tirto.id - Draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dinilai tidak sejalan dengan semangat pencegahan pernikahan dini. Dalam draf RUU KUHP yang dibahas di DPR, terdapat tiga pasal yang secara eksplisit mengatur rumusan norma yang tidak sejalan dengan upaya pencegahan perkawinan usia anak.
Hal tersebut ditegaskan anggota Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, pada Jumat (14/4/2017). “Kita harus tegas untuk menghentikan pernikahan dini. Namun, RUU KUHP masih menganggap sama antara usia dewasa 18 tahun dengan yang sudah menikah,” ujarnya seperti dikutip Antara.
Menurut Ninik, panggilan akrabnya, dalam RUU KUHP yang saat ini sedang dibahas DPR terdapat tiga pasal yang secara eksplisit mengatur rumusan norma yang tidak sejalan dengan upaya pencegahan perkawinan usia anak. Pasal tersebut adalah Pasal 490 Ayat (2), Pasal 496 dan Pasal 498 Ayat (2).
Ketiga pasal tersebut menggunakan frasa "yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin". Menurut Ninik, hal itu berarti anak yang berusia di bawah 18 tahun, tetapi sudah menikah dianggap sudah dewasa.
“Kita harus melihat lagi rumusan frasa itu. Seorang anak, meskipun sudah menikah, tidak bisa serta merta dianggap sudah dewasa karena dewasa itu bukan hanya secara fisik tetapi juga psikologis,” kata anggota Fraksi PKB ini.
Karena itu, lanjut dia, semangat pencegahan pernikahan dini atau usia anak menguat. Menurut dia, salah satu pihak yang saat ini mengampanyekan pencegahan pernikahan usia anak adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), salah satu mitra kerja Komisi IX DPR.
Menurut Ninik, pernikahan usia anak harus dicegah karena pernikahan tidak hanya menuntut kesiapan fisik berdasarkan umur, tetapi juga kesiapan psikologis.
“Seorang anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa karena belum bisa mengambil keputusan sendiri," ujarnya.
Selain itu, pernikahan usia anak juga bisa mengarah pada kekerasan seksual terhadap anak, bila terjadi pemaksaan pernikahan.
Karena itu, Ninik meminta frasa "yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin" pada RUU KUHP ditinjau kembali. Secara pribadi, dia sendiri menolak frasa tersebut.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz