tirto.id - Saksi ahli agama dari Rois Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin mengatakan bahwa kata “awliya” yang ada dalam ayat suci Alquran, tepatnya surat Al Maidah ayat 51 merupakan kata yang memiliki makna ganda atau multi tafsir.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil atau menjadikan orang Yahudi dan orang Nasrani sebagai awliya,” kata Ishomuddin melafalkan terjemahan dari surat Al-Maidah 51 di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (21/3/2017).
“Awliya ini apa menurut keahlian saudara?” tanya Hakim Ketua Dwiarso Budi Santiarso.
“Tafsir departemen agama terbaru yang ditasbih oleh para pakar tafsir Indonesia adalah, teman setia,” jawabnya lugas.
Menurut Ishomuddin, kata awliya sendiri merupakan kata yang musytarak atau diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau lebih. Bahkan, menurut penelitian Ishomuddin melalui 30 kitab tafsir Alquran dan Hadis yang ada, ia mengaku tidak menemukan satu pun kata awliya yang diartikan sebagai pemimpin.
“Tapi dalam riset saya terhadap sekitar 30 kitab tafsir. Tafsir-tafsir terdahulu yang tergambar dan ini, mohon maaf Yang Mulia Pak Hakim, saya membawa sekitar 111 halaman dari puluhan kitab tafsir, tidak satupun yang mendapati bermakna pemimpin. Jadi kata Awliya merupakan kata yang musytarak. Mengandung banyak sekali makna,” tegasnya.
Namun, ia tidak keberatan bila memang ada orang yang mengartikan Awliya sebagai pemimpin. Ia berpendapat bahwa ahli fiqih yang menguasai tafsir Alquran dan Hadis memang berhak menerjemahkan Awliya sesuai dengan makna yang menurut mereka relevan dan meninggalkan arti yang lainnya.
“Jadi pendapat ahli tidak ada satupun yang menganggap awliya sebagai pemimpin, begitu?” sekali lagi Dwiarso meminta ketegasan.
“Ya! Kecuali kalau terjemahan departemen agama yang lama,” tegas Ishomuddin.
Sebelumnya, surat Al-Maidah ayat 51 sempat ramai disebut oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu. Dalam pidatonya, Ahok mengimbau masyarakat agar jangan mau dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51. Perkataan Ahok menjadi kontroversi karena banyak umat Islam menilai bahwa isi dari Al-Maidah ayat 51 yang melarang masyarakat Islam memilih ‘awliya’ yang diartikan sebagai pemimpin yang beragama Nasrani.
Sebelumnya, saksi ahli bahasa Rahayu Surtiati Hidayat juga telah memberikan kesaksian di persidangan kasus penistaan agama ini. Rahayu menjelaskan soal kata "dibohongi" dalam konteks pidato dia, yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51.
Diminta Sidang Dua Kali Seminggu, Tim Penasihat Hukum Ahok Keberatan
Pada awal persidangan ke-15 kasus penodaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, majelis hakim yang diwakili oleh Dwiarso Budi Santiarso sebagai ketua mengatakan bahwa pihaknya ingin menyelesaikan persidangan sebelum memasuki bulan puasa. Oleh sebab itu, ia menyarankan persidangan dilakukan dua kali seminggu. Pendapat ini pun langsung menuai keberatan dari pihak tim penasihat hukum Ahok.
“Kalau saudara minta 4 kali sidang, seminggu 2 kali ya gapapa,” tutur Dwiarso pada Selasa (21/3/2017) ketika menjawab keberatan dari pihak tim penasihat hukum Ahok.
Tim penasihat hukum Ahok mengatakan bahwa mereka membutuhkan 4-5 kali persidangan lagi untuk menghadirkan saksi-saksi ahli tambahan, baik yang berada di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) ataupun di luar BAP tersebut. Sampai hari ini, baru 4 saksi yang dapat dihadirkan dalam persidangan, oleh sebab itu pihak penasihat hukum menilai masih dibutuhkan waktu untuk melengkapi keterangan dari saksi ahli.
I Wayan Sidarta selaku salah satu anggota tim penasihat hukum Ahok mengatakan bahwa pihaknya keberatan atas keputusan tersebut karena banyaknya pengacara yang harus menentukan waktu untuk menyisihkan waktu agar persidangan dijadikan 2 kali seminggu. Menurutnya, pengacara yang berada di pihak Ahok juga mempunyai kesibukan lain dan belum tentu bisa hadir dalam persidangan.
Hal yang sama juga berlaku bagi saksi. Untuk mengatur waktu di tengah kesibukan para saksi yang memiliki agenda berbeda, Wayan menilai tidak mungkin untuk melaksanakan sidang sepanjang 2 kali selama seminggu. Ia lebih memilih sidang dilakukan dalam jangka waktu sangat panjang, daripada sidang 2 kali seminggu.
“Kita lebih milih sidang sampai jam 12 malam,” ujar Wayan ketika ditemui di Auditorium Kementerian Pertanian saat sela-sela persidangan.
Dwiarso pun mengerti kesulitan tim penasihat hukum. Namun, Dwiarso juga menginginkan agar persidangan sudah mencapai putusan hingga 30 Mei mendatang. Menurutnya, persidangan yang dilakukan tidak boleh lebih dari 5 bulan di Kementerian Pertanian.
“Saya lihat sudah banyak keluhan baik masyarakat, kemacetan maupun para pegawai,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, tim penasihat Ahok mengaku tetap berkeberatan. Mereka masih mengaku kesulitan untuk menghadapi jadwal 2 kali seminggu persidangan.
“Tapi apapun keputusan majelis hakim kami ikuti,” kata tim penasihat hukum Ahok.
Tim penasihat hukum mengaku sudah mengadakan simulasi dan mereka percaya bahwa sampai 30 Mei nanti, persidangan akan selesai sampai putusan sesuai dengan jadwal mereka. Namun, mereka pasrah apabila hakim Dwiarso tetap memberikan keputusan sidang 2 kali seminggu.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri