tirto.id - Merujuk catatan sejarah, lensa kaca telah hidup bersama manusia sejak dulu kala. Deon F. Louw, peneliti pada Foothills Hospital, Kanada, menyebut bahwa pada kuburan di Mesopotamia, Siprus, dan Troy yang berumur 4.000 tahun sisa-sisa lensa ditemukan. Bahkan dalam catatan beraksara hieroglif dari zaman Mesir kuno terdapat penjelasan sederhana soal lensa kaca.
Di abad pertama Masehi, Seneca, filsuf Romawi, pernah menyatakan bahwa “surat-surat, betapapun kecil dan tidak jelas tulisannya, terlihat besar dan lebih jelas melalui gelas berisi air”—lensa kaca paling sederhana.
Beberapa abad kemudian Galileo Galilei melahirkan benda optik ciptaannya, tubum opticum, dan melaporkan bahwa ia melihat “lalat sebesar ayam”. Rekannya, Giovanni Faber, kemudian memopulerkan istilah mikroskop dari kata Yunani untuk kecil (mikros) dan melihat (skopeîn). Lalu, pada abad ke-17, Anton von Leeuwenhoek mengembangkan alat optik yang lebih canggih, yang kemudian disempurnakan oleh Robert Hooke.
Lensa dan alat optik secara keseluruhan merupakan benda yang sukar dibuat. Felix Auerbach dalam The Zeiss Works and the Carl-Zeiss Stiftung in Jena (1904) menyatakan bahwa kesukaran membuat perangkat optik adalah karena ia melibatkan ilmu murni, opto-technics, dan electro-technics yang bermain-main dengan cahaya—materi yang membuat banyak ilmuwan kebingungan.
Tapi ada satu sosok yang sukses membuat perangkat optik jadi barang umum dan mudah didapat. Orang itu adalah Carl Zeiss, industrialis asal Jerman yang meninggal pada 3 Desember 1888, tepat hari ini 131 tahun lalu.
Dari Mikroskop hingga Fotografi
Carl Friedrich Zeiss lahir pada 11 September 1816 di Weimar, Jerman. Sebagaimana dilansir catatan soal Carl Zeiss yang dipublikasikan Harvard University, Zeiss berguru pada Dr. Friedrich Ksrner, mekanik dan pembuat instrumen asal Jerman. Dari gurunya, Zeiss muda kenal dengan berbagai perlengkapan yang dapat digunakan menciptakan bermacam produk optik. Sementara itu, untuk memperdalam wawasan intelektual, Zeiss mengenyam pendidikan matematika, fisika, antropologi, mineralogi, dan berbagai ilmu tentang optik di University of Jena.
Pada 10 Mei 1846 Zeiss yang telah merampungkan pendidikan mencoba peruntungan dengan mendirikan perusahaan yang menciptakan produk-produk optik. Pada kantor izin usaha di Weimar ia mendaftarkan perseroan bernama “Carl Zeiss”. Enam bulan kemudian Carl Zeiss membuka pabrik di gedung berlantai empat di Neugasse 7, Jena.
Mikroskop merupakan produk yang pertama diciptakan dan dijual Zeiss. Catatan Auerbach menyebut, mikroskop pertama Zeiss sangat simpel. Alat itu dibuat hanya dengan memanfaatkan “hukum sederhana soal optik geometri.” Ini terjadi karena Zeiss, meski telah berguru pada Dr. Friedrich Ksrner, tidak menguasai soal optik secara mendalam.
Namun karena mikroskop yang dibuat Zeiss dibuat dengan presisi, ia memperoleh reputasi. Dengan 250 pekerja, Zeiss sukses menjual lebih dari 10.000 mikroskop yang dijual kebanyakan pada institusi pendidikan atau kesehatan.
Pada September 1847, masih merujuk pada catatan yang dipublikasikan Harvard, Zeiss memindahkan pabriknya dari Neugasse 7 ke Wagnergasse 32 untuk memperbesar skala produksi dan memperbaiki kualitas mikroskop ciptaannya. Ia kemudian mendeklarasikan diri bahwa mikroskop ciptaannya sebagai “perangkat (optik) paling hebat yang dibuat di Jerman.”
Meski Zeiss dikenal sebagai produsen optik, khususnya mikroskop, sebetulnya bahan dasarnya tidak dibuat sendiri. Antje Hagen dalam makalah bertajuk “Export Versus Direct Investment in the German Optical Industry: Carl Zeiss, Jena and Glaswerk Schott & Gen. in the UK, from their Beginnings to 1933” menyebut bahwa Zeiss mengimpor bahan baku produknya melalui firma bisnis asal Perancis. Firma itu mengimpor pula bahan baku dari perusahaan Inggris bernama Chance Brothers.
Untuk bisa mandiri dan benar-benar memperbaiki kualitas alat optiknya, Zeiss bekerja sama dengan Ernst Abbe, profesor di University of Jena pada 1866. Di bawah kongsi Zeiss dengan Abbe, Carl Zeiss AG—nama resmi perusahaan yang didirikan Zess itu—berubah dari sebatas perusahaan yang menciptakan dan menjual produk optik menjadi perusahaan riset optik. Lalu pada 1884 Otto Schoot, ahli optik terkemuka Jerman, bergabung dengan Zeiss.
Menurut Auerbach, di bawah kendali Abbe, Carl Zeiss AG mempekerjakan 1.350 karyawan dengan 20 ilmuwan dan 80 teknisi khusus optik. Carl Zeiss AG melebarkan sayap dengan memproduksi dan menjual empat kategori optik: mikroskop, instrumen fotografi, teleskop, dan instrumen pengukuran berbasis cahaya.
Pada 1901 Zeiss mengimpor produk-produknya ke luar Jerman dengan membuka kantor perwakilan di London. Kini Carl Zeiss AG merupakan perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar sebesar 9,92 miliar dolar AS.
Fotografi: Kisah Sukses Zeiss
Carl Zeiss terkenal dengan produk optiknya. Namun nama besarnya di bidang optik baru benar-benar terdengar melalui dunia fotografi, khususnya tatkala lensa-lensa buatan Zeiss nangkring di berbagai produk kamera.
Pada 1995, karena Sony ingin lebih dikenal di dunia kamera, mereka memutuskan bekerja sama dengan Zeiss untuk menyuplai lensa. Maka lahirlah handycam CCD-TR555 pada 1996 yang mengusung lensa Zeiss. Lalu, pada 1999, kerja sama dilanjutkan melalui DSC-F55K Cyber-shot. Pada 2006 kamera-kamera DSLR milik Sony lazim menggunakan lensa buatan Zeiss.
Kamera bukan satu-satunya. Melalui kerja sama dengan Nokia, Zeiss memopulerkan kehebatan lensanya via telepon selular. Pada 2005, melalui PureView 808, lensa Zeiss nangkring di ponsel kelas atas Nokia. Lalu kongsi pun diperlebar pada Nokia N90, N8, hingga N9.
Mengapa Zeiss dapat sukses di dunia fotografi atas kerja samanya dengan Sony dan Nokia?
Jawabannya, Zeiss sangat menguasai bidang ilmu lensa dan Abbe merupakan pencipta mekanisme perilisan (shutter mechanism). Banyak paten mendasar soal lensa kamera diciptakan Zeiss, khususnya disumbang oleh teknisi bernama Paul Rudolph, yang terkenal menciptakan mekanisme anastigmat di dunia lensa kamera.
Melalui Rudolph, lahirlah Protar pada tahun 1890, Planar (1895), Unar (1899), Tessar (1902), dan Plasmat (1918). Itulah lensa-lensa kamera legendaris yang terkenal akan ketajaman dan presisinya.
Editor: Ivan Aulia Ahsan