tirto.id - Saat Neil Armstrong mendarat di bulan, ia mendaraskan pidatonya yang termasyhur: ini satu langkah kecil bagi seorang lelaki tetapi lompatan besar bagi umat manusia. Siapa yang menyangka kalau kalimat yang sama bisa menggambarkan hubungan antara Amerika Serikat dan Kuba.
New York, 31 Agustus 2016, pukul 9.45 pagi. Sebuah pesawat Jet Blue terbang dari Bandara JFK. Menyisir pinggiran Bermuda, mengawang di atas Kepulauan Bahama, berbelok sedikit selepas Miami, kemudian mendarat di Santa Clara, timur Havana. Menyitir ucapan Armstrong: ini mungkin pendaratan biasa tapi lompatan besar bagi hubungan kedua negara.
Penerbangan komersial terakhir yang menghubungkan dua negara ini terjadi lebih dari 50 tahun lalu. Menjadi awal mula hubungan penuh onak antara Kuba dan AS. Penanda awal: ditendangnya diktator Fulgencio Batista, Presiden Kuba yang dikenal sebagai boneka AS, oleh pasukan revolusi yang dipimpin oleh Fidel Castro. Dua pemerintah negara ini juga beberapa kali saling berbalas perbuatan. Castro menendang perusahaan-perusahaan AS. Paman Sam membalasnya lewat embargo.
Setelahnya, dua pemerintah negara bertetangga itu makin saling membenci, kadang dalam diam. Seperti Indonesia dan Malaysia, dengan kadar kebencian yang lebih pekat. Presiden AS kala itu, Dwight D. Eisenhower, pernah memerintahkan CIA, tentu secara sembunyi-sembunyi, melatih pasukan gerilya Kuba untuk menumbangkan Castro. Gagal. Senat AS juga mengakui, sejak 1960 hingga 1965, ada lebih delapan kali percobaan pembunuhan Castro yang mereka rancang. Juga gagal.
Hingga sekarang, pria yang menggemari cerutu ini masih menjadi sosok pemimpin yang disegani di Kuba, walau dia sudah berhenti menjabat sebagai Presiden sejak 2008 dan digantikan adiknya, Raul Castro. Di era Raul dan Barack Obama, hubungan dua tetangga ini makin membaik. Dua negara yang hanya dipisahkan halaman berupa laut Atlantik Utara ini punya kesempatan besar mengakhiri permusuhan yang sudah berjalan lebih 50 tahun lamanya.
Kuba Masa Lalu
"Rasanya menyebalkan pemerintah kita tidak bisa akur. Aku selalu merasa kalau orang Kuba dan AS itu seperti buah dari pohon yang sama. Seperti saudara, kau tahu."
Celotehan itu membuyarkan sunyi yang dialami Tim Weed saat melintasi Havana Malecon dalam taksi Ford buatan 57 dengan mesin Toyota empat silinder.
"Kita sama ya..."
"Iya, bersahabat, dan berpikiran terbuka."
Tim Weed adalah penulis perjalanan yang mencintai Kuba. Dia paham kalau negaranya memberlakukan embargo pada Kuba. Tapi orang Kuba tetap mencintai orang Amerika. Suatu hari, kenangnya, dia menjabat tangan seorang tua di toko kelontong. Wajah lelaki tua ini berseri-seri, dia tetap sopan walau sedang mabuk.
"Orang Kuba dan Amerika itu sama. Bedanya, kami lebih lapar. Karena itu aku lebih kurus," kata si Pak Tua.
Pengalaman seperti ini selalu berkesan bagi Weed. Karenanya dia mencintai Kuba. Beberapa kali dia bersirobok dengan Cuban: pengemudi taksi, pemandu wisata, musisi jalanan, seniman, nelayan, mekanik. Semuanya menguarkan aroma persahabatan yang organik.
"Setiap orang Kuba yang kamu temui sehari-hari itu begitu ramah, tak segan membantu, menerangkan segala sesuatu tentang negaranya. Membuat kamu merasa ditemani oleh sepupu, atau paman dan bibi," tulisnya dalam artikel Off Limits Cuba.
Kuba memang selalu menarik bagi orang luar. Tapi seringkali begitu dibenci oleh warganya sendiri. Sejak revolusi dijalankan, ada banyak orang yang kabur dari Kuba. Kebanyakan tidak tahan dengan sosialisme ketat yang dijalankan oleh Castro. Salah satu eksodus yang paling dikenal adalah Operasi Peter Pan, di mana ada lebih dari 14.000 anak-anak Kuba dikirim ke AS oleh orang tua mereka, supaya terlepas dari doktrinasi pemerintahan Castro.
Badan Kependudukan AS mencatat ada sekitar 1,9 juta warga Kuba yang tinggal di negara itu. Paling banyak berada di Miami, yang hanya terpisah jarak sekitar 144 kilometer dari Kuba. Sisanya tersebar di New York, Tampa Bay, Orlando, Jacksonville, Las Vegas, hingga Louisville. Sebagian besar eksil ini mendaku sebagai pengungsi politik.
Akhir Desember 1991, Uni Soviet, sekutu utama Kuba, bangkrut. Hal ini berpengaruh besar terhadap ekonomi Kuba. Bensin menjadi langka. Membuat Kuba mendatangkan jutaan sepeda. Hingga sekarang, sepeda masih kerap ditemui di jalanan. Berjalan ritmis bersama mobil-mobil tua yang seakan terperangkap waktu: Cadillac 1956, Chevy Bel Air 1957, Ford Mustangs 1965, sampai Volga 1956.
Tapi segala embargo dan kesulitan ini seperti membuat warga Kuba cerdas mengatasi segala keterbatasan. Contoh yang paling nyata adalah bagaimana mereka bersiasat agar mobil tua, yang mesin aslinya sudah almarhum, tetap bisa berjalan. Salah satunya adalah kanibal suku cadang. Suku cadang mobil A dimodif untuk bisa dipakai di mobil B.
Jika Indonesia mengenal semangka berdaun sirih, warga Kuba adalah yang paling paham tentang Cadillac bermesin Toyota dan berkarbu Chevy.
Cerutu dan pariwisata lantas menjadi andalan Kuba untuk bertahan hidup. Cerutu Kuba dikenal sebagai yang terbaik. Setiap kotak cerutu yang bertuliskan Hecho en Cuba (made in Cuba) dihargai mahal. Tentu sebagai negara yang mengontrol nyaris semua aspek kehidupan, perdagangan cerutu juga dikontrol pemerintah. Empresa Cubana del Tabaco, alias Cubatabaco, adalah perusahaan negara yang mengontrol perdagangan semua produk tembakau Kuba. Pada 1994 dibentuk sayap perusahaan, Habanos, yang bertugas mendistribusikan cerutu Kuba ke dunia internasional.
Ada banyak merek cerutu Kuba yang dikenal dunia. Partagas, misalkan. Para cigar aficionado menyebut cerutu ini berkarakter berat. Dengan sedikit tendangan rasa peppery, yang bercampur dengan rasa tembakau yang kuat. Ada juga merek Punch, yang sudah ada sejak 1840. Lebih ringan, dengan sedikit jejak rasa manis. Kalau suka rasa floral dan nutty serta ada semerbak rasa dan aroma herbal, coba merek Romeo Y Julieta.
Kalau kamu bukan pemula dan suka cerutu yang menendang, harus coba Bolivar yang berat. Yang paling laris adalah Montecristo, dengan rasa yang tajam, bercampur dengan rasa buah-buahan yang manis dan memiliki ruapan rasa kopi dan cokelat yang samar.
Tapi yang paling terbaik, cream of the top, adalah Cohiba. Rumornya, ini adalah cerutu yang dilinting khusus untuk selera Fidel Castro. Para gringo boleh saja membenci dan tidak setuju atas apapun yang dilakukan Pak Brewok ini. Tapi kamu harus setuju satu hal: seleranya untuk cerutu amat tinggi. Awalnya cerutu ini dibuat untuk hadiah diplomasi. Tembakau Corojo dan Criollo terbaik diperam dalam waktu yang lama. Tak heran kalau rasanya berat karena nikotin yang makin matang. Harganya termasuk yang paling mahal. Satu batang bisa dipatok Rp980 ribu.
Menurut Industry Week, Kuba memegang 70 persen penjualan cerutu di seluruh dunia. Diperkirakan perdagangan cerutu dunia akan mencapai 19 miliar batang pada 2020. Selama ini, cerutu Kuba dilarang di AS, meski dibeli dari luar Kuba sekalipun. Hasilnya, menurut Cigar Nexus, sekitar 95 persen cerutu Kuba yang dijual di AS adalah barang selundupan. Karena embargo sudah dicabut, diperkirakan cerutu Kuba akan membanjiri AS. Kini, tiap warga negara AS diperbolehkan membawa cerutu atau alkohol Kuba dengan nominal maksimal 100 dolar. Pencabutan embargo ini diperkirakan akan meroketkan ekspor cerutu Kuba.
"Kami perkirakan bisa mengekspor cerutu senilai 250 juta atau bahkan lebih," kata Jorge Luis Fernandez Maique, dari Habanos.
Pariwisata juga menjadi penyangga yang kuat bagi Kuba. Bahkan sejak akhir 90-an, saat pariwisata di Kuba mencapai puncak, pemasukan dari sektor ini sudah mengalahkan sektor ekspor. Termasuk cerutu.
Para turis melihat Kuba sebagai negara yang tiada duanya. Negara yang seakan terperangkap dalam kotak Pandora. Waktu tak bisa, atau setidaknya belum bisa, mengubah kejayaan Kuba di masa lampau. Segala di Kuba seperti tetap berada di era 60-an. Mobil tua aneka warna yang berjalan terseok namun tetap terlihat anggun. Arsitektur klasik berserakan di mana-mana, melintang dari gaya baroque, nouveau, art deco, hingga ekletik. Pariwisata di Kuba juga didukung dengan cuaca yang hangat, pantai putih bersih khas Karibia, dan kekayaan biosfernya. Semua diperkuat dengan warganya yang berkarakter tegas: riang, bersahabat, dan kuat.
"Sejak berabad-abad lalu, sumber daya terbaik bagi Kuba adalah orang-orangnya," kata penulis Pico Iyer suatu ketika.
Kuba dikunjungi sekitar 3 juta wisatawan mancanegara tiap tahun, dengan pertumbuhan sekitar 15 persen. Kebanyakan wisman berasal dari Kanada, Inggris, Italia, dan Spanyol. Menariknya, setiap tahun ada saja warga AS yang datang secara ilegal. Pemerintah Kuba memperkirakan turis ilegal AS ini bisa mencapai angka 60.000 orang tiap tahun. Tapi kini dengan dibukanya penerbangan New York-Havana, dan akan disusul dengan trayek keberangkatan dari Orlando dan Miami, turis AS tak perlu repot-repot menyelundup.
Selain wisata konvensional, Kuba juga dikenal sebagai destinasi wisata kesehatan. Sektor kedokteran memang sangat maju di sana. Castro, yang didukung oleh Che Guevara yang seorang dokter, menganggap pendidikan dan kesehatan adalah syarat mutlak yang harus disediakan oleh negara.
Pada 1957, ada 128 dokter dan dokter gigi untuk 100.000 warga. Bahkan pada masa itu, jumlahnya sudah sama dengan level negara-negara Eropa dan tertinggi di Amerika Latin. Pada 2005, jumlahnya melonjak jadi 627 dokter dan 94 dokter gigi untuk 100.000 warga. Bandingkan dengan AS, di tahun yang sama hanya punya 225 dokter dan 54 dokter gigi per 100.000 warga.
Sumber daya dokter di Kuba juga dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Karenanya, banyak orang luar negeri yang mendatangi Kuba untuk berobat. Pada 2005, sekitar 19 ribu pasien manca negara datang ke Kuba untuk berobat. Sektor wisata medis ini mendatangkan pendapatan sekitar 40 juta dolar setiap tahunnya.
Tentu saja ada kekhawatiran terhadap perubahan. Banjir turis, terutama gelombang baru dari AS, diperkirakan akan bisa mengubah banyak hal. Termasuk kultur masyarakat. Tapi mengingat Kuba belum berubah banyak sejak 1960-an bahkan oleh kehadiran pariwisata sekali pun, ada hal lain yang lebih dikhawatirkan: infrastruktur pariwisata. Hanya ada sekitar 65 ribu kamar hotel di Kuba, sekitar 70 persennya adalah hotel bintang empat dan lima. Kini pembangunan memang sedang digencarkan. Targetnya, 2020 nanti Kuba sudah punya 85 ribu kamar.
"Saya yakin kalau dalam 15 tahun ke depan kami bisa membangun dan mengkomersialkan lebih dari 200 ribu kamar," kata Alexander Bouzza, Direktur Pengembangan dari Kementerian Pariwisata Kuba.
Tempat Istimewa Hemingway
Kuba selalu menjadi tempat yang istimewa bagi Ernest Hemingway. Sang Maestro tinggal di negara itu dari 1939 hingga 1960. Sebabnya, Hemingway mulai sumpek di Key West, sebuah pulau di Semenanjung Florida.
"Dulu aku punya privasi di Key West. Tapi belakangan privasi itu makin berkurang saat aku mulai bekerja. Terlalu banyak orang di sekelilingku. Jadi aku memutuskan pergi ke Kuba dan menulis di Hotel Ambos Mundos," kata penulis The Old Man and the Sea pada The Atlantic.
Pada 1940, istri baru Hemingway, Martha, membeli rumah Di San Francisco de Paula, sepuluh kilometer dari Havana. Keluarga itu menyebut rumahnya dengan nama Finca Vigia, atau lahan pertanian yang bisa melihat semua tempat. Di rumah itu, pasangan suami istri berbahagia ini menjalani hidup bersama belasan kucing kesayangan.
Hemingway membawa serta kapal kesayangannya, Pilar. Hemingway sering memancing. Kalau tidak memancing, dia berkeliling di sekitar Havana. Tidak seperti di Key West, Hemingway mendapatkan ketenangan dan privasi dia dambakan di Havana.
"Kalau aku ingin bertemu orang-orang, aku tinggal pergi ke pusat kota. Atau para kolega di Angkatan Udara dan Laut akan datang ke rumahku," kata Hemingway.
Para Cubans mencintai Hemingway dengan penuh seluruh. Mereka memanggilnya Papa. Floridita, restoran klasik di area La Habana Vieja (Kota Tua Havana) dan sudah berdiri sejak 1817, punya menu spesial bernama Papa Doble. Menu ini terdiri dari dua setengah gelas kecil Bacardi White Label Rum, jus dari dua buah jeruk nipis, setengah jeruk grapefruit, dan enam tetes maraschino. Dicampur dengan es serut.
"Minuman ini tidak terasa alkoholnya. Ketika kamu teguk, seperti ada runtuhan glasier yang meluncur melewati tenggorokanmu," kata Hemingway suatu ketika.
Anak-anak Hemingway juga selalu ingat kalau ayahnya beserta Mary --panggilan kesayangan Martha-- kerap naik mobil berdua dari rumahnya, kemudian pergi ke Floridita untuk sekadar minum satu dua gelas daquiri, atau Papa Doble, serta berjumpa beberapa kawan lama. Ada banyak foto Hemingway yang terpajang di dinding Floridita. Pada 2003, seniman Kuba, Jose Villa Soberon memahat patung perunggu Hemingway berukuran 1:1 dan ditaruh di bar dekat dinding Floridita. Selain di Floridita, tempat minum kesukaan Hemingway adalah La Bodeguita.
Pada 1960, Hemingway dan Martha pindah ke Amerika Serikat. Beberapa kali dia berkata pada Martha kalau FBI mengawasinya. Meski ini dianggap sebagai fobia yang mencirikan hemochromatosis --penyakit kejiwaan yang disebabkan kegagalan tubuh mengolah zat besi-- nyatanya FBI memang mengawasi Hemingway. Hal itu diungkapkan dalam buku James Mellow, Hemingway: A Life Without Consequences.
Bahkan pada saat-saat terakhirnya, Hemingway selalu ingat Kuba. Hemingway meninggalkan manuskrip banyak tulisan di sebuah lemari besi bank di Havana. Hemingway takut tak ada kesempatan lagi untuk kembali ke sana. Ketakutannya terbukti. Hemochromatosis, penyakit yang mengalir di DNA Hemingway dan juga diderita oleh ayah dan dua orang saudaranya, membuat Hemingway menembakkan shotgun ke kepalanya sendiri. Menjalani takdir yang sama dengan ayah dan dua saudaranya, Ursula dan Leicester.
Tak ada yang tahu apa yang terakhir dipikirkan Hemingway sebelum peluru mengoyak kepalanya. Tapi mengingat dia selalu merindukan Kuba, dan betapa lama dia betah di negara itu, kemungkinan negara itu yang ada di pikirannya. Bisa jadi pemandangan laut Karibia dari atas Pilar. Bisa jadi pohon-pohon jeruk nipis di Finca Vigia. Mungkin saja cerutu Kuba favoritnya. Atau malah martini dan daiquiri kesukaannya.
Meski Hemingway sudah lama meninggal, ingatan akannya tidak akan pudar di Kuba. Rumahnya dijadikan museum. Para pelayan yang memanggilnya Papa, masih tinggal dan bekerja di sana. Pilar, meski sudah tak ada mesinnya, masih tetap berada di bibir pantai. Dan di Floridita, tempat Hemingway kerap menjamu tamunya dengan Papa Doble, masih tergantung foto-foto dan plakat berisikan kalimat Sang Maestro.
"Mojito favoritku ada di Bodeguita del Medio, dan daiquiri kesukaanku ada di Floridita."
=========
Catatan: Naskah ini kali pertama dirilis pada 26 September 2016. Disertakan dalam laporan mendalam di sini karena topiknya relevan mengenai dunia cerutu yang sangat bertalian dengan Kuba.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti