tirto.id - Baca bagian sebelumnya di sini
Usul Uni Eropa untuk mengajukan boikot terhadap bongkahan batu intan mentah dari tambang Rusia—termasuk dari Alrosa, perusahaan intan terbesar di dunia yang berbentuk semi-BUMN—gagal terwujud. Nama Alrosa tidak ditemukan dalam daftar penerima sanksi per 6 Oktober.
Sanksi baru dijatuhkan pada 30 individu dan 7 entitas bisnis Rusia. Ini adalah hukuman karena invasi ke Ukraina.
Hilangnya Alrosa menarik karena nama mereka sebenarnya terdapat dalam proposal sanksi. Di sana Komisi Uni Eropa menyatakan bahwa Alrosa telah menyokong militer Rusia dengan mensponsori satu kapal selam perang. Polandia, Irlandia, dan negara-negara Baltik juga tergolong galak terhadap Rusia.
Lantas mengapa Alrosa akhirnya tak disanksi? Keputusan ini mustahil dipisahkan dari tekanan Belgia. Beberapa minggu belakangan mereka melontarkan argumen-argumen defensif yang membela bisnis intan Rusia, tapi dengan dalil kepentingan nasional sendiri.
Dalam sebuah konferensi intan pada September silam, misalnya, Perdana Menteri Alexander de Croo mengatakan memboikot intan Rusia akan menimbulkan “kerugian besar” bagi Belgia.
Industri intan memang merupakan salah satu pilar ekonomi Belgia. Sebanyak 5 persen komoditas ekspor mereka adalah produk-produk intan dan 30 ribu lapangan kerja bergantung pada sektor tersebut. Asal intan tersebut tidak lain banyak berasal dari Rusia.
Intan merupakan komoditas ekspor Rusia yang sudah menyokong industri di Diamantkwartier, distrik seluas 2,5 kilometer persegi di Antwerp, kota paling padat penduduk di Belgia dan kompleks bisnis yang dikenal sebagai jantung aktivitas perdagangan intan tersibuk di dunia.
Peran Antwerp dalam industri intan bisa dibilang tidak tergantikan. Mereka diklaim sudah mengontrol 86 persen perdagangan intan dan 50 persen berlian—yang total nilai transaksinya rata-rata menembus 200 juta dolar per hari atau 47 miliar dolar (Rp700 triliun) per tahun. Bukan tidak mungkin setiap intan atau berlian di muka bumi pernah singgah barang sekali saja di Antwerp.
Menurut situs riset Edahn Golan, sepanjang 2021, nilai ekspor intan dan berlian (intan yang sudah menjalani proses pemotongan dan pemolesan sehingga jadi berkilauan) berkisar Rp130 triliun atau nyaris mencapai 9 miliar dolar (berlian 8 miliar, intan 1 miliar). Nilai tersebut menempatkan intan serta berlian sebagai komoditas ekspor Belgia terbesar kelima.
Dukungan terhadap industri intan juga datang dari asosiasi dagang Antwerp World Diamond Centre (AWDC). Juru bicara AWDC Tom Neys mengatakan apabila Belgia memboikot, Rusia akan mengalihkan ekspornya ke negara-negara di kawasan Timur Tengah atau Asia yang cenderung enggan memberlakukan sanksi. Jika pasar intan dan pengolahannya beralih ke sana, industri batu mineral berharga ini bakal mengalami kemunduran seperti pada “era Abad Pertengahan”, kata Neys.
Dalam bahasa gamblang, negara-negara di kawasan Arab dan Asia dianggap lebih korup dan terbelakang dalam dunia bisnis, sedangkan Belgia, sesumbar Neys, punya sistem anti-pencucian uang terbaik di dunia.
Transparansi keuangan dalam industri perdagangan intan dan berlian di Belgia bukanlah suatu “prestasi” yang sudah ada dari dulu. Belgia punya riwayat main kotor dengan “intan berdarah”.
Dilansir dari Politico, sedininya sejak akhir 1990-an, aktivitas perdagangan intan Belgia sudah dikaitkan dengan konflik sipil bersenjata dan rezim korup di Afrika. Bahkan, pada 2004, Antwerp sendiri menjadi lokasi pengadilan pertama di dunia untuk menghukum penyelundup “intan berdarah” dari Sierra Leone.
Pada 2008, Human Rights Watch pernah meminta pemerintah Belgia untuk menginvestigasi penyelundupan intan dari Zimbabwe berikut pelanggaran HAM yang mengiringinya. Akan tetapi, lima tahun kemudian otoritas Belgia justru berhasil menekan Uni Eropa agar mengangkat sanksi yang ditujukan pada produsen utama intan di Zimbabwe.
Selain itu, pada awal 2010-an, sejumlah politikus Antwerp—dijuluki “klub berlian”—sempat dituding memengaruhi arah kebijakan pemerintah demi melindungi kepentingan industri tersebut.
Celah-Celah dalam Sanksi
Sikap lembek Belgia sebagai pemain besar dalam industri intan memang mengecewakan. Terlebih dari itu, sanksi dari segelintir pemerintah untuk menutup keran impor “intan dari Rusia” juga dianggap punya celah administratif sehingga berpotensi untuk diakali. Celah ini dilatarbelakangi oleh prosedur pengolahan bongkahan intan sampai jadi berlian yang sangat panjang dan melibatkan banyak aktor di berbagai negara.
Hal itu disampaikan oleh Richard Chetwode dari perusahaan tambang intan Namibia Trustco Resources dalam artikel di Intellinews yang terbit bulan lalu.
Chetwode menyinggung tentang praktik pencampuran, yakni ketika bongkahan intan dari Rusia disatukan dengan yang berasal dari tambang Afrika atau Australia agar hasil akhirnya lebih bagus. Akibatnya, keterangan tentang asal intan bisa berubah jadi mixed origin atau 'berasal dari berbagai tempat' alias tidak bisa lagi dikategorikan sebagai “intan dari Rusia”.
Chetwode juga memakai contoh menarik dari kasus di AS pada 2019. Kala itu, pengusaha di New York baru saja mengimpor berlian. Menurut riwayatnya, berlian tersebut diolah dari bongkahan intan yang ditambang di Botswana. Hasil tambang itu kemudian diekspor ke Cina untuk menjalani proses bloking dan pemotongan—tahap awal dalam prosedur pemolesan.
Dari Cina, potongan intan tersebut diekspor ke India untuk dipotong-potong jadi lebih kecil lagi dengan teknologi laser, dibentuk, dan dipoles sedemikian rupa sampai wujudnya jadi berlian nan berkilauan seperti yang biasa kita lihat di toko. Akhirnya, berlian cantik ini diekspor lagi ke AS sampai berpindah tangan ke pengusaha New York.
Jika demikian alur ceritanya, dari mana sebenarnya berlian tersebut berasal?
Menurut keputusan badan pemerintah federal untuk urusan perdagangan internasional dan bea cukai US Customs and Border Protection, berlian tersebut sudah jadi “produk asal India”. Alasannya tak lain karena wujud awal bongkahan intan sudah “diubah secara substansial” di sana. Singkat kata, berlian yang dibuat dari intan asal Rusia namun sudah dipoles dan diolah di negara lain akan dicap sebagai produk asal negara pengolah.
Berangkat dari logika yang sama, pengusaha atau badan usaha dari negara yang menjatuhkan sanksi pada intan Rusia, terutama AS yang memiliki permintaan berlian tertinggi di dunia, masih berpotensi mengimpor intan asal Rusia yang sudah diolah jadi berlian di negara lain.
Sejumlah korporat ritel perhiasan besar yang berbasis di AS seperti Tiffany & Co., Signet Jewelers, Brilliant Earth memutuskan menangguhkan penjualan segala produk yang dibuat dengan intan asal Rusia, termasuk yang sudah dipotong atau dipoles jadi berlian di negara mana pun.
Agar bisa melacak intan hasil tambang Rusia, perusahaan membutuhkan dokumen atau sertifikat lebih detail, yang sayangnya tidak selalu mengiringi setiap butir berlian yang bersirkulasi di penjuru dunia. Sekali lagi, sebagaimana ditekankan dari artikel Bloomberg, nyaris mustahil untuk melacak bongkahan atau potongan intan setelah mereka masuk dalam rantai pasokan.
Sebabnya, mereka kerap dikumpulkan dalam satu karung sesuai ukuran dan kualitasnya—yang terdiri atas 15 ribu kategori berbeda. Di samping mengalami proses pencampuran sehingga status asalnya jadi mixed origin, mereka juga berpindah tangan berkali-kali dan diperjualbelikan di berbagai tempat sebelum akhirnya tiba di etalase pertokoan.
Jika situasinya seperti ini, maka sulit membayangkan Rusia akan kehabisan uang untuk membiayai invasinya.
(Bersambung...)
Editor: Rio Apinino