Menuju konten utama

Saat Keluarga Korban Bertemu Bos Lion Air: Rusdi Kirana Hanya Diam

Keluarga korban pesawat Lion Air menumpahkan kekesalan kepada bos perusahaan penerbangan itu, kemarin. Mereka marah kepada manajemen.

Saat Keluarga Korban Bertemu Bos Lion Air: Rusdi Kirana Hanya Diam
Keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 memberikan pertanyaan saat berlangsungnya sesi konferensi pers di Jakarta, Senin (5/11/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Kekecewaan dan kemarahan terlontar dan tak bisa lagi dibendung. Demikian yang terjadi ketika keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610 bertemu dengan Rusdi Kirana, bos maskapai di Ballroom Teluk Jakarta, Hotel Ibis Central, Cawang, Jakarta Timur, Senin (5/11/2018) kemarin.

"Pak Rusdi Kirana saya anggap gagal," kata seorang bapak yang anaknya jadi penumpang pesawat nahas itu dengan nada tinggi. Sayup-sayup terdengar tepuk tangan dari keluarga korban lain, tanda setuju.

"Saya tidak pernah dihubungi sampai hari ini oleh pihak Lion. Jangankan empati, menelepon tidak, pak. Kalau Lion mempresentasikan uang, uang, itu kewajiban Lion. Tapi kami keluarga perlu dirangkul," kata bapak itu.

"Kami kehilangan anak kami terkasih, pak. Bukan barang yang kita buang ke laut itu. Tidak ada empati sama sekali dari pihak Lion."

Sebagai bentuk protes lanjutan, sebagian keluarga korban sepakat menolak acara tabur bunga yang diselenggarakan Selasa (6/11) hari ini, di perairan Tanjung Pakis, Karawang, titik di mana Lion Air jatuh.

Sebagian keluarga korban masih berharap ada jenazah yang masih bisa teridentifikasi.

"Kami keberatan, menolak tabur bunga. Kami berharap masih ada keluarga yang bisa diidentifikasi," kata salah satu keluarga korban lain. Menurut dia, proses identifikasi lebih penting agar yang ditinggalkan lebih tenang.

Salah satu keluarga korban lain, Ari Priawanda, bahkan marah-marah dan meminta pejabat Lion Air berdiri. "Coba tolong berdiri, salah satu, saya mau bertanya, apakah benar data manifes dua bayi dan satu anak-anak?" tanya Ari.

Tiga orang pejabat Lion Air berdiri dan membenarkan data itu. Ari kemudian kembali bertanya: "Data manifes itu cuma ada dua bayi, apakah susah untuk identifikasi?" Salah satu dari mereka adalah keponakannya, dan sampai hari ini Ari belum mendapat kepastian apa-apa.

Ada juga Muhammad Bambang Sukandar, orangtua dari Panki Sukandar. Ia bertanya kepada Lion Air apakah betul pesawat yang ditumpangi anaknya itu memang "tidak sehat" sebelum diterbangkan. Jika tidak sehat, kenapa terbang?

Bambang meminta Rusdi Kirana berdiri. Ia pun melakukan itu bersama CEO Lion Group Rudy Lumingkewas dan Presiden Direktur Lion Air Edward Sirait. Ketiganya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mereka hanya diam.

Pada kesempatan tanya jawab ini mereka yang tak bertanya menyimak dengan seksama. Sesekali menimpali. Ada pula yang cuma bisa menangis, bersandar pada keluarga korban lain yang dipersatukan oleh nasib.

Infografik CI Pencarian Lion air

Beda dengan Rusdi Kirana dan jajaran Lion Air lain, Badan SAR Nasional adalah pihak yang cukup mendapat apresiasi dari keluarga korban. Keluarga korban menganggap reaksi Basarnas sudah cukup cepat.

Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi yang hadir pada kesempatan itu sempat menangis.

"Kami memahami, kami bukan manusia super. Bukan manusia yang sempurna. Kami tetap berusaha sekuat tenaga dengan yang kami miliki, kami yakin bisa mengevakuasi seluruh korban," kata Syaugi.

Setelah mengucapkan itu, dia kembali terisak dan berhenti berbicara. "Setiap hari melihat..." Syaugi tak mampu melanjutkan perkataannya.

"Saya di lapangan, di laut... Mohon maaf, saya terus melakukan pencarian ini. Saya tidak menyerah," ujar Syaugi, diikuti tepuk tangan keluarga korban.

Sampai berita ini ditulis proses pencarian di laut dan identifikasi di RS Polri Kramat Jati masih berlangsung. Pencarian akan ditutup pada tanggal 7 atau 10 hari setelah kejadian. Sementara proses identifikasi telah berhasil menemukan identitas 27 jenazah—dari total 181 penumpang dan tujuh awal kapal.

Baca juga artikel terkait LION AIR JATUH atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino