Menuju konten utama

Sandiaga Uno Ingin Bangun Infrastruktur Tanpa Utang, Memang Bisa?

Sandiaga Uno mengusulkan pembangunan infrastruktur tanpa utang dengan PPP. Faktanya skema ini memang belum maksimal.

Sandiaga Uno Ingin Bangun Infrastruktur Tanpa Utang, Memang Bisa?
Foto aerial Jembatan Kali Kuto yang telah selesai dibangun di ruas Tol Semarang-Batang, Sambungsari, Weleri, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Sabtu (3/11/2018). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Pada Sabtu, 8 Desember lalu, calon Wakil Presiden Nomor Urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan ingin membangun infrastruktur Indonesia tanpa utang. Itu akan ia lakukan jika terpilih dalam Pemilu yang diselenggarakan tahun depan.

Bagaimana caranya? Menurut Sandi itu bisa dilakukan dengan menggandeng swasta. Swasta diajak berkontribusi dalam pendanaan jangka panjang. Itu tak dilakukan Jokowi, kata Sandi. Jokowi hanya mengandalkan BUMN saja, tambahnya.

Juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang fokus pada isu-isu ekonomi, Faldo Maldini menegaskan kembali pernyataan Sandi dengan mengatakan kalau pembangunan infrastruktur tanpa utang bisa dengan skema public-private partnership (PPP).

Masalahnya, kata Faldo, skema ini mandek.

"Coba cek saja berapa proyek yang bisa jalan dengan skema itu sekarang. Setahu saya, kecil sekali. Kami ingin dorong skema ini jadi paling utama," kata Faldo kepada reporter Tirto, Senin (10/12/2018).

Apa yang dikatakan Faldo memang benar. Dalam Public Private Partnership Book keluaran Bappenas, pada tahun ini cuma ada 15 proyek infrastruktur dengan skema PPP atau kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Beberapa di antaranya adalah tol Yogyakarta-Bawen dan tol Semarang-Demak.

Dari 15 proyek itu cuma proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Semarang Barat yang sudah dianggap siap.

Mengutip indonesia-investments.com, skema PPP belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena, salah satunya, "perbedaan regulasi di dalam institusi negara."

"Jalan sendiri swasta itu kesusahan, sementara BUMN juga tidak mampu kerja sendirian," kata Faldo.

Pendapat serupa diungkapkan Koordinator Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) BPN Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil memberi contoh bagaimana PPP yang baik adalah apa yang sudah dilakukan Sandi lewat perusahaannya Saratoga Grup: membangun Tol Cipali.

"Kuncinya adalah pelibatan swasta dengan baik dan pasti, dan pihak swasta tentu membutuhkan regulasi yang pasti karena pihak swasta membutuhkan kepastian bisnis ketika melakukan investasi," katanya kepada reporter Tirto.

Tanggapan Tim Jokowi

Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menyebut perlu Rp5,519 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Sementara itu, dana yang tersedia dari APBN hanya Rp1,178 triliun.

Pemerintahan Jokowi menambal kekurangan itu dengan utang, misalnya dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Jika nanti Prabowo-Sandi jadi presiden-wakil presiden, mereka akan dihadapkan pada pekerjaan rumah meyakinkan swasta untuk membangun dengan nilai proyek yang kira-kira sama—tergantung bagaimana RPJMN tahun depan.

Angka yang sedemikian besar ini membuat Ketua Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Erick Thohir, ragu dengan pernyataan Sandi. Erick, yang sebetulnya bersahabat dengan Sandi, bahkan bilang rencana itu mustahil dilakukan.

"Kalau Sandiaga dapat membangun sesuatu tanpa utang, mungkin saya ingin bertemu dan belajar," ujar Erick di Kemayoran, Jakarta Pusat, Ahad (9/12) kemarin.

Ekonom Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Arif Budimanta mengatakan apa yang bermasalah dari pernyataan Sandi adalah ia melihat utang semata sebagai masalah. Katanya, utang juga ada manfaatnya.

"Soal utang juga bisa dilihat dari sisi pemanfaatannya. Selama ini, jalan yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi tampak jelas untuk kesejahteraan rakyat," kata Arif kepada reporter Tirto.

Ia mengatakan meski pemerintahan Jokowi punya banyak utang, namun posisinya masih aman.

"Secara konstitusional masih sangat aman. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, tertulis jumlah pinjaman pemerintah dibatasi maksimal 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara saat ini di bawah 30 persen."

Baca juga artikel terkait PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino