Menuju konten utama
Pengasuhan Anak

Anak Tidak Sopan, Orang Tua Harus Bagaimana?

Sikap hormat dan sopan adalah konsep abstrak. Menyuruh anak-anak bersikap demikian acap kali menimbulkan efek yang berlawanan.

Anak Tidak Sopan, Orang Tua Harus Bagaimana?
Header diajeng Anak Tidak Sopan. tirto.id/Quita

tirto.id - Saat berselancar di media sosial, sebagian besar dari kita pasti pernah melihat video anak bertingkah tidak sopan di ruang publik.

Atau, kamu pernah melihat pemandangan tersebut dengan mata kepala sendiri dan merasa kesal?

Nah, yang jadi pertanyaan kemudian, mengapa ada anak yang bersikap tidak sopan kepada orang lain?

Padahal, kesopanan dan saling menghormati adalah dua sikap yang perlu diajarkan kepada anak sedini mungkin.

Sebuah survei oleh lembaga nirlaba Character.org di Amerika Serikat pada 2022 mengungkap bahwa orang tua sangat prihatin dengan perilaku buruk anak-anak usia sekolah saat ini.

Dalam survei terhadap 1.034 orang tua dari anak-anak usia 6-18 tahun, mayoritas responden menyebutkan anak-anak zaman sekarang tidak memperlakukan orang lain dengan hormat, tidak jujur, tidak menunjukkan rasa terima kasih, dan malas.

Hampir 90 persen orang tua mengakui bahwa mereka memiliki pengaruh paling besar pada perkembangan karakter anak-anak mereka.

Sementara itu, 69 persen orang tua beranggapan bahwa guru-guru di sekolah perlu berkontribusi memperkuat nilai-nilai inti yang mereka ajarkan di rumah.

Hasil survei ini muncul saat sekolah-sekolah lebih menekankan pada pembelajaran sosial-emosional sebagai bagian inti dari strategi mereka untuk membantu siswa pulih dari kesulitan yang disebabkan oleh pandemi.

Pembelajaran ini menekankan pengembangan keterampilan, seperti ketahanan, pengaturan emosi, empati, dan kolaborasi.

Presiden Character.org Arthur Schwartz mengatakan bahwa keterampilan sosial-emosional sangatlah penting.

“Memahami emosi diri, mengelola emosi tersebut, keterampilan bergaul dengan orang lain—itu semua merupakan dasar yang diperlukan untuk menjadi orang yang baik,” kata Schwartz seperti dilaporkan Education Week.

Pakar pengasuhan James Lehman dalam artikelnya di Empowering Parents menuliskan, terdapat perbedaan jelas antara "pemberontakan" ringan dan sikap tidak hormat yang dilakukan anak.

Lehman menjelaskan, saat seorang anak bersikap kasar atau mengeluh, orang tua perlu menanyakan hal ini terlebih dulu pada diri sendiri.

"Apakah anakku mengekspresikan perasaan frustrasi yang lazim tentang ketidakadilan atau tantangan hidup, atau apakah dia memang sengaja bersikap menyakitkan, merendahkan, atau kasar?"

Dia mencontohkan, saat seorang anak tantrum dan menghentakkan kakinya menaiki tangga, maka itu tidak berbahaya.

"Itu sangat berbeda dengan saat dia bilang, ‘Kamu berengsek. Kamu tidak bisa paksa-paksa aku. Aku tidak peduli apa pun aturannya, aku tidak mau melakukan itu!’" papar Lehman dalam tulisannya.

Terapis pernikahan dan keluarga Gabriel Young, Ph.D. menambahkan, rasa hormat dan sopan merupakan konsep abstrak yang tidak memiliki banyak arti bagi anak kecil.

Maka dari itu, menyuruh anak-anak bersikap hormat atau sopan acap kali menimbulkan efek yang berlawanan.

Namun, kesalahan di sini terletak pada orang dewasa yang tidak memahami cara kerja otak anak-anak.

Dia menjelaskan, hingga usia sekitar 12 tahun, proses berpikir manusia sebagian besar bersifat konkret. Otak manusia belum mengembangkan kompleksitas neurologis untuk dapat memahami konsep-konsep etereal secara penuh.

"Jika kalian mencoba menyampaikan ke anak kecil tentang konsep martabat, misalnya, mungkin tidak akan berhasil. Paling pol, kalian akan menerima respons yang diulang-ulang dengan kata-kata lain yang tidak begitu dipahami anak tersebut," kata Young dalam tulisannya di Psychology Today.

Menurut Young, orang tua dapat mencapai tujuan komunikasi jika memberitahu anak sesuatu yang hitam dan putih.

Contohnya adalah menyampaikan pada anak bahwa menjulurkan lidah ke anak lain akan membuat mereka merasa tidak nyaman. Maka dibuatlah aturan, “Jangan menjulurkan lidah!”

Pada dasarnya, anak belum memahami apa artinya merendahkan harga diri sendiri atau harga diri orang lain karena konsep tersebut tidak konkret.

Maka, perintah langsung atau kalimat larangan untuk tidak menjulurkan lidah adalah akan jauh lebih mudah dimengerti dan diserap.

Meski demikian, rasa hormat dan kesopanan bagaimana pun harus tetap dipupuk dan diajarkan ke anak, dimulai dari orang tua di rumah. Bagaimana caranya?

Psikolog anak dan keluarga, Mira Damayanti Amir, S.Psi, Psikolog, mengaku prihatin dengan maraknya rekaman video anak-anak yang bersikap tidak sopan di media sosial.

Alih-alih merekam dan menyebarluaskan perilaku anak tersebut, orang dewasa yang melihatnya perlu mengedukasi.

"Saya mengkritisi para orang dewasa atau siapa pun itu yang menjadikan perilaku anak-anak jadi materi untuk konten," ujar Mira.

Menurut Mira, ada beberapa faktor penyebab anak-anak berperilaku tidak sopan di depan umum.

Utamanya tentu karena anak meniru lingkungan keluarga terdekat.

Orang tua perlu menjadi teladan bagi anak. Anak yang diperlakukan secara hormat dan sopan akan mencontoh orang tuanya dengan bersikap baik pula kepada orang lain.

Selain itu, Mira menjelaskan bahwa anak-anak bisa bersikap tidak sopan—tak terkecuali di ruang publik—karena merasa frustrasi terhadap respons orang-orang di sekitarnya.

"Berdasarkan pengamatan saya, anak-anak bisa tantrum, bisa nge-reog, karena badannya anak-anak akan tetapi harus mengikuti fisik orang dewasa," papar Mira.

Mira mencontohkan, tubuh anak-anak usia di bawah lima tahun tidak bisa dipaksa berlama-lama di area publik seperti mal layaknya orang dewasa.

Selain berisiko untuk kesehatan fisiknya, situasi area publik yang ramai berpotensi membuat anak-anak rentan frustrasi.

Sayangnya, kata Mira, banyak orang dewasa tidak mengerti faktor kondisi tubuh anak tersebut.

"Sampai mal tutup, orang dewasa mungkin bisa tahan, entah dengan aktivitas makan atau nonton, tapi anak-anak tidak. Akhirnya mereka jadi frustrasi karena sudah tidak nyaman," ujarnya.

Mira juga mengingatkan orang tua perlu belajar memahami karakter masing-masing anak.

Misalnya, ada anak yang tidak suka terlalu lama di area publik, maka orang tua tidak disarankan mengajak anak-anaknya ke luar rumah dalam waktu yang terlalu lama.

"Kalau dari hak anak, yang harus dimengerti terlebih dahulu bukanlah anak memahami orang tua, tapi orang tua yang mesti paham pada anak dan kebutuhan anak. Kasihan apabila anak-anak disalahkan terus," imbuhnya.

Jadi, sebelum melabeli anak tidak sopan, coba pikirkan kembali, apakah kita sebagai orang dewasa sudah memberikan contoh untuk bersikap baik dan memahami kebutuhan mereka?

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Putri Annisa

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Putri Annisa
Penulis: Putri Annisa
Editor: Sekar Kinasih