tirto.id - Andi Arief ditangkap di salah satu kamar Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, karena narkoba, Senin (4/3/2019). Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini dikenal sebagai sosok yang kerap memantik kegaduhan: dari masalah Wiji Thukul, sejarahnya dengan Prabowo Subianto, berbagai pernyataan kontroversial jelang Pilpres 2019, dan kini terciduk diduga gara-gara sabu.
Tahun 2014, Andi Arief pernah mengatakan bahwa Wiji Thukul sebenarnya masih hidup. Seperti diketahui, Wiji Thukul adalah seorang sastrawan sekaligus aktivis hak asasi manusia yang menghilang–diduga diculik militer–sejak Reformasi 1998 dan belum diketahui nasibnya hingga kini.
"Menurut saya, [Wiji] Thukul masih hidup dan dia tidak ditangkap, tapi saya nggak tahu dia di mana," ucap Andi Arief di Jakarta, Senin (30/6/2014).
Kala itu, Andi mengatakan ia sempat bertemu dengan Wiji Thukul pada 1998, setelah keluar dari tahanan Polda Metro Jaya. "Setelah dari Polda tahun 1998, saya ketemu dia di Alia Cikini. Saya kasih dia Rp2 juta pas ketemu," akunya.
"Saya ngobrol-ngobrol biasa dengan Thukul, lupa lah itu sudah lama. Intinya saya ketemu dia 2 bulan setelah Juli 1998. Dia baik-baik saja ketemu saya," beber Andi Arief.
Kontroversi Penculikan 1998
Sama seperti Wiji Thukul, Andi Arief termasuk aktivis yang menjadi korban penculikan menjelang keruntuhan rezim Soeharto atau Orde Baru. Tanggal 28 Maret 1998, Andi menghilang dan konon “diamankan” Tim Mawar dari Kopassus.
Prabowo Subianto kerap dikait-kaitkan dengan Tim Mawar meskipun saat Andi diculik, mantan menantu Soeharto ini bukan lagi Danjen Kopassus, melainkan sudah dilantik menjadi Pangkostrad.
Andi Arief diculik di kampung halamannya di Lampung, kemudian dibawa ke Jakarta dan akhirnya mendekam di tahanan Polda Metro Jaya Jakarta pada 17 April 1998 sebelum akhirnya dibebaskan.
Namun, Andi Arief tidak ingin menyalahkan Prabowo Subianto seorang. Bahkan, di Pilpres 2019, Andi dengan mantap mendukung pencalonan pendiri Partai Gerindra itu sebagai capres, mengikuti keputusan Partai Demokrat.
"Saya melihat, ini [penculikan] kerja sistematis dan prosedural dalam pola standar militer. Jadi, tidak fair kalau hanya menyalahkan satu kesatuan atas penculikan yang berlangsung sejak lama," ungkapnya dalam wawancara dengan Majalah D&R yang dimuat tanggal 25 Juli 1998.
"Tidak fair kalau hanya menyalahkan Prabowo [seorang]. Betul ia terlibat, tapi tak mungkin sendiri," imbuhnya.
Belakangan, ia justru menyebut peristiwa yang menimpanya pada 1998 itu bukanlah penculikan.
"Kenapa? Karena penculikan itu berdiri sendiri. Sedangkan setelah ada PRD [Partai Rakyat Demokratik] ini adalah suatu rangkaian dari satu peristiwa ke peristiwa lain," sebut Andi Arief pada 2014.
Jenderal Kardus Sampai Narkoba
Menjelang Pilpres 2019, Andi Arief kerap memanaskan suasana politik dengan melontarkan sejumlah pernyataan, baik lewat media massa maupun melalui sosial media, yang kontroversial dan memantik kegaduhan publik.
Yang paling menghebohkan tentu saja ketika Andi Arief menyebut Prabowo Subianto sebagai jenderal kardus karena telah memilih Sandiaga Uno sebagai cawapres yang akan mendampingi Prabowo maju ke Pilpres 2019.
Saat itu, Partai Demokrat punya harapan menyorongkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres. Namun, Prabowo memilih Sandiaga yang bermanuver cepat dan mengejutkan. Andi Arief pun menuding ada politik transaksional dalam fenomena itu.
"Prabowo ternyata kardus. Malam ini kami menolak kedatangannya ke Kuningan. Bahkan, keinginan dia menjelaskan lewat surat sudah tak perlu lagi. Prabowo lebih menghargai uang ketimbang perjuangan. Jenderal kardus," tulis Andi Arief melalui akun Twitter-nya, Rabu (8/8/2018).
Andi Arief memperoleh informasi bahwa Sandiaga Uno telah menyetor uang sebesar Rp500 miliar kepada PAN dan PKS. "Jenderal kardus punya kualitas buruk, kemarin sore bertemu Ketum Demokrat dengan janji manis perjuangan. Belum 24 jam, mentalnya jatuh ditubruk uang Sandi Uno untuk meng-entertain PAN dan PKS," lanjutnya.
Kepada reporter Tirto yang menghubunginya pada hari yang sama, Andi berkata, “Di luar dugaan kami, ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar. Sandi Uno yang sanggup membayar PAN dan PKS masing-masing Rp500 miliar menjadi pilihannya untuk cawapres.”
Andi Arief pun menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus dan menyatakan Partai Demokrat tidak lagi bersedia berkoalisi dengan PKS, PAN dan Gerindra di Pilpres 2019.
"Baru tadi malam Prabowo datang dengan semangat perjuangan. hanya hitungan jam dia berubah sikap karena uang. Besar kemungkinan kami akan tinggalkan koalisi kardus ini. Lebih baik kami konsentrasi pada pencalegan ketimbang masuk lumpur politik PAN, PKS dan Gerindra," tukasnya.
Namun, pada akhirnya Partai Demokrat atas arahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tetap menjatuhkan dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Andi Arief sempat berkoar bahwa dukungan partainya itu tidak sepenuhnya ikhlas.
Andi Arief masih beberapa kali melontarkan pernyataan kontroversial, termasuk menyebut bahwa Prabowo tak serius maju ke Pilpres 2019, menebar informasi terkait 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos kendati akhirnya tidak terbukti, dan menuliskan beberapa twit yang memantik kegaduhan lainnya.
Kini, babak baru telah menunggu Andi Arief. Secara mengejutkan, ia diciduk aparat kepolisian di dalam kamar hotel karena diduga mengonsumsi narkoba.
Editor: Mufti Sholih