tirto.id - Kejaksaan Republik Indonesia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-60 pada tanggal 22 Juli. Tanggal tersebut dipilih sesuai dengan berdirinya Kejaksaan menjadi lembaga mandiri pada 22 Juli 1960 dengan dasar Surat Keputusan Presiden RI No 204/1960.
Dilansir dari laman Kominfo, Hari Kejaksaan sendiri juga dikenal sebagai Hari Bhakti Adhyaksa yang berarti pengabdian para anggota Kejaksaan RI.
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut resmi difungsikan pertama kali pada masa pendudukan Jepang. Pada masa itu, Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk menyidik kejahatan dan pelanggaran, menuntut perkara, serta mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan hukum.
Ketika Indonesia telah merdeka, fungsi ini tetap dipertahankan hingga negara Republik Indonesia membentuk badan-badan dan peraturan negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar.
Untuk memenuhi tuntutan jaman, aturan susunan organisasi serta tata laksana kerja, Kejaksaan RI mengalami beberapa kali perubahan.
Perubahan pertama terjadi di awal era 90-an, dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991.
Setelah era reformasi, Kejaksaan yang merupakan elemen penting dalam penegakan hukum di Indonesia ini terus berupaya memperbaiki diri menjadi lembaga yang lebih mandiri dan bebas dari intervensi.
Untuk memperkuatnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 pun diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.
Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI Pasal 2 Ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Sementara itu, Kejaksaan juga dikenal sebagai pengendali proses perkara atau Dominus Litis. Dengan perannya tersebut, ia memiliki kedudukan sentral dalam kasus penegakan hukum.
Hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan layak tidaknya kasus dapat maju ke Pengadilan berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Di sisi lain, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana atau executive ambtenaar.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi, demikian dikutip dari Kejaksaan.
Sementara untuk penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.
Dari keempat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan RI.
Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang diambil adalah pejabat fungsional Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai perubahan fundamental dalam hukum acara pidana, antara lain di bidang penyidikan.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Dhita Koesno