tirto.id - Mantan tim asistensi Gubernur Aceh, M Nur Djuli hadir sebagai saksi dalam lanjutan sidang perkara dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf.
Nur Djuli mengatakan, banyak mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang geram atas penangkapan Irwandi. Namun, pria yang juga bekas kombatan ini mengatakan dirinya dan bekas kombatan senior lainnya selalu berusaha menenangkan.
"Jadi ini menjadi tugas kami untuk menenangkan meredam bahwa kita harus melihat pelaksanaan hukum yg berlaku jangan gegabah, sebab mudah sekali mencetuskan emosi yang tidak sehat," kata Djuli saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Senin (11/3/2019).
Nur Djuli menilai kegeraman itu berdasar, sebab ia menilai Irwandi telah melakukan tata kelola keuangan daerah Aceh dengan baik.
Ia pun mengungkapkan bahwa Irwandi tidak pernah mau sendirian dalam memeriksa anggaran. Ini dilakukan sebagai salah satu bentuk transparansi.
"Bahkan kalau memeriksa anggaran tidak hanya sendrii, ada yang dicoret, ini tidak boleh, itu jelas," ujar Djuli.
Jaksa KPK mendakwa Irwandi telah menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi sebesar Rp1,05 miliar. Uang itu diberikan agar Irwandi menyerahkan proyek-proyek di Kabupaten Bener Meriah yang dibiayai Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) ke pengusaha-pengusaha asal Bener Meriah.
Jaksa juga mengatakan Irwandi telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022 sebesar Rp 8,71 miliar. Jaksa pun mendakwa Irwandi karena telah menerima gratifikasi dari Board of Management PT Nindya Sejati sebesar Rp 32,45 miliar.
Atas gratifikasi tersebut, Irwandi didakwa telah melanggar pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara atas tindakan suap yang ia lakukan, jaksa mendakwa Irwandi dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Agung DH