tirto.id - Sejak Restorasi Meiji pada pertengahan abad ke-19, di Jepang terjadi perubahan besar-besaran. Sektor industri berkembang pesat. Banyak rakyat yang teredukasi karena semakin terjangkaunya akses pendidikan. Mereka yang tercerahkan akhirnya sadar bahwa pesatnya industrialisasi dapat membuka pintu ekspansi ekonomi kapitalis yang kelak akan merugikan mereka.
Berawal dari sini muncul benih-benih untuk meruntuhkan kapitalisme dan menggantikannya dengan ide sosialisme. Kaum intelektual Jepang banyak membentuk kelompok sosialisme. Salah satu yang terkenal ialah Shakaishugi Kenkyukai (Perkumpulan Masyarakat Studi Sosialisme) yang dibentuk segelintir intelektual Kristen di Tokyo pada 1898.
Para anggota Shakaishugi Kenkyukai ingin menerapkan ide-ide sosialisme dari tokoh terkenal di Barat seperti Henry de Saint-Simon, Karl Marx, dan lain-lain dalam tata pemerintahan dan kehidupan di Jepang. Maka itu, mereka kerap berdiskusi dan menarik masyarakat lain untuk bergabung.
Ketika anggota semakin banyak dan cukup solid, mereka akhirnya mengubah perkumpulan menjadi organisasi yang lebih besar pada Mei 1900 dengan nama Shakaishugi Kyokai (Masyarakat Sosialis). Perubahan ini menjadi awal mula langkah progresif mereka. Dengan anggota puluhan orang, Shakaishugi Kyokai menyebarkan propaganda melalui media massa dan melirik kaum buruh untuk mendorong melakukan pergerakan yang sama.
Pada saat itu, kaum buruh memiliki posisi strategis dalam dinamika industri dan ekonomi Jepang. Jumlah buruh yang tidak sedikit dapat menekan otoritas dengan berbagai tuntutan dan melakukan pemogokan untuk mencapai tujuan. Maka itu, bergabungnya kaum buruh ke dalam gerakan sosialisme tampaknya akan mempermudah Shakaishugi Kyokai untuk mencapai tujuan mereka: reformasi ekonomi dan sosial.
Meski demikian, perjuangan untuk mencapai reformasi tidak semudah yang dibayangkan. Besarnya perkumpulan mengusik kekaisaran yang gerah atas pergerakan sosialisme. Bagi kekaisaran, ajaran sosialisme sebetulnya boleh dipelajari masyarakat asal tidak disertai dengan aktivitas pergerakan yang dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan. Akibatnya, pergerakan sosialisme oleh kaum buruh dan Shakaishugi Kyokai direpresi.
Babak Baru Pergerakan
Sejak gerakan sosialisme dihentikan secara paksa, kaum intelektual memikirkan cara lain untuk mewujudkan cita-cita reformasi. Pada Mei 1901, enam orang intelektual: Abe Isoo, Katayama Sen, Kawakami Kiyoshi, Kinishita Naoe, Nishikawa Kojiro dan Kotoku Shusui, mendirikan partai politik bernama Shakai Minshuto (Partai Sosialis). Menurut George M. Backman dalam Japanese Communist Party, 1922-1945 (1969), garis perjuangan partai ini ialah untuk menghapus ketimpangan antara si kaya dan si miskin melalui sosialisme dan demokrasi murni, serta meraihnya dengan perdamaian tanpa kekerasan.
Di antara para pendiri Partai Sosialis, Kotoku adalah pribadi yang sangat progresif dan menjadi tokoh sentral. Akar pemikiran sosialismenya tumbuh ketika bergabung dengan Shakaishugi Kenkyukai serta semakin progresif ketika aktif menjadi jurnalis di beberapa surat kabar. Wawasannya semakin bertambah ketika ia berkunjung ke Amerika Serikat pada pertengahan 1905. Di sana, Katako banyak berinteraksi dengan berbagai macam gerakan buruh dan menyerap ajaran baru terkait reformasi sosial yang di dalamnya terdapat pandangan sosialisme, marxisme, dan anarkisme.
Setelah kembali ke Jepang pada 1906, Katako memandang bahwa pergerakan harus semakin digalakkan. Ia juga mengubah pandangannya dari sosialisme ke radikal-anarki. Baginya, penghancuran kapitalisme dan pembentukan masyarakat sosialis hanya dapat diraih dengan tindakan langsung para pekerja yang terorganisasi. Kerjasama dengan kekaisaran untuk mewujudkan hal itu adalah sia-sia dan membuang waktu.
Untuk menyebarluaskan gagasannya, Katako mendidik banyak pemuda Jepang agar semakin mudah mewujudkan cita-citanya, termasuk Yamakawa Hitoshi, Sakai Toshihiko, Arahata Kanso, dan Osugi Sakae—kelak mereka akan menjadi motor penggerak gerakan kiri di Jepang. Sebetulnya, keempatnya sudah menyerap banyak ajaran sosialisme dan marxisme berkat pendidikan dan tersebarnya pemikiran tersebut pada tahun-tahun sebelumnya. Peran Katako hanya mematangkan pemikiran mereka agar semakin progresif.
Mereka kemudian kian aktif menulis, menerjemahkan, dan menyebarluaskan ajaran kiri melalui surat kabar Heiminsha-Shinbun dan berbagai sarana pendidikan. Pada saat yang sama, mereka juga mendirikan surat kabar. Tahun 1912, Osugi dan Arahata mendirikan Kindai Shisho, jurnal yang banyak memublikasikan ajaran sosialisme, marxisme, dan anarkisme. Sementara Sakai menerbitkan Shin Shakai pada 1915 sebagai wadah untuk menyerbarkan ajakan revolusi.
Meski terus dijegal kepolisian, dinamika ini terus berlanjut setidaknya sampai tahun 1917. Selain melalui surat kabar, keempat aktivis itu mempunyai pengalaman global dengan ikut dalam gerakan komunisme ketika mengunjungi beberapa negara pada pertengahan 1916. Pengalaman tersebut akhirnya mendorong mereka mengubah pandangannya menjadi komunisme.
Bantuan Komintern
Pecahnya Revolusi Rusia 1917 yang disertai dengan kebangkitan komunisme membawa pengaruh besar bagi seluruh dunia. Menurut Andrew Gordon dalam A Modern History of Japan (2003, hlm. 167), Revolusi Rusia menjadi pemantik utama semakin masifnya gerakan kiri di Jepang. Tidak sedikit warga Jepang yang menginginkan revolusi proletariat di Rusia terjadi juga di negaranya. Bagi aktivis gerakan kiri, kesuksesan Revolusi Rusia menjadi landasan memperkuat komitmen untuk mewujudkan Jepang yang bebas dari penindasan.
Gerakan kiri khususnya yang dibawa oleh kaum buruh semakin luas. Banyak dari para buruh yang turun ke jalan untuk mewujudkan cita-cita revolusi. Kondisi ini menjadi momentum bagi Yamakawa, Sakai, dan Arahata untuk semakin menyebarkan pengaruh kiri. Pada tahun 1920-an, mereka mendirikan Liga Sosialis dengan merangkul para buruh sebagai simpatisannya untuk mewujudkan revolusi sosial. Sayangnya, umur perkumpulan ini pendek. Gerakan kiri kembali gagal karena represi kepolisian dan karena kaum buruh tidak sepakat dengan cita-cita mereka bertiga.
Peneliti kajian Jepang dari University of Sidney, Elise K. Tipton dalam Modern Japan: A Social and Political History (2002, hlm. 100) menyebutkan, kegagalan-kegagalan gerakan kiri dalam mewujudkan revolusi sosial karena mereka tidak mengikutsertakan isu pekerja perempuan. Padahal, jumlah pekerja perempuan saat itu cukup banyak, lebih dari 500 ribu. Alasan lainnya adalah karena mereka tidak menyatukan para pekerja ke dalam satu serikat pekerja yang kokoh, sehingga banyak buruh yang tidak menyelesaikan pergerakannya sampai akhir.
Menurut George M. Backman, meski berumur pendek, Liga Sosialis menjadi tonggak penting pergerakan aktivitas kiri beberapa tahun setelahnya.
“Liga Sosialis memainkan peran penting dalam memopulerkan pemikiran radikal dan pemikiran kiri. Bahkan setelah pembubarannya, para anggotanya terus bekerja secara aktif dalam kelompok kecil sebagai bentuk upaya menyebarluaskan pemikiran-pemikiran kiri. Perkumpulan itu juga berperan penting dalam menyatukan golongan muda dan tua dari kaum Bolshevik, sehingga dapat meningkatkan koneksitas antargolongan serta membuat penyebaran pemikiran kiri semakin populer,” tulisnya (hlm. 26)
Tak lama setelah Revolusi Rusia usai, pemimpin revolusi Vladimir Lenin menginginkan penyebaran ajaran komunisme ke seluruh dunia. Lenin meminta Komunis Internasional (Komintern) untuk menelusuri aktivitas kiri di seluruh wilayah guna memudahkan penyebaran komunisme, termasuk Jepang. Pergerakan kiri di Negeri Sakura tampaknya disukai oleh Komintern, sehingga mereka berupaya membujuk para pemimpin kiri di sana untuk mendirikan partai komunis.
Sebagai tindak lanjut, Komintern mengirimkan undangan kepada pemimpin gerakan kiri Jepang yakni Sakai, Yamakawa, Arahata, dan Osugi, untuk hadir pada perhelatan Komintern di Shanghai, Cina, pada musim semi 1920. Sakai, Yamakawa, dan Arahata menolak hadir. Mereka takut kedatangannya menjadi bencana bagi pergerakan yang sedang dilakukan. Sementara Osugi pergi ke Cina.
Osugi kemudian bertemu dengan agen Komintern yang memintanya membentuk partai komunis. Osugi membuat tawaran dengan mematok uang besar kepada Komintern untuk modal pergerakan. Komintern setuju dengan permintaannya asal pembentukan partai komunis benar-benar terjadi.
Setelah kembali ke Jepang, Osugi menemui ketiga kawannya dan menyampaikan permintaan Komintern untuk mendirikan partai komunis. Permintaan ini tidak langsung disetujui kawan-kawannya. Mereka masih takut represi pihak kepolisian.
Pasca pembubaran Liga Sosialis ketiganya memang jadi lebih hati-hati dalam melakukan pergerakan. Mereka tidak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama. Bagi Sakai, Arihito, dan Yamakawa, pergerakan ke depan harus lebih terencana, cermat, sabar, dan teliti.
Namun pada 15 Juli 1922, tepat hari ini 99 tahun lalu, dalam pertemuan yang sangat rahasia di Tokyo: Sakai, Yamakawa, dan Arahata akhirnya menyetujui pembentukan Partai Komunis Jepang.
Editor: Irfan Teguh Pribadi