bahasa inilah yang menyatukan Sulawesi Utara dan digunakan sampai sekarang. Orang-orang di pesisir dan pedalaman utara Sulawesi sama-sama memakai bahasa tersebut.

Di Manado yang baru, agama Kristen Protestan mula-mula tumbuh di pesisir dan setelah 1830-an mulai berkembang di pedalaman Minahasa. Perlahan penganut agama lokal pun makin hilang, dan kini orang-orang Minahasa dikenal sebagai penganut Kristen yang taat.

Setelah Kerajaan Manado Tua bubar, tak ada lagi penerus kerajaan Kristen di sekitar Manado selain Kerajaan Siau yang telah lama eksis. Orang-orang Minahasa lebih suka memilih pemuka masyarakatnya yang disebut Mayor atau Hukum Tua. Kiwari sistem kerajaan tak dikenal oleh kebanyakan orang Sulawesi Utara yang lebih suka dengan modernisme dan kesetaraan.

Baca juga artikel terkait KERAJAAN atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh

Artikel Terkait