tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyebut bahwa berbagai negara di dunia termasuk Indonesia perlu menelaah atau mengkaji lebih lanjut dengan data untuk mengukur kesiapannya menuju akhir pandemi COVID-19.
“Saat ini terdapat pandangan yang berbeda tentang status dari pandemi COVID-19. Perlu ditelaah lebih lanjut berdasarkan data bagaimana kondisi COVID-19 di berbagai negara termasuk Indonesia, untuk mengukur kesiapan menuju akhir pandemi,” kata Juru Bicara atau Jubir Satgas COVID-19 Wiku dalam konferensi pers virtual bertajuk “Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia Per 22 September 2022”, yang disiarkan langsung via kanal YouTube BNPB Indonesia pada Kamis (22/9/2022).
Dia menuturkan, jika dilihat pada tingkat global, sebagian besar negara sudah mengalami penurunan kasus COVID-19 dalam waktu yang cukup lama. Di Jerman dan Italia, kasus sudah turun selama dua bulan sejak puncak kasus terakhir.
Lanjut Wiku, di Amerika, Kanada, dan India, kasus COVID-19 cenderung stabil setelah awal tahun 2022. Sementara, Inggris sempat mengalami kenaikan kasus di bulan Maret 2022, namun terus menurun setelahnya.
Adapun kata dia, di negara tetangga Indonesia yaitu Malaysia, sudah mengalami penurunan kasus COVID-19 selama enam bulan sejak puncak kasus terakhir. Di Australia dan Singapura, sudah dua bulan mengalami penurunan kasus sejak kenaikan terakhirnya.
Lebih lanjut Wiku, Korea Selatan (Korsel) dan Jepang menjadi negara yang baru saja pulih dari puncak kasus COVID-19, di mana kedua negara tersebut mengalami puncak kasus di bulan Agustus 2022 lalu. Meski demikian, masih terdapat beberapa negara yang mengalami kenaikan kasus, seperti Rusia, Prancis, dan Austria yang mengalami kenaikan kasus dalam kasus mingguannya.
“Di mana Rusia telah mengalami kenaikan sejak bulan Juli, sedangkan Prancis dan Austria baru mengalami kenaikan di bulan ini. Keadaan ini menjadi bukti, bahwa kondisi COVID-19 yang dihadapi oleh berbagai negara berbeda-beda,” terang dia.
Di Indonesia, jelas Wiku, kondisi COVID-19 sudah stabil sejak puncak terakhir di bulan Maret 2022 akibat varian Omicron. Namun sempat mengalami kenaikan kasus di bulan Agustus 2022, tetapi angkanya tidak signifikan.
Dia pun menyebut bahwa kasus aktif dan perbandingan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan (positivity rate) juga terus mengalami penurunan, dengan tingkat keterisian tempat tidur perawatan (bed occupancy ratio/BOR) nasional yang stabil di angka lima persen. Akan tetapi, angka kematian akibat COVID-19 yang masih perlu untuk segera ditekan semaksimal mungkin, karena saat ini masih mencatatkan lebih dari 100 kematian dalam satu pekan.
“Angka tersebut terbilang cukup banyak, karena kematian tidak hanya sekadar angka, namun berarti nyawa. Di sisi lain, kesiapan kita dalam mengakhiri pandemi dan memulai transisi ke endemi, perlu didukung kuat dari kesadaran masyarakat, selain kesiapan pemerintah masing-masing daerah,” ujar Wiku.
Menurut dia, kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya dan orang lain dapat terefleksi dari cakupan vaksinasi COVID-19, khususnya dosis ketiga (booster). Sayangnya, meskipun sudah diberlakukan penegakan aturan wajib booster untuk bepergian dan memasuki tempat umum, nyatanya kenaikan angka cakupan vaksin booster masih belum signifikan.
“Sejak diberlakukan program booster pada awal tahun menuju akhir tahun ini, cakupannya baru sebesar 26 persen saja. Pengaturan wajib booster yang dikeluarkan tanggal 26 Agustus lalu, juga belum mampu menaikkan cakupan vaksin booster secara signifikan,” tutur Wiku.
Dia menambahkan, hal ini ditandai dari kenaikan cakupan vaksinasi yang kurang dari satu persen.
“Kesimpulannya, kita perlu berhati-hati dalam memaknai akhir pandemi. Kita perlu melihat perspektif yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek kesiapan seluruh lapisan masyarakat dan pemerintahnya, untuk bersama-sama bertanggung jawab mencegah terjadinya kenaikan kasus di kemudian hari,” tandas Wiku.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri