tirto.id - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengklaim polemik mengenai pembelian senjata milik Polri baru-baru ini muncul sebab persoalan koordinasi yang buruk.
"Koordinasi ini belum berjalan dengan benar, mudah-mudahan ke depan berjalan secara benar karena satu induk, yaitu Menteri Pertahanan. Semua harus berpatokan pada satu UU aturan," kata Ryamizard di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta, Selasa (3/10/2017) seperti dikutip Antara.
Dia menegaskan pengadaan senjata oleh instansi militer ataupun non-militer harus seizin Kementerian Pertahanan.
Ryamizard juga memastikan impor senjata untuk Korps Brimob Polri, yang tertahan di Bandara Soekarno-Hatta, pada akhir pekan kemarin, telah sesuai prosedur. Dia mengatakan pengadaan senjata tersebut tinggal menunggu serah terima resmi dari bea cukai.
"(Saya) Sudah bicara dengan Kapolri (Jenderal Pol Tito Karnavian). Sekarang saya minta semuanya yang memakai senjata harus seizin Menteri Pertahanan," ujarnya.
Ryamizard membenarkan senjata impor milik Polri tersebut berjenis pelempar granat dan gas air mata. Tapi, dia membantah senjata itu bisa digunakan untuk menghancurkan tank seperti isu yang beredar.
Sejak Jumat pekan kemarin, 280 pucuk senjata api berjenis Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter, buatan Pabrik Senjata Bulgaria, dan 5.932 butir peluru tertahan di Bandara Soekarno Hatta.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto membenarkan informasi yang menyebutkan bahwa senjata yang berada di Bandara Soekarno-Hatta adalah milik instansinya. Menurut Setyo, pengadaan senjata untuk Brigade Mobil (Brimob) Polri tersebut sudah sesuai dengan prosedur, mulai dari perencanaan hingga proses lelang.
"Kemudian proses berikutnya ditinjau staf Irwasum dan BPKP. Sampai dengan pengadaannya dan pembeliannya pihak ketiga dan proses masuk ke Indonesia dan masuk ke pabean Soekarno-Hatta," ujarnya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom