tirto.id - Mantan staf Khusus Menteri ESDM Muhammad Said Didu menilai kebijakan Presiden Joko Widodo di bidang energi banyak mengorbankan keuangan BUMN.
Hal itu ia lihat dari siasat pemerintah untuk tetap menggenjot berbagai proyek ambisius, tetapi pada saat yang sama mengalami kendala pendanaan.
Akibatnya, menurut Said, berbagai kebijakan pemerintah dibebankan kepada BUMN seperti Pertamina dan PLN.
Ia mencontohkan program BBM satu harga di seluruh Indonesia yang mengharuskan Pertamina membangun banyak SPBU sekaligus menanggung biaya penugasannya.
Contoh lain, imbuh dia, berupa program listrik masuk desa yang dinilai menambah beban keuangan PT PLN pada saat harga listrik tidak diizinkan untuk naik.
“Di dalam pemerintahan, saya tegaskan BUMN bukan kuda tunggangan pencitraan politik. Kalau gak nanti BUMN rusak,” ucap Said dalam diskusi bertajuk “Menuju Debat2, Siapa Makin Kinclong?” di Ajag Ijig, Rabu (13/2/2019).
“Matilah Pertamina dan PLN, padahal dulu yang biayain itu APBN,” ucap Said.
Selain kedua kebijakan itu, lanjut Said, pemerintah juga melakukan berbagai langkah yang menggunkan BUMN sebagai ujung tombaknya.
Seperti, kata dia, penyaluran pupuk yang dibebankan kepada BUMN, padahal seharusnya menggunakan anggaran Kementerian Pertanian.
Ia juga mengkritik pengambilalihan PT Freeport Indonesia dan sejumlah blok migas melalui BUMN.
Menurutnya, beberapa langkah itu lebih cocok dilihat sebagai upaya membeli, karena BUMN itu malah menggelontorkan uang yang tidak sedikit untuk memperolehnya, daripada beralih kepemilikan semata.
Upaya pemerintah itu, kata dia, tidak dapat dibiarkan. Sebab bertentangan dengan undang-undang.
“Kesuksesan yang diklaim sekarang itu sebenarnya hasil pengorbanan BUMN,” ucap Said.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali