tirto.id - Jenderal Oerip Soemohardjo (ejaan baru: Urip Sumoharjo) dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah, pada 22 Februari 1893, tepat 126 tahun lalu. Sejarah berkisah, Oerip Soemohardjo sebenarnya pernah berpeluang besar menjadi panglima angkatan perang RI, namun pada akhirnya ia harus legowo dan merelakan posisi itu kepada Soedirman.
Sebulan sebelum diadakannya pemilihan Panglima TKR (Tentara Keamanan Rakyat), Presiden Sukarno menunjuk Oerip Soemohardjo untuk menjabat kepala staf umum merangkap panglima sementara pada 14 Oktober 1945. Rekam-jejak Oerip sejak era kolonial Hindia Belanda yang menjadi pertimbangan bagi Sukarno.
Penunjukan ini membuat Oerip Soemohardjo menjadi kandidat yang paling diunggulkan bakal menduduki jabatan sebagai Panglima TKR usai pemilihan nanti. Namun, munculnya sosok baru bernama Soedirman membuat peluang Oerip tergerus.
Suara pemilih terbelah dua. Sentimen kelompok pun mempengaruhi. Oerip adalah mantan perwira bumiputra dengan jabatan tertinggi di Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), angkatan perang pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Sedangkan Soedirman yang 23 tahun lebih muda dari Oerip, merupakan mantan prajurit Pembela Tanah Air (PETA) bentukan pemerintah militer Jepang. Setelah Indonesia merdeka, kekuatan angkatan perang RI disangga dua kubu ini, yakni bekas anggota KNIL dan PETA.
Jika dibandingkan Soedirman, Oerip masih unggul jauh, baik pengalaman maupun kemampuannya. Namun, yang terjadi dalam pemilihan Panglima TKR pada 12 November 1945 justru dimenangkan Soedirman dengan selisih satu suara. Kendati begitu, Oerip Soemohardjo tetap legowo.
Berikut ini kiprah Oerip Soemohardjo, disajikan dalam kronik:
1893
Dilahirkan di Desa Sindurjan, Purworejo, Jawa Tengah, sebelah barat Yogyakarta, tanggal 22 Februari 1893. Nama lahirnya adalah Muhammad Sidik. Namun, karena mengalami kecelakaan waktu kecil, namanya diganti menjadi Oerip diikuti dengan nama sang ayah, Soemohardjo.
1914
Oerip Soemohardjo lulus dari pelatihan militer di Meeter Cornelis (Jatinegara), Batavia, dengan pangkat letnan di KNIL. Selama hampir 25 tahun kemudian, ia ditugaskan ke berbagai wilayah Hindia Belanda hingga akhirnya mencapai pangkat tertinggi KNIL untuk perwira bumiputra.
1938
Pada 1938, Oerip Soemohardjo sempat mundur dari KNIL lantaran berselisih dengan Bupati Purworejo. Ia dan istrinya kemudian pindah ke sebuah desa di dekat Yogyakarta. Di sana, mereka menjalani kehidupan damai dengan membangun sebuah vila dan mengurus kebun bunga yang luas.
1940
Oerip Soemohardjo dipanggil kembali untuk bertugas pada Mei 1940. Militer Hindia Belanda rupanya masih membutuhkan tenaganya. Saat itu, Belanda sedang terancam oleh pergerakan Nazi-Jerman, juga Jepang.
1942
Jepang mengambil-alih kekuasaan Indonesia dari Belanda. Sebagai perwira KNIL, Oerip Soemohardjo pun ditangkap dan ditahan selama 3,5 bulan. Setelah bebas, ia menepi dari hiruk-pikuk militer selama era pendudukan Jepang di Indonesia dengan kembali menjalani kehidupan di vilanya bersama sang istri.
1945
Indonesia akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945. Oerip Soemohardjo pun tergerak untuk turut mengawal kemerdekaan itu. Tanggal 14 Oktober 1945, Presiden Sukarno menunjuknya sebagai kepala staf dan panglima sementara TKR yang baru saja dibentuk sembari menunggu masa pemilihan.
Pemilihan Panglima TKR pun digelar pada 12 November 1945. Oerip bersaing ketat dengan kandidat yang lebih muda, Soedirman. Pemungutan suara dilakukan dua putaran, hasilnya selalu imbang. Di tahap penentuan, Soedirman menang tipis, unggul satu suara. Oerip legowo. Ia tidak mempersoalkan dinamika yang terjadi di saat-saat terakhir.
1946
Oerip Soemohardjo bahkan dengan tulus membantu Soedirman dalam upaya mempertahankan kemerdekaan yang terancam karena Belanda datang lagi. Pada 23 Februari 1946, Oerip ditunjuk sebagai Kepala Panitia Besar Reorganisasi Tentara yang bertugas menangani proses perampingan angkatan perang RI.
1947
Setelah Tentara Nasional Indonesia (TNI) resmi dibentuk pada 3 Juni 1947, Oerip Soemohardjo mendirikan akademi militer di Yogyakarta dan berjuang dengan taktik gerilya untuk menghadapi Belanda. Sama seperti Soedirman, Oerip tidak sepakat dengan berbagai perundingan yang dilakukan pemerintah RI dengan Belanda.
1948
Oerip Soemohardjo mengundurkan diri pada 1948 karena kecewa dengan pemerintah RI yang seolah tidak percaya dengan kekuatan militer sendiri. Namun, ia tetap mengabdikan diri untuk negara, yakni sebagai penasihat Menteri Pertahanan/Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Namun, kesehatan Oerip memburuk. Tanggal 17 November 1948 malam, ia terkena serangan jantung dan meninggal dunia. Jenazah Oerip Soemohardjo dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta dan secara anumerta dipromosikan sebagai jenderal.
1964
Presiden Sukarno atas nama Pemerintah RI menetapkan Jenderal Oerip Soemohardjo sebagai pahlawan nasional. Sebelumnya, diberikan pula sejumlah tanda kehormatan dari pemerintah secara anumerta, termasuk Bintang Sakti (1959), Bintang Mahaputra (1960), Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967), dan Bintang Kartika Eka Paksi Utama (1968).
Editor: Ivan Aulia Ahsan