tirto.id - Keputusan 13 koloni Inggris di Amerika utara untuk membebaskan diri dari cengkeraman negara induk pada 4 Juli 1776 adalah salah satu momentum terpenting dalam sejarah dunia modern. Keputusan tersebut, yang dikenal dengan nama The Declaration of Independence, menandai berdirinya The United States of America (Amerika Serikat)━sebuah negara yang begitu digdaya di masa-masa berikutnya.
Sejak deklarasi itu dicetuskan para pendiri bangsa, AS perlahan berbenah untuk mewujudkan tatanan pemerintahan yang berdikari, ideal, dapat menampung semua aspirasi, serta menjunjung tinggi kebebasan masyarakat.
Salah satu medium yang dipakai agar visi-misi itu tercapai adalah konstitusi.
Jalan Berliku
Proses pembentukan konstitusi di AS membutuhkan waktu yang tak sebentar, juga negosiasi panjang yang melibatkan banyak kepentingan. Cikal bakal lahirnya konstitusi AS bermula tak lama usai Deklarasi Kemerdekaan diproklamirkan, ketika wilayah-wilayah koloni, yang tergabung dalam Kongres Kontinental, menginginkan adanya pemerintahan nasional.
Obrolan pun segera dilakukan. Tiap wilayah mengirimkan perwakilannya guna duduk di satu meja, membahas hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan kolektif masyarakat AS pada masa itu. Pertemuan pertama, Juli 1777, tak berlangsung mulus: kata sepakat tak muncul dan pembahasan ditunda hingga Oktober berikutnya.
Di bulan Oktober, kesepakatan berhasil dicapai oleh delegasi dan dituangkan dalam bentuk Artikel Konfederasi. Salah satu poin yang tertulis dalam kesepakatan ini ialah tentang beban pajak berdasarkan nilai kepemilikan tanah. Kemudian, anggaran tersebut dikirimkan ke seluruh wilayah untuk diratifikasi. Sebagian besar delegasi menilai pasal-pasal yang ada di dalamnya cacat. Namun, mereka tetap menerimanya karena meyakini bahwa hal itu adalah bentuk kompromi━ketimbang tidak ada pemerintahan nasional yang formal.
Dari sekian wilayah yang ada, Maryland menjadi penentang paling keras. Kondisi tersebut mendorong wilayah lainnya mengeluarkan resolusi yang intinya mendukung pembentukan pemerintahan nasional tanpa keterlibatan Maryland. Akan tetapi, usulan ini ditentang beberapa pihak karena tanpa kesepakatan bulat, negara berpotensi terpecah belah baik dari intevensi dalam maupun luar negeri. (Maryland sendiri sepakat meratifikasi pada Maret 1781 setelah tentara Inggris menggeruduk Chesapeake Bay.)
Seiring waktu, konstitusi pertama ini memperlihatkan kelemahannya. Misalnya adalah keputusan yang ingin diambil setiap wilayah mesti mendapatkan persetujuan bulat dari wilayah lain sehingga membuat jalannya roda pemerintahan menjadi tidak efektif. Lalu, konstitusi juga tidak dapat mencegah wilayah lain melakukan diplomasi sampai intervensi kepada daerah asing padahal kewenangan ini semestinya dijalankan oleh pemerintahan pusat.
Keadaan ini lantas mendorong wilayah-wilayah yang ada untuk menempuh reformasi konstitusi. Mereka menganggap bahwa konstitusi tidak bisa menjamin pemerintahan bergulir secara ideal. Pada Mei 1787, perwakilan 12 dari 13 negara bagian (Rhode Island tidak ikut serta) mengadakan konvensi di Philadelphia dalam rangka mendesain ulang pemerintahan dan bentuk konstitusi yang baru. Setahun berselang, konstitusi tersebut sukses disusun serta mulai diterapkan per 4 Maret 1789, tepat hari ini 231 tahun lalu.
Penanda diberlakukannya konstitusi━sekaligus pemerintahan federal━yang baru ialah ketika negara-negara bagian melangsungkan kongres di New York. Ada banyak hal yang dibahas dalam kongres ini: dari penggodokan aturan maupun prosedur di DPR dan Senat, pembentukan badan pemerintahan seperti Departemen Negara, Perang, dan Perbendaharaan, menciptakan peradilan federal, menyusun kompensasi bagi pejabat pemerintah, sampai menunjuk George Washington sebagai presiden pertama.
Aspek penting yang tak boleh dilewatkan dari eksistensi konstitusi baru ini adalah bagaimana ia turut membagi pemerintahan federal ke dalam tiga cabang: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Cabang legislatif terdiri atas Kongres, DPR, dan Senat yang tugasnya membikin undang-undang. Sementara eksekutif berisikan presiden dan jajarannya. Dan yudikatif merupakan bagian dari Mahkamah Agung yang kerja-kerjanya mengawasi jalannya implementasi aturan hukum.
Pertempuran yang Menentukan
Dalam laporan panjangnya bertajuk “The Constitution’s Future is Hanging in the Balance” yang dipublikasikan The Atlantic(2019), Jeffrey Rosen menulis bahwa pembentukan konstitusi AS senantiasa diiringi oleh pertempuran ide, gagasan, serta kepentingan antara satu pihak dengan yang lainnya dalam memaknai intisati Deklarasi Kemerdekaan: kebebasan, kesetaraan, serta kedaulatan rakyat.
Situasi tersebut, terang Rosen, menjadikan konstitusi AS sebagai salah satu dokumen unik dalam sejarah politik sebab sifatnya yang dapat memecah sekaligus mempersatukan orang banyak.
Pertempuran pertama, mengutip penjelasan Rosen, muncul selama rentang 1787 hingga 1791 dengan topik pembahasan seputar sejauh apa kekuasaan federal berjalan dalam menghimpun dana untuk pertahanan nasional, ekonomi berkelanjutan, sampai perlindungan properti milik pribadi dari kekerasan massa.
Pada masa ini ditandai juga dengan rivalitas sengit antara kelompok federalis dengan anti-federalis. Kelompok federalis, yang diinisiasi oleh Alexander Hamilton, John Jay, dan James Madison, menekankan bahwa pemerintah pusat punya peran sentral dalam mengatur jalannya negara. Pemerintah pusat, tegas mereka, harus bisa memegang kontrol penuh atas pembentukan undang-undang, ekonomi, sampai diplomasi asing.
Sedangkan kelompok anti-federalis, yang dimotori Thomas Jefferson, berpandangan sebaliknya. Mereka menilai bahwa kekuatan penuh yang melekat pada pemerintahan pusat bisa menyebabkan tergerusnya hak-hak individu seperti hak kebebasan bicara. Selain itu, Jefferson dan gerbong anti-federalis juga menentang kebijakan moneter kelompok federal yang diyakini cuma memberi keuntungan bagi kelas atas.
Rivalitas sengit kedua kelompok ini, di saat bersamaan, mendorong lahirnya amandemen dalam konstitusi. Pangkalnya adalah ketika konstitusi dianggap tidak mengakomodasi pemenuhan hak-hak sipil secara komprehensif.
Maka, dari situ, pada 1789, James Madison, presiden ke-4 AS, mengajukan 12 amandemen saat Kongres Pertama diadakan. Amandemen ini nantinya publik kenal sebagai Bill of Rights, yang secara garis besar memuat hak-hak fundamental bagi warga sipil AS seperti kebebasan berbicara, berkumpul, berserikat, beragama, menuntut pemerintah, sampai kepemilikan senjata.
Kemudian pertempuran selanjutnya, ihwal konstitusi, terjadi selama dan setelah Perang Sipil AS. Fokusnya terletak pada isu penghapusan praktik perbudakan sampai realisasi hak-hak sipil untuk masyarakat Afrika-Amerika. Isu tersebut lalu dituangkan dalam amandemen ketigabelas (1865), keempatbelas (1868), dan kelimabelas (1870). Masing-masing memuat peniadaan slavery, pemberian status kewarganegaraan untuk mantan budak, dan pemberian hak memilih bagi budak.
Kiwari, pertempuran tersebut dapat dilihat semenjak Donald Trump menjabat. Selama masa pemerintahan Trump, konstitusi AS mendapatkan ancaman sekaligus tantangannya; bagaimana Trump dipandang mengangkangi legitimasi konstitusi dengan sederet skandal yang berujung pemakzulan.
Dan pertarungan itu agaknya akan berlangsung lama.
==========
M. Faisal Reza Irfani adalah penulis independen asal Surakarta. Minat kepenulisannya terbentang luas dari musik indie hingga politik internasional; dari film non-mainstream sampai hukum tata negara. Di kala mahasiswa ia pernah menjadi Presiden BEM FH UNS.
Editor: Ivan Aulia Ahsan