tirto.id - Komentar-komentar negatif rentan menimpa para ibu, mulai dari penilaian bagaimana mengasuh anak yang baik hingga persoalan sepele seperti ketika ibu memilih me time ke bioskop tanpa membawa anak.
Sama seperti sejumlah ibu yang lain, artis Sandra Dewi juga menyampaikan keresahannya terkait persoalan mom-shaming yang kerap ia terima. Ia bercerita, banyak warga net dan orang di sekitarnya yang berkomentar negatif ketika ia memilih menonton film ke bioskop tanpa mengajak anak.
“Saya mendapat komentar ‘kok bisa ya anaknya ditinggalin tega banget atau kok bisanya punya anak tapi tetap cantik, pasti enggak ngurusin anaknya deh,” jelas Sandra Dewi seperti dilansir Antara.
Kritikan pengasuhan anak ini juga pernah diterima Mariah Carey karena memposting foto putranya yang berusia 4 tahun yang masih menggunakan dot. Artis lain seperti Mila Kunis hingga Chrissy Tiegen hingga Maggie Gyllenhaal, juga pernah mendapat komentar negatif dari warganet karena menyusui di tempat umum.
Kritik serta komentar-komentar negatif kepada seorang ibu itu disebut sebagai mom-shaming.
Lebih lanjut, mom-shaming adalah praktik mengkritik pilihan pengasuhan seorang perempuan (ibu). Perilaku mom-shaming ini kerap jadi satu tekanan masyarakat yang ditunjukkan untuk melabeli perempuan sebagai ibu yang buruk.
Selain menjalani hari-hari sebagai orang tua yang harus mengatur segala keperluan suami dan anaknya, seorang ibu terkadang juga terkadang harus dituntut kuat pada lingkungannya. Tetapi lingkungan tidak jarang menjadi beban yang paling berat.
Beberapa orang atau tetangga terkadang berkomentar hal-hal yang terlalu pribadi seperti apakah Anda memutuskan untuk menyusui atau tidak, tidur bersama dengan anak atau tidak, kembali bekerja atau tinggal di rumah bersama anak-anak Anda dan beberapa "saran" yang terkadang tidak sepaham dengan kita.
Tidak hanya di kehidupan nyata, kritikan pengasuhan anak ini juga sering dipermasalahkan di media sosial.
Dilansir Psychology Today, sebuah jajak pendapat menemukan mayoritas ibu Amerika pernah dihakimi, baik melalui internet dan tidak jarang secara langsung. Rumah Sakit CS Mott Children's University of Michigan melakukan survei jajak pendapat nasional ini kepada 475 ibu dari anak-anak berusia 5 tahun ke bawah.
Dalam jajak pendapat ini para peneliti mengambil sampel ibu yang mempunyai anak usia 0-5 tahun. Mereka mendedah tentang pengalaman mom-shaming para ibu tersebut.
Para peneliti bertanya tentang hal-hal yang mempermalukan ibu, seperti pilihan menyusui langsung atau dengan susu botol, kebiasaan tidur, dan keselamatan carseat mobil.
Dalam survei ini juga dicantumkan tentang pertanyaan tentang siapa yang melakukan mom-shaming dan bagaimana mereka bereaksi.
Hasilnya, sebanyak 61 persen ibu menghadapi kritik atas pilihan pengasuhan mereka.
Pelakunya kebanyakan dari orang tua mereka sendiri, diikuti oleh pasangan/suami, dan mertua. Teman-teman dekat juga cenderung mengkritik, seperti halnya ibu-ibu lain di tempat umum. Sementara itu, media sosial menyumbang 7 persen.
Cara mendisiplinkan anak adalah sumber yang paling sering dikritik, dengan persentase sebanyak 70 persen. Pilhan makan dan tidur anak juga menjadi faktor yang sering mendapat kritikan.
Survei di Amerika tahun 2017 menjelaskan bagaimana para ibu merespons perilaku mom-shaming ini. Sebagian besar mencari informasi lebih lanjut atau bertanya kepada penyedia layanan kesehatan.
Sekitar sepertiga atau sebanyak 37 persen mengubah cara mereka menjadi orang tua, tetapi bagi sebagian besar ibu, kritik memperkuat keyakinan mereka pada pilihan pengasuhan yang telah mereka pilih.
Sejumlah besar ibu melaporkan peningkatan rasa tidak aman dan tertekan dalam pilihan pengasuhan mereka karena kritik dari sekitarnya ini. Setengah mengatakan mereka menghindari orang-orang yang berpotensi mom-shaming. Beberapa ibu memilih menjadikan pengaruh buruk mom-shaming ini untuk berhenti mengkritik ibu lain.
Editor: Yulaika Ramadhani