Menuju konten utama

Saat Buruh Kena COVID-19 tapi Tetap Kerja: Demi Upah & Tak Dipecat

Meski sedang positif COVID-19, banyak buruh masih bekerja demi mendapatkan upah dan takut dipecat perusahaannya.

Saat Buruh Kena COVID-19 tapi Tetap Kerja: Demi Upah & Tak Dipecat
Sejumlah karyawan berjalan keluar saat jam pulang kerja di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Banten, Rabu (20/1/2021). ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.

tirto.id - Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emelia Yanti Siahaan mengatakan banyak buruh yang merasakan gejala COVID-19 bahkan ada yang dinyatakan positif COVID-19, tetapi masih harus bekerja. Pilihan untuk bekerja terpaksa dilakukan karena mereka tak punya pilihan lain demi mendapatkan upah.

“Banyak buruh yang mengalami gejala-gejala COVID-19 dan varian barunya, lebih memilih tetap masuk kerja, karena jika tidak masuk bekerja tidak mendapatkan upah,” kata Emelia saat konferensi pers daring, Senin (19/7/2021).

Para buruh kata Emelia tak memiliki banyak pilihan, meski dinyatakan positif COVID-19 dan harus menjalani isolasi mandiri sekalipun mereka sebisa mungkin untuk tetap bekerja. Sebab kata dia banyak pabrik yang enggan membayar upah buruh yang sedang menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.

Di sisi lain, jumlah buruh yang terpapar COVID-19 menurutnya juga tak sedikit. Ia mencontohkan di salah satu perusahaan di Tangerang, Banten yang mempekerjakan sekira 8.000 buruh. Selama 2021 ini berdasarkan hasil penelusuran GSBI ada sekitar 1.000 buruh di perusahaan tersebut yang tidak masuk kerja selama 14 hari akibat diduga suspek atau positif COVID-19.

Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Jumisih mengatakan selain soal upah, para buruh yang terpapar COVID-19 terpaksa masih harus bekerja lantaran khawatir dipecat.

“Yang terpapar COVID-19 ada yang tetap masuk bekerja karena takut di PHK, takut kehilangan pekerjaan yang akan berakibat kehilangan nafkah bagi keluarga. Hal ini terjadi karena beban kerja produksi cukup tinggi sementara mereka adalah buruh kontrak,” ujarnya.

Masalah lain yang juga dialami oleh sejumlah buruh adalah tidak adanya fasilitas tes COVID-19 dari perusahaan. Sebagian dari mereka meskipun mengalami gejala COVID-19 harus mengeluarkan uang sendiri untuk tes COVID-19.

“Obat-obatan dan vitamin dan gizi selama isolasi mandiri ditanggung sendiri oleh buruh. Serikat Buruhlah yang membantu meringankan beban meskipun itu belum cukup memadai,” katanya.

Gabungan Serikat Pekerja Sektor Tekstil, Garmen, Sepatu, dan Kulit menuntut pemerintah konsisten dengan aturan dan sanksi yang ditetapkan pada masa PPKM Darurat. Mereka menuntut pemerintah memaksa perusahaan memenuhi protokol kesehatan para pekerja, dan memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar. Mereka pun menuntut APINDO dan KADIN memastikan seluruh pekerja mendapatkan vaksin Covid-19 gratis.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta implementasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali di sektor industri diperketat.

"Perlu diwaspadai, di Karawang sudah muncul klaster Covid-19 dari kawasan industri. Saya minta pengetatan dan tidak memberikan celah untuk pelanggaran yang tidak sesuai aturan berlaku," kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (17/7/2021).

Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali itu menuturkan berdasarkan penemuan di lapangan, terjadi pelanggaran adanya pabrik di sektor esensial yang mengaktifkan shift malam sehingga jumlah karyawan masuk dalam 24 jam tetap 100 persen. Hal itu menyebabkan indeks cahaya malam di kota/kabupaten yang memiliki aktivitas meningkat signifikan.

Oleh karena itu, Luhut meminta Kementerian Perindustrian agar melakukan pengawasan lebih ketat terhadap pelaksanaan di lapangan serta mengevaluasi penerbitan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI).

"Saya juga meminta kepada kepolisian agar mengawasi implementasi ini dengan mengacu pada panduan umum dan sektor yang masuk di sektor kritikal dan esensial sesuai pada Instruksi Mendagri," imbuhnya.

Arahan tersebut diberikan karena masih ada temuan di lapangan bahwa banyak perusahaan yang mengubah IOMKI mereka dari sektor esensial menjadi kritikal supaya mendapatkan akses 100 persen WFO (bekerja dari kantor/perusahaan). Padahal bidang usaha mereka bukanlah termasuk dalam sektor kritikal.

Baca juga artikel terkait KLASTER INDUSTRI atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Bayu Septianto