tirto.id - Komisioner KPK RI, Saut Situmorang mengusulkan calon pimpinan lembaga antirasuah ke depan dipilih langsung oleh Presiden Jokowi. Hal itu dinilai akan memperkuat KPK.
"Makanya saya katakan sekali lagi, kalau mau keren, UU KPK memperkuat itu pimpinannya ditentukan oleh presidennya, lebih enak," kata Saut kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (8/9/2019).
Pernyataan ini menanggapi polemik pemilihan calon pimpinan KPK yang berlarut-laturt sejak tahap awal hingga saat ini. Terdapat 10 capim yang lolos seleksi untuk mengikuti fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan).
Saut juga menilai, revisi UU KPK yang pembahasanya sudah disahkan DPR RI pekan lalu dinilai akan melemahkan fungsi KPK.
KPK, kata dia, perlu dikuatkan untuk memberangus korupsi di dalam negeri. Strategi yang paling tepat yaitu Ketua KPK RI merupakan orang pilihan presiden. Dengan demikian, lanjut dia, tanggung jawab Ketua KPK berada sepenuhnya di tangan presiden.
"Jadi kalau ada apa-apa tinggal presidennya bertanggung jawab, iya nggak? Di negara lain kayak begitu," kata dia.
Menuru dia, dengan pola pemilihan Capim KPK di bawah presiden, efektif untuk memperkuat KPK dari segala kriminalisasi yang terstruktur.
Menurut dia, usulan ini relevan untuk mengatasi polemik capim KPK saat ini.
"Kalau dia [capim KPK] memilih yang memperkuat itu pasti saya rekomendasikan, kalau mendukung revisi saat ini jangan, tentu jangan dipilih," terang dia.
Menurut dia, saat ini tak lagi ada acara untuk menghentikan seleksi capim, karena tersisa tahap uji publik. Namun, menjadi pimpinan KPK tak bisa bertindak semena-mena.
"Lu mau teriak apa juga enggak bakal bisa berubah, 10 nama itu sudah ada disitu, tinggal dipilih siapa. Itu sudah proses politik. Siapapun nanti yang akan dipilih kita lihat dia tidak akan pernah bisa sesukanya disini," kata Saut.
Diketahui, dalam Rapat Paripurna yang hanya dihadiri 70-an anggota dewan pada Kamis (5/9/2019). Partai pendukung Jokowi setuju merevisi Undang-Undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Usul revisi UU KPK lantas disampaikan ke Badan Legislasi, lembaga di DPR yang salah satu tugasnya memantau dan meninjau undang-undang.
Setelah disetujui dalam Rapat Paripurna, DPR akan mengebut revisi sebelum masa periode kerja berakhir pada 24 September mendatang. Anggota DPR periode sekarang berharap akan melakukan tes kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK periode selanjutnya.
Wacana revisi UU KPK adalah barang lama meski baru benar-benar akan terjadi sekarang. DPR telah menginginkannya sejak 2010 pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), DPR sepakat revisi UU KPK termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 Prioritas pada 26 Januari 2016. Saat itu hanya Fraksi Gerindra yang menolak revisi, lalu Fraksi Demokrat dan PKS.
Upaya revisi UU KPK kembali redup hingga muncul lagi pada periode 2017 DPR membentuk panitia khusus (pansus) hak angket terhadap KPK lalu muncul lagi sebagai salah satu rekomendasi.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali