Menuju konten utama

Sejarah BSSN yang Kini Dipimpin Djoko Setiadi

Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo badan siber dan sandi negara dilebur menjadi satu. Djoko Setiadi ditunjuk sebagai kepala lembaga baru yang langsung di bawah kendali Presiden ini.

Sejarah BSSN yang Kini Dipimpin Djoko Setiadi
Mayjen TNI Djoko Setiadi mengucapkan sumpah jabatan sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/1/2017). /2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Presiden Joko Widodo telah melantik Djoko Setiadi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada Rabu (3/1/2017). Bagaimana sejarah lembaga sandi ini terbentuk?

Sejarah lembaga sandi negara berawal dari era kemerdekaan. Pada 4 April 1946 Menteri Pertahanan Amir Syariffudin membentuk Dinas Code--lembaga sandi negara pertama--dengan dr Rubiono Kertapati (beberapa literatur menulis dengan ejaan lama "Roebiono") sebagai pemimpinnya.

Dalam satu wawancara dengan Tirto, Agustus 2016 silam, ampil Chandra Noor Gultom, Subbag Infomasi-Bagian Humas dan Kerja sama Museum Sandi Yogyakarta menyampaikan, penunjukkan sebagai Kepala Dinas Code karena sandi buatan Rubiono dinilai paling efektif dan tingkat kerumitannya tinggi.

Sandi buatan dr Rubiono kemudian dikurasi dan dijadikan Buku Kode "C", sebuah pedoman penulisan sandi saat itu.

"Buku Kode C” itu terdiri dari 10.000 kata dalam bahasa Inggris dan Belanda. Buku ini menjadi pedoman para penulis kode di awal-awal republik berdiri. Namun, sandi-sandi itu selalu diubah tiap minggu atau bulan. “Untuk menghindari kebocoran,“ jelas Tampil saat itu.

Selama kurun 1946 sampai 1948 sandi buatan Rubiono terus digunakan. Termasuk ketika terjadi Serangan Oemoem Satu Maret 1949 yang memberi pesan kepada dunia Internasional bahwa Indonesia masih bisa melawan, Indonesia masih ada. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan Peristiwa 6 jam di Yogya.

Melalui sandi inilah kabar Serangan Oemoem diumumkan ke dunia internasional dari rumah sandi di daerah Kulon Progro yang diteruskan menggunakan relay di Playen Gunung Kidul lalu diteruskan ke Bukittinggi. Bukittinggi merupakan pusat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara, sebagai pengganti Sukarno-Hatta yang ditawan Belanda.

Dari Bukittinggi sandi itu diteruskan ke Rangoon, Myanmar dan disambungkan ke Delhi, India dan negara-negara yang bersimpati kepada kemerdekaan Indonesia.

Pada era 1950-1960 dinas kode dimasukkan ke staf G Angkatan Darat bersama Militair Security (G-I), dan namanya berubah menjadi Jawatan Sandi. Koordinasi jawatan ini dipindah dari Kementerian Pertahanan ke Perdana Menteri. Kendati demikian, urusan personel tetap di bawah koordinasi Menteri Pertahanan.

Pada 1960-1972 Jawatan Sandi diubah lagi. Jawatan ini sepenuhnya di bawah kendalu Perdana Menteri.

Namun pada masa Orde Baru Jawatan Sandi diubah menjadi Lembaga Sandi Negara sesuai dengan Keppres Nomor 7 Tahun 1972. Lembaga ini berada di bawah koordinasi Presiden.

Di era Presiden Joko Widodo, Lembaga Sandi Negara akhirnya dilebur dengan Badan Siber melalui Presiden No. 53 tahun 2017 yang diteken pada 19 Mei 2017. Namanya berubah menjadi Badan Siber dan Sandi Negara. Kepalanya, Djoko Setiadi, sang pengagum dr Rubiono Kertapati.

Baca juga artikel terkait BADAN SIBER DAN SANDI NEGARA atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Politik
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH