tirto.id - Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menyebut bahwa organisasinya menolak usul Komisi II DPR RI agar saksi pada pemilu 2019 dibiayai negara.
Menurut Hasan, pengupahan saksi oleh negara akan membebani APBN. Ia menyebut, beban yang bisa muncul sekitar Rp120-240 miliar.
"Selama ini parpol sudah mendapat Bantuan Keuangan tiap tahun dari APBN, bahkan APBD, tapi tidak transparan penggunaannya. Ini merupakan wujud ketidakmandirian Parpol," tutur Hasan kepada Tirto, Kamis (18/10/2018).
Usul pendanaan saksi oleh negara kembali muncul saat Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kemendagri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Selasa (16/10/2018). Ide itu muncul karena DPR RI menilai tak semua partai memiliki anggaran cukup guna menyewa saksi di Pemilu 2019.
Ketua Komisi II Zainuddin Amali menyebut, usul itu juga muncul untuk mengurangi potensi kecurangan parpol guna memenuhi pendanaan saksi. Akan tetapi, Zainuddin menyerahkan keputusan final pembiayaan sakai ke pemerintah.
"Kalau semua kebutuhan Parpol dibebankan ke APBN, dikhawatirkan uang parpol digunakan untuk 'politik uang'," tutur Misbah.
Berdasarkan UU Pemilu, saksi dari peserta pemilu harus ada di setiap TPS. Jika semua saksi dibiayai negara, maka akan ada sekitar 12,8 juta orang yang harus diupah. Jumlah itu berasal dari perkalian 16 saksi parpol peserta pemilu dengan jumlah TPS yang mencapai angka 800 ribu lebih.
Jika setiap saksi mendapat upah Rp100 ribu, maka kisaran biaya yang diperlukan untuk mereka Rp1,28 triliun. Jumlah itu bisa lebih besar jika upah bagi saksi di atas Rp100 ribu per orang.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora