tirto.id - Samsat Polda Metro Jaya menjadi klaster baru penyebaran virus Corona. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 20 orang dinyatakan positif di tempat tersebut, per Sabtu 25 Juli 2020.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan semuanya termasuk orang tanpa gejala (OTG). "Saat ini sudah dinyatakan negatif [sembuh], namun masih menjalankan isolasi mandiri," demikian informasi baru dari Sambodo ketika dikonfirmasi, Selasa (28/7/2020).
Ia juga mengatakan apa saja yang lantas dilakukan polisi ketika menemukan penyebaran Corona. Pertama, menyemprot disinfektan setiap pagi dan sore hari. Sementara untuk pelayanan yang letaknya di lantai 4, persis di titik penularan, "sejak dua pekan lalu sudah ditutup dan dipindahkan ke lapangan parkir dengan menggunakan empat kendaraan Samsat Keliling dan tenda."
Sambodo lantas mengatakan karena kasus ini polisi akan mengetatkan protokol kesehatan bagi pengunjung dan petugas. Strategi ini tampaknya berhasil, setidaknya hingga saat ini. Sebab, "sudah tidak ada lagi penderita baru."
Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah menyebut Samsat Polda Metro Jaya termasuk klaster perkantoran. "Memang terjadi peningkatan kasus di wilayah perkantoran," kata Dewi saat dikonfirmasi, Senin (27/7/2020). 59 klaster kantor tercatat DKI Jakarta, 17 di antaranya kementerian.
Penyebab Kemunculan Klaster
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono menyayangkan kasus ini bisa muncul di kantor polisi. "Seharusnya di tempat polisi tegas protokolnya, malah kebobolan," kata Pandu kepada reporter Tirto, Selasa (28/7/2020).
Ia memperkirakan terdapat sejumlah faktor yang membuat Corona menyebar di Samsat Polda Metro Jaya, yang intinya adalah ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan.
Pertama, karena tempat tersebut merupakan pelayanan publik yang membuat orang berdatangan silih berganti. "Bisa saja dibawa oleh orang dari luar, mereka yang datang kita enggak tahu positif COVID-19 atau tidak, apalagi paling bahaya itu orang tanpa gejala. Itu yang sulit dideteksi oleh petugas," kata
Kemudian, petugas tidak membatasi kapasitas pengunjung sebanyak 50 persen. Ini membuat orang-orang berkerumun dan tidak menjaga jarak. Ini semakin parah jika pengunjung sendiri tidak pakai masker dan cuci tangan.
Lalu, ketiadaan atau minimnya ventilasi udara menyebabkan virus mengendap. Ditambah lagi, jika menggunakan pendingin ruangan, virus mudah menyebar.
Pandu menilai memindahkan pelayanan publik di halaman atau ruang terbuka dengan mobil merupakan hal yang bagus. "Karena sirkulasi udaranya bagus, jadi risikonya rendah. Beda dengan di dalam ruangan."
Namun ada hal lain yang perlu dilakukan. Dosen yang mengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini menyarankan agar polisi memperketat protokol kesehatan sesuai dengan imbauan World Health Organization (WHO).
Selain membatasi jumlah orang yang datang, mewajibkan menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak untuk petugas dan pengunjung, ia juga menyarankan agar memperbanyak ventilasi di dalam ruangan agar sirkulasi udara bagus dan tidak perlu menggunakan AC.
Pria yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil Kawal COVID-19 ini juga menyarankan agar diterapkan pendaftaran online. Tujuannya agar hanya pengunjung yang telah mendaftar dan telah dijadwalkan saja yang dilayani. "Jadi jumlah pengunjung bisa dibatasi dan tidak terjadi kerumunan. Biasa, kan, pengunjung main asal datang saja, jadinya menumpuk," katanya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino