tirto.id -
Menurut Amali, usulan ini dilakukan agar seluruh parpol peserta Pemilu 2019 dapat mengirimkan saksi di TPS. Sebab, menurutnya, tidak semua parpol mempunyai kemampuan finansial untuk mengirim saksi.
"Nah kami khawatirkan jangan sampai ada partai yang tidak ada saksinya di TPS. Kalau begitu siapa yang akan mengamankan suara mereka," kata Amali di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/10/2018).
Dengan begitu, kata Amali, kecurangan di pemilu juga dapat diminimalisir. Tidak seperti di Pilkada 2018 lalu yang menurutnya banyak laporan kecurangan terjadi, tapi susah ditelusuri lantaran tidak ada saksi di lokasi dari pasangan yang merasa dirugikan.
Selain itu, kata Amali, pembiayaan saksi ini juga bisa berfungsi untuk menghemat anggaran kampanye yang mesti dikeluarkan para caleg.
"Kami menghindari berita-berita terakhir para caleg diminta untuk membiayai itu (saksi)," kata Amali.
Sementara, menurut Amali, besarnya biaya kampanye yang mesti dikeluarkan caleg bisa berakibat pada peluang korupsi di kemudian hari setelah mereka menjabat.
Untuk besaran biaya saksi, Amali menyatakan, pihaknya menyerahkannya ke pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk menentukannya.
"Kalau enggak ada anggarannya ya enggak usah enggak apa-apa," kata Amali.
Setelah ditetapkan, kata Amali, parpol pun tidak bisa mengelola dana saksi itu sendiri, melainkan disalurkan oleh penyelenggara Pemilu.
"Kemudian saksi partai itu tidak bisa digabungkan dengan saksi pilpres. Karena mereka harus tanda tangan berita acara sendiri-sendiri," kata Amali.
Saat ini, dana saksi di pemilu masih dibiayai parpol secara mandiri. Menurut Amali, biasanya untuk dana saksi caleg-caleg memberikan sumbangan secara sukarela.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Dipna Videlia Putsanra