tirto.id - Ahli hukum pidana Universitas Hasanuddin Makassar, Said Karim mengatakan tak melihat adanya unsur perencanaan pembunuhan dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hal tersebut disampaikan Said dalam persidangan hari ini, Selasa (3/1/2023) saat dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Mulanya, kuasa hukum menceritakan kronologi kejadian versi kubu Ferdy Sambo yang mengatakan bahwa niat awal Sambo menemui Yosua adalah untuk klarifikasi.
"Jadi rencana awalnya adalah melakukan klarifikasi, waktunya pun bukan pada sore hari dalam hal ini, tapi rencananya akan dilakukan pada malam hari, klarifikasi dilakukan pada malam hari, tapi karena ada situasi dalam perjalanan ketika saudara terdakwa Ferdy Sambo melihat Yosua di depan gerbang dan kemudian dia [Sambo] menjadi sangat emosional apakah itu bisa disebut tidak memenuhi aspek kesengajaan?" tanya kuasa hukum Ferdy Sambo dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
"Kalau saya mendengar uraian kronologis dari bapak penasihat hukum ketengahkan kepada saya, saya tidak melihat adanya unsur berencana di situ, karena serta merta langsung berhenti lalu kemudian hendak melakukan klarifikasi. Tapi itu lagi-lagi semua pihak mempunyai kewenangan untuk menilai masing-masing," kata Said menjawab pertanyaan kuasa hukum.
Said juga menilai penggunaan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana mensyaratkan adanya ketenangan dari pelaku saat melakukan pembunuhan. Dalam kasus ini, terutama Ferdy Sambo, menurut Said Karim tak mungkin melakukan pembunuhan terhadap Yosua dengan rencana yang matang.
Menurut Said, Ferdy Sambo membunuh Yosua dalam keadaan tidak tenang akibat mendapatkan informasi bahwa istrinya, Putri Candrawathi mengalami pemerkosaan oleh Yosua.
"Bagaimana mungkin saudara terdakwa FS ini bisa berada dalam keadaan tenang ketika atau di saat dia mendapatkan pemberitahuan dari istrinya bahwa istrinya baru saja mengalami tindakan pemerkosaan," ujarnya.
Namun demikian, kondisi ketenangan tersebut, kata Said Karim perlu dijelaskan oleh ahli psikologi forensik.
"Dalam kondisi demikian, terdakwa FS sejak menerima pemberitahuan tersebut. Menurut pendapat saya sebagai ahli, dia sudah tidak dalam keadaan tenang. Tetapi menyangkut secara spesifik, soal tenang atau tidak tenang adalah aspek kejiwaan maka itu adalah dijelaskan oleh ahli psikologi forensik," tutur Said.
Dalam kasus ini terdapat 5 terdakwa yang diduga merencanakan dan melakukan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf.
Kelima terdakwa tersebut didakwa melanggar Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto